Atasi Kriminalitas Sampai Tuntas, Bagaimana Caranya?
Oleh: Sri Yulia Sulistyorini, S. Si (Praktisi Pendidikan)
Hati siapa yang tak merasa tersayat, mendengar kabar tewasnya seorang anak usia 9 tahun. Rangga namanya, makhluk mungil yang menjadi korban pembunuhan demi membela kehormatan sang ibu tercinta.
Peristiwa ini terjadi di Aceh di kediaman Rangga dan ibunya. Pelaku (Syamsul) memasuki rumahnya dengan mencongkel pintunya pada saat Rangga dan ibunya sedang tertidur dini hari. Mereka terkejut dan bangun ketika ada seorang laki-laki tahu-tahu sudah ada di dekatnya. Rangga bangun dan berteriak ketika pelaku mencoba mendekati ibunya. Sempat disuruh lari sama ibunya, tapi rangga tidak mau dan naasnya pelaku seketika membacok tubuh rangga yang lemah itu sampai akhirnya meregang nyawa. Sabtu (10/10/2020).
Tak cukup di situ, pelaku segera melancarkan aksi bejatnya dengan memperkosa ibunya, setelah sebelumnya melakukan penyiksaan dan hampir pingsan. Betapa kejamnya, mayat Rangga dibuang ke sungai, sementara ibunya berhasil kabur dan minta pertolongan tetangga. Dengan bantuan polisi, TNI dan warga, akhirnya pelaku berhasil tertangkap. Informasi terakhir, pelaku meninggal dunia di sel tahanan. Minggu(18/10/2020).
Dari kejadian ini, masyarakat banyak yang mengecam tindak kriminal tersebut dan ramai hujatan kepada si pelaku. Wajar, hal ini adalah wujud kemarahan masyarakat atas kebejatan pelaku. Terlebih, setelah diketahui bahwa pelaku adalah residivis yang masih dalam masa tahanan, yang dikeluarkan karena pandemi.
Padahal tidak hanya Syamsul, residivis yang dikeluarkan. Banyak residivis lain yang tentunya saat ini masih berkeliaran. Sepertinya, masyarakat harus lebih waspada terkait keamanan diri dan keluarganya. Sangat mengherankan, kenapa begitu tega, aparat mengeluarkan para residivis ini. Apa tidak khawatir akan keselamatan orang banyak?
Selain itu, tampaknya tindak kriminalitas masih banyak mewarnai pemberitaan media. Berbagai tindak kekerasan dan penganiayaan juga kerap dilakukan oleh orang-orang yang sudah hilang rasa kemanusiaannya. Bahkan, aksi bejat bisa dilakukan oleh orang-orang yang ada di dalam rumahnya sendiri, yaitu anggota keluarganya..
Kehidupan Sekuler Liberal adalah penyebabnya
Begitulah, kehidupan yang serba bebas saat ini. Orang sudah tidak peduli lagi dengan azab dan dosa, halal dan haram, yang penting nafsunya bisa terpenuhi, cara apapun akan dilakukan demi memenuhi birahinya. Kendati, mereka adalah seorang muslim. Aqidah sudah tidak lagi menjadi pedoman dalam hidupnya. Syari’at bukanlah suatu yang penting baginya.
Miris memang, tapi begitulah gambaran kehidupan sekuler liberal. Di mana, agama tidak lagi mengatur manusia dalam kehidupan. Karena, agama sudah dipisahkan dari kehidupan. Agama hanya dibutuhkan sebagai legalitas aktivitas tertentu saja, terutama aktivitas ritual, contohnya sholat, puasa, haji, pernikahan, kematian(mengurus jenazah), dan lain-lain.
Sementara, terkait dengan pengaturan masyarakat dalam kehidupannya, tidaklah menggunakan hukum Islam. Terutama sangsi yang diberikan kepada pelaku kriminal, seringkali tidak membawa efek jera pada pelaku. Wajar, ketika kejadian demi kejadian kejahatan, pencurian, perampokan, penganiayaan, dan lain-lain tak kunjung reda, bahkan semakin merajalela. Mau sampai kapan?
Sejarah Islam mengatasi kriminalitas
Jika kita tengok bagaimana Islam mengatasi kriminalitas, maka akan kita jumpai di sejarah kehidupan Islam masa lampau. Di mana, Islam menjadi aturan yang ditegakkan di tengah-tengah masyarakat. Hukum Islam diterapkan secara adil bagi siapapun. Suatu saat diajukan seorang pencuri wanita kepada Rasulullah untuk diadili dan dijatuhi hukuman/had potong tangan. Usamah Bin Zaid mengajukan keringanan kepada Rasulullah, namun beliau berkata:
“Apakah kamu mengajukan keringanan terhadap salah satu hukuman dari Allah? Demi Allah, kalau saja Fatimah Binti Muhammad mencuri, pasti akan aku potong tangannya”. (HR. Bukhari dan Muslim ).
Perkara lain, adalah Ali BinAbu Thalib r.a., sang Khalifah yang berselisih dengan seorang Yahudi soal baju besi. Dalam persidangan, Khalifah Ali r.a tidak bisa meyakinkan hakim karena saksi yang didatangkan adalah keluarga dan pembantunya. Akhirnya, hakim menyatakan Yahudi tidak bersalah.
Selain itu, kesadaran individu juga sangat tinggi agar hukum Islam diterapkan atas mereka. Atas dorongan aqidah. Al Ghamidiyah mengajukan dirinya agar diberi hukuman kepada Rasulullah atas dosa yang dilakukannya, yaitu perbuatan zina.
Dari Abdillah bin Buraidah dari bapaknya berkata:
Telah datang kepada Rasulullah saw, Al Ghamidiyah dan ia berkata, “ Ya Rasulullah saw, aku telah berzina, sucikanlah aku!” Beliau saw menolaknya. Besoknya ia berkata lagi, “ Wahai Rasulullah mengapa engkau menolak aku, engaku menolah aku sebagaimana engkau menolak Ma’iz. Demi Allah aku telah hamil”. Rasulullah saw bersbda, ‘Jangan, pulanglah sampai engkau melahirkan. “ Ketika ia telah melahirkan, ia mendatangi Rasulullah saw kembali dengan anaknya ynag berada di gendongan, seraya berkata, “ ini adalah anakku” Rasulullah saw bersabda, “pergi dan susuilah sampai engkau menyapihnya!” Ketika ia telah menyapihnya, ia mendatangi Rasulullah saw sambil membawa anaknya yang sedang menggenggam sepotong roti. Ia kemudian berkata, “Ya Nabiyullah, aku telah menyapihnya, dan ia sudah bisa memakan makanan”. Lalu, anak itu diberikan kepada salah seorang laki-laki dari kaum muslim. Kemudian, Rasulullah memerintahkan menanam wanita itu hingga dadanya, lalu memerintahkan manusia untuk merajamnya.
Berkaitan kehormatan seorang muslimah,, telah tercatat dalam tinta emas sejarah, kisah heroik Khalifah Al Mu’tashim Billah dari dinasti Bani Abbasiyyah di dalam kitab Al-Kamil fi Al-Tarikh karya Ibn Al-Athir. Peristiwa bersejarah tersebut terjadi pada tahun 223 Hijriyyah(837 M) dalam judul “Penaklukan Kota Ammuriah”.
Al-Mu’tashim Billah menyambut seruan seorang budak muslimah dari Bani Hasyim yang sedang berbelanja di pasar dan diganggu oleh orang Romawi. Kainnya dikaitkan di paku, sehingga ketika berdiri, tersingkaplah auratnya. Wanita itu lalu berteriak minta pertolongan dengan berkata: “ Waa Mu’tashimah!” yang berarti: “Di mana wahai engkau Mu’tashim, tolonglah aku. Berita ini sampai kepada Khalifah dan beliau langsung menerjunkan puluhan ribu pasukannya untuk menyerbu kota Ammuriah. Seseorang meriwayatkan panjangnya pasukan ini tidak putus dari gerbang istana di Baghdad hingga kota Ammuriah, karena besarnya pasukan.
Keharaman Darah, Harta dan Kehormatan Seorang Muslim
Saat ini kita jumpai di masyarakat, banyak oang yang menganggap remeh perkara darah, harta, dan kehormatan. Mereka tidak takut akan azab Allah dan tanpa merasa diawasi oleh Allah SWT. Beda halnya dengan Islam, perkara darah, harta dan kehormatan ini sangat diperhatikan. Pada saat Haji Wada Rasulullah saw memberikan nasihat-nasihat dalam khutbahnya, di antaranya adalah:
Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhuma, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di hari Idul Adha. Beliau bersabda: “Wahai manusia, hari apakah ini? Mereka menjawab: “Hari ini hari haram (suci)”. Nabi bertanya lagi: “Lalu negeri apakah ini?”. Mereka menjawab: “Ini tanah haram (suci)”. Nabi bertanya lagi: “Lalu bulan apakah ini?”. Mereka menjawab: “Ini bulan suci”. Beliau bersabda: “Sesungguhnya darah kalian, harta-harta kalian dan kehormatan kalian, adalah haram atas sesama kalian. Sebagaimana haramnya hari kalian ini di negeri kalian ini dan pada bulan kalian ini”. Beliau mengulang kalimatnya ini berulang-ulang lalu setelah itu Beliau mengangkat kepalanya seraya berkata: “Ya Allah, sungguh telah aku sampaikan hal ini. Ya Allah, sungguh telah aku sampaikan hal ini. Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata: “Maka demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh wasiat tersebut adalah wasiat untuk ummat beliau”. Nabi bersabda: “Maka hendaknya yang hari ini menyaksikan dapat menyampaikannya kepada yang tidak hadir, dan janganlah kalian kembali kepada kekufuran sepeninggalku, sehingga kalian satu sama lai saling membunuh”. (HR. Al Bukhari)
Dari hadist tersebut, dapat kita fahami bahwa darah, harta dan kehormatan kaum muslimin itu mulia dan haram. Tidak boleh siapapun untuk merusaknya dan berbuat dzalim.
Penerapan Aturan Islam adalah Solusinya
Islam adalah ideologi yang sempurna yang diturunkan oleh Allah SWT kepada manusia. Segala persoalan kehidupan di dunia ini, Islam adalah solusinya. Untuk para pelaku kriminal Islam memiliki sistem sanksi atau uqubat. ‘Uqubat adalah balasan atas keburukan, yaitu sanksi atas kemaksiyatan atau kejahatan(Al Jarimah). Kejahatan ini termasuk perbuatan tercela menurut standar syari’ah. Maka, setiap tindakan kriminal adalah perbuatan dosa yang harus dijatuhi sanksi.
‘Uqubat di dalam Islam ada empat jenis, yaitu hudud, jinayat, ta’zir, dan mukholafat. Hudud merupakan sanksi yang telah ditetapkan oleh syar’at dan menjadi hak Allah. Contohnya adalah hukum potong tangan bagi pencuri atau hukum rajam bagi pezina. Jinayat adalah perbuatan penganiayaan atau penyerangan anggota badan, yaitu mencakup anggota badan dan nyawa. Sanksinya adalah qishas(balasan setimpal) atau diyat(denda). Contohnya adalah Orang yang melukai tangan, maka harus dibayar dengan yang serupa yakni dilukai tangannya atau membayar diyat (denda) jika korban memaafkan.
Adapun ta’zir adalah jenis hukuman yang ditentukan oleh khalifah terhadap kemaksiatan yang di dalamnya tidak ada had dan kafarat. Contohnya adalah pelanggaran terhadap kehormatan, pelanggaran terhadap harta, gangguan keamanan, perbuatan merusak akal, dan pelanggaran yang berhubungan dengan agama. Sedangkan mukhalafat adalah sanksi yang dijatuhkan khalifah kepada orang yang melanggar aturan-aturan yang ditetapkan oleh negara. Contohnya adalah pelanggaran terhadap aturan lalu lintas atau aturan administrasi kependudukan.
Sistem sanksi ini memiliki dua fungsi sekaligus yakni jawabir (penebus dosa) dan zawajir (mencegah manusia melakukan perbuatan tercela). Inilah hikmah dibalik ditetapkannya aturan bagi manusia agar diterapkan dalam kehidupannya. Aturan ini telah diterapkan sepanjang sejarah Islam semenjak zaman Rasulullah SAW hingga dilanjutkan oleh kekhilafahan setelahnya. Maka, hanya hukum Islamlah satu-satunya yang terbukti dapat menyelesaikan persoalan kriminalitas secara tuntas.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
اَفَحُكْمَ الْجَـاهِلِيَّةِ يَـبْغُوْنَ ۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّـقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ
"Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?"
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 50)
Wallahu A’lam Bisshowwab.
Posting Komentar untuk "Atasi Kriminalitas Sampai Tuntas, Bagaimana Caranya?"