Ilusi Memberantas Predator Anak dengan PP Kebiri Kimia




Oleh : Habiba Mufida (Praktisi Kesehatan dan Pemerhati Kebijakan Publik)


Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak telah resmi ditandatangani Pak Presiden. Ada harapan dari masyarakat, PP ini akan memberikan efek jera terhadap para pelaku kekerasan seksual. Kontroversi pun terjadi di berbagai kalangan setelah PP ini diresmikan. 

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meng-apresiasi atas diterbitkannya PP Nomor 70 Tahun 2020 tersebut. Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan, PP tersebut akan memberi kepastian hukum atas ketentuan kebiri kimia yang diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Di sisi lain, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu menilai aturan kebiri kimia ini bersifat populis lantaran cenderung berfokus pada menghukum pelaku. Namun sebaliknya, pemerintah belum memprioritaskan perlindungan serta pemulihan korban kekerasan seksual. Selain itu, menurut beliau hingga saat ini belum terbukti efektivitas kebiri kimia dalam menekan angka kekerasan seksual (tempo.com).

Secara teknis aturan ini juga menemui kebuntuan. Sebagaimana keterangan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) yang menolak mengeksekusi hukuman kebiri kimia. Penyebabnya, karena kebiri kimia bertentangan dengan kode etik dan disiplin profesi kedokteran yang berlaku universal. Dengan demikian, IDI berada dalam posisi menolak sebagai eksekutor-nya. Komnas perempuan pun menyarankan agar pemerintah melatih sumber daya manusia selain tenaga kesehatan untuk melakukan kebiri kimia.

Tidak Menyelesaikan Masalah

Pada kebiri kimia, eksekutor  akan  memasukkan  zat  kimia  antiandrogen  yang  dapat  memperlemah  hormon  testosteron.  Caranya  bisa  lewat  pil  ataupun  suntikan.  Bila  hormon  testosteron  melemah,  maka  kemampuan  ereksi,  libido,  atau  hasrat  seksual  seseorang  akan  berkurang  bahkan  hilang  sama  sekali. Namun, pengaruh  kebiri  kimia  ini  tak  berlangsung  permanen.  Jika  pemberian  cairan  dihentikan,  libido  dan  kemampuan  ereksi  akan  kembali  berfungsi.  Namun, yang perlu diingat bahwa hormon testoteron bukanlah satu-satunya yang akan mempengaruhi hasrat seksual seseorang. Namun masih ada sistem otak, stimulasi langsung atau visual yang mempengaruhi gairah seksual.

Jika diketahui, bahwa hasrat seksual tidak bisa dihentikan hanya menekan hormon testoteron maka sejatinya hukum kebiri kimia sangat mungkin akan menyeleaikan masalah. Karena pada dasarnya masih banyak rangsangan seksual yang dibiarkan beredar bebas di masyarakat. Kita ketahui di Indonesia saja, tontonan yang mengumbar aurat, pergaulan yang bebas, visualisasi pornografi dan pornoaksi bukanlah hal yang dilarang. Bahkan setingkat perilaku menyimpang semisal Lesbian, gay, biseksual dan transeksual (L6BT) juga dianggap legal asal dilakukan secara suka sama suka. Semua terjadi begitu saja atas nama hak asasi manusia. 

Padahal, perilaku yang bebas tersebut telah melahirkan banyak kerusakan di tengah masyarakat. Contoh saja, kehamilan yang tidak diinginkan karena terjadi di luar pernikahan, kasus aborsi, pembuangan bayi, bahkan pembunuhan antar pasangan seks bebas. Belum lagi,  merebaknya penyakit menular seksual yang mematikan semisal HIV/AIDS yang sampai sekarang pun tak pernah bisa ditekan prevalensinya. Keluarga sebagai benteng terakhir bagi anggotanya juga telah kehilangan fungsinya. Pernikahan yang seharusnya bisa menjadi wadah penyaluran hasrat seksual secara sah secara agama dan negara justru dipersulit. Maka, wajar marak terjadi perzinaan, penyimpangan, bahkan kejahatan seksual.

Selain itu,  adanya pengaturan lapangan pekerjaan yang seharusnya diperuntukkan untuk laki-laki sebagai pencari nafkah justru lebih membuka kran untuk para wanita. Para kapitalis lebih memilih para pekerja wanita yang sejatinya terbukti lebih terampil dan mau dibayar murah. Belum lagi pasar bebas menjadikan Indonesia secara besar-besaran memasukkan tenaga kerja asing. Liberalisasi ekonomi inilah yang memperburuk tatanan kehidupan masyarakat, termasuk keluarga di dalamnya. Terlebih ketika para wanita didorong untuk bekerja sebagai TKW di luar negeri, yang menyebabkan mereka harus berpisah dalam waktu lama dengan suami dan anak mereka. Tak jarang inilah yang menjadi faktor maraknya kekerasan seksual kepada anak. Wajar, karena anak tidak mendapatkan pengasuhan dan perlindungan yang seharusnya. Sedang suami, dipastikan tidak bisa menyalurkan hasrat seksual secara benar.

Sedang hasrat yang muncul dari otak seharusnya bisa dikendalikan secara benar jika otak manusia dituntun oleh keimanan yang benar. Namun, di tengah kehidupan ini justru agama semakin hari dijauhkan dari kehidupan. Bahkan, di bidang pendidikan yang seharusnya bisa mencetak keimanan dan ketakwaan kepada generasi muda justru sisi agama terus direduksi. Bahkan, bisa dikatakan pendidikan sekuler saat ini telah menghasilkan orang-orang yang mungin berprestasi secara akademik namun tidak memiliki akhlak yang baik.  Maka hilanglah ketakwaan manusia yang seharusnya menjadi  benteng pertahanan dari semua perilaku manusia. Walhasil, muncullah banyak kerusakan di masyarakat, termasuk maraknya kejahatan seksual.

Islam Solusi Tuntas

Fakta di atas menyadarkan kita bahwa  maraknya seks bebas termasuk banyaknya predator seksual di negeri ini harus dilihat secara komprehensif. Harapannya, solusi terhadap predator seksual bisa menyelesaikan problematika secara tuntas. Dengan demikian, sudah seharusnya semua elemen negeri ini mau menggali akar permasalahannya terlebih dahulu sebelum menetapkan solusinya. 

Sudah dipaparkan sebelumnya bahwa problematika seksual saat ini dikarenakan adanya kehidupan yang bebas (liberal) di berbagai sisi kehidupan baik sisi sosial, ekonomi ataupun di bidang pendidikan. Perlu diketahui bahwa kebebasan kehidupan di masyarakat ini akibat adanya sekulerisme kehidupan, yakni ketika agama diajuhkan dari kehidupan. Padahal, manusia sejatinya adalah makhluk yang lemah, pasti butuh terhadap aturan Tuhan (Rabb) yang telah menciptakannya. Maka, untuk mengobati kerusakan masyarakat termasuk merebaknya predator seksual, haruslah mengambil aturan Allah SWT yang selama ini telah diabaikan manusia.

Aturan Allah SWT termaktub secara sempurna berupa syariat Islam. Syariat Islam memandang bahwa solusi untuk merebaknya seks bebas termasuk predator seks bisa meliputi dua hal yakni dari sisi pencegahan (preventif) dan dari segi pengobatan (kuratif). Dari sisi preventif, Islam memiliki aturan yang lengkap dan komprehensi di dalam pengaturan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Berkenaan dengan hak dan kewajiban di antara mereka. Termasuk pengaturan keduanya di lingkup kecil yakni di keluarga dan juga pengaturan di kehidupan umum. Pengaturan tersebut meliputi bagaimana Islam sangat menjaga kehormatan perempuan, menetapkan batasan aurat dan larangan tabarruj. Berikut media akan diatur oleh negara agar tidak menjadi rangsangan visual bagi masyarakat. Semua celah pornografi dan pornoaksi dengan demikian ditutup secara rapat.

Sedang secara kuratif, Islam memiliki sanksi yang tegas terhadap siapapun anggota masyarakat baik laki-laki ataupun perempuan yang melanggar syariat Islam. Bagi para pezina berikut predator seksual ada hukuman jilid bagi yang belum menikah atau rajam bagi yang sudah menikah. Begitu juga bagi mereka yang sengaja membuat dan menyebarkan konten pornografi dan pornoaksi. Bahkan seorang suami yang sengaja tidak mau bekerja juga akan ditetapkan sanksi baginya. Karena sejatinya, Islam telah menjamin kehidupan mereka dengan pengaturan sistem sosial dan pendidikan yang berbasis akidah yang ditopang oleh sistem politik-ekonomi Islam.  Dengan demikian, negara yang menerapkan Islam bisa memberikan perlindungan secara sempurna kepada seluruh masyarakat. Wallahu A’lam bi showab.

Posting Komentar untuk "Ilusi Memberantas Predator Anak dengan PP Kebiri Kimia"