Prof. Dr. Suteki: Kedunguan Sejarah dan Hukum Menyejajarkan Khilafah dengan Komunisme


Jakarta, Visi Muslim- Khilafah sebelumnya tidak disebut isme. Baru ketika Sekjen PDI Perjuangan menyebutkan khilafahisme, dalam salah satu statemen nya beberapa waktu yang lalu. Alhasil narasi khilafahisme pun viral dan fenomenal. Banyak sudah tinjauan terkait istilah Khilafah. Apakah khilafah merupakan isme atau model pemerintahan Islam warisan Rasulullah SAW.

Untuk itulah hadir pakar hukum, ahli fikih, dan lintas ulama pada FGD Online ke-7 oleh PKAD, Sabtu (18/7/2020). Bertema "Khilafahisme Vs Komunisme, Ada Apa ?" dan mendapat sambutan hangat dari lebih dari 6.000 peserta yang menyaksikan, baik melalui Zoom meeting, kanal YouTube maupun Facebook.

Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. (Pakar Sosiologi Hukum Masyarakat dan Filsafat Pancasila) memberikan perspektif hukumnya, khususnya menyikapi situasi sosial politik yang terjadi negeri ini.

“Saya prihatin dengan kondisi saat ini. Ketika ratusan dan ribuan orang menolak RUU HIP kok tetap saja dijadikan RUU Prioritas untuk dibahas dalam Prolegnas 2020, walau "ditambah RUU Baru, namanya RUU BPIP. Seolah nasehat, analisis, dan penolakan rakyat diabaikan. Ini menunjukan penguasa kehilangan sense of crisis,”bukanya di awal pemaparan materinya.

Jika ditarik ke garis filsafat, jelas Komunisme punya karakter materialisme dan unsur atheisme. Kok bisa diterima menjadi ideologi yang dianut dan menjadi kelompok yang besar pada masa itu.

Profesor yang kerap mengisi panggung Indonesia Lawyers Club (ILC TV ONE) itu mengungkapkan bahwa “Merupakan kedunguan sejarah dan hukum menyejajarkan khilafah dengan ideologi terlarang lain seperti komunisme, sosialisme, marxisme, dan leninisme.”

Lebih lanjut Prof Suteki menjelaskan bahwa “Pelabelan Khilafah sebagai isme tidak lepas dari program war on terrorism yang kemudian diturunkan menjadi war on radicalism.”

Senada dengan Prof Suteki, Dr. Muhammad Azwar Kamaruddin, Lc., MA., pakar Fikih Islam menjelaskan khilafah dari sisi dalil syar’i. Alumnus al-Azhar Cairo Mesir ini mengetengahkan dalil yang kuat dan tak terbantahkan. Argumennya cerdas dan menambah keyakinan akan Khilafah sebagai ajaran Islam mulia, dan tak selayaknya dikriminalisasi apalagi menuduh orang yang mengajarkan atau menyebarkannya sebagai radikalis.

“Ketika negara ditambah syariah, maka sama dengan Khilafah,”ungkapnya.

Khilafah merupakan arti syara’. Bukan istilah bahasa. Dan sebaik-baik bukti ulama menggunakan kata khilafah, imamah dan imaratul mu'minin. Sebagaimana Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa makna (khalifah, imam dan amirul mu'minin) itu sama.

“Dr. Wahbah Az-Zuhaili dalam Fiqhul Islam wa Adilatuhu, menyebut khilafah, imamah dan imaratul mu’minin. Khalifah adalah pemimpinnya dan khilafah adalah institusinya. Jadi tujuan khilafah adalah menjaga agama dan menerapakan syariah untuk mengatur kehidupan dunia (hirosatud-diin wa siyasatud dunya),”tambah Dr Muhammad Azwar.

Kini semakin jelas bahwa secara hukum kekinian dan hukum syara', Khilafah memiliki nilai tersendiri. Keunggulan Khilafah mampu menjadi penjaga agama dan kehidupan menjadi berkah.

Peserta yang menyimak melalui zoom meeting dan live streaming you tube memberikan komentar positif. Bahkan ada peserta yang sampai menggunakan kaca pembesar untuk menyimak pembicaraan yang mencerdaskan dan ada pula yang sampai menitikkan air matanya. Masya Allah.[hn]

Posting Komentar untuk "Prof. Dr. Suteki: Kedunguan Sejarah dan Hukum Menyejajarkan Khilafah dengan Komunisme"