Divestasi Jalan Tol, Apakah Solutif?




Oleh: Alfi Ummu Arifah (Guru dan Pegiat Literasi Islam)


PT Waskita Karya sebagai pemegang proyek jalan tol di Indonesia terbelit utang Rp90 triliun dan bunga Rp4,7 triliun. Direktur Utama Waskita Karya Destiawan Soewardjono mengatakan tumpukan utang terjadi akibat gagalnya proses penjualan atau divestasi jalan tol.

Ia mengatakan harusnya pada 2020 Waskita bisa melakukan divestasi lima ruas jalan tol yang telah terbangun. Namun karena kondisi pandemi covid-19, para investor yang sudah berniat mengambil alih pengelolaan ruas-ruas tersebut menunda rencana mereka (cnnindonesia, 09/04/21). 

Lima ruas tol yang batal terjual di tahun lalu bakal diakuisisi oleh Indonesia Investment Authority (INA). Di luar itu, Waskita juga menambah empat ruas tol lainnya yang akan didivestasi pada tahun ini.

Penyelesaian divestasi sembilan ruas tol perseroan tersebut dapat melepas utang sekitar Rp 20 triliun dari buku perseroan.

Direktur Keuangan Waskita Karya Taufik Hendra Kusuma mengatakan penyelesaian masalah utang perseroan bergantung pada tiga hal yakni divestasi, restrukturisasi dan selesainya pandemi.

Namun dari ketiga hal tersebut, divestasi memang berkontribusi paling besar terhadap masalah beban utang perusahaan.

Kemudian, dalam hal restrukturisasi, perusahaan masih terus berupaya untuk bernegosiasi dengan perbankan agar dapat menekan beban bunga utang.

Sementara terkait pandemi, sangat penting untuk dapat segera diatasi karena berpengaruh besar terhadap pendapatan perusahaan. Realitanya entah kapan pandemi berakhir.

Inilah solusi dan kebijakan yang perlu dikritisi dalam pengadaan dan pengelolaan jalan tol. Sebab jalan tol itu adalah fasilitas umum yang menjadi milik masyarakat. Semestinya dibangun untuk kepentingan masyarakat dan diakses secara gratis oleh masyarakat. Bukan ditetapkan tarif yang mahal ketika memasukinya. Dari sini sudah jelas dan terang bahwa pemanfaatan jalan tol hari ini bukan diperuntukan bagi masyarakat.Namun untuk keuntungan para kapital.

Pakar ekonomi pernah menyatakan bahwa yang namanya infrastruktur itu adalah jalan umum dan jembatan. Jika dua jalan itu dilalui tak harus dipungut bayaran. Jika memang jalan tol itu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat maka semestinya dapat dilalui siapa saja dan tanpa bayaran. Maka pernyataan beliau senada dengan pernyataan kwek Kian Gie yang menyatakan bahwa pembangunan jalan tol itu sesuatu yang "Ngawur". 

Faisal basri menyatakan Indonesia ini adalah negara maritim.aka yang harus dibangun itu sesungguhnya adalah jalan yang menghubungkan antar laut atau selat. Agar produk logistik yang dibutuhkan tidak terkendala intuk sampai ke daerah yang terpencil sekalipun. Hal itu juga agar harga tidak dinaikkan secara sepihak karena mahalnya biaya perjalanan.itulah jika tujuan pembangunan infrastruktur itu untuk masyarakat bukan untuk para kapital.  

Direktur pamong institut Wahyudi El Maroki menyebutkan jika proyek jalan tol itu bukan untuk masyarakat. Sebab masyarakat tak semuanya sanggup untuk membayar jika melaluinya.

Terlepas dari itu semua. Pembangunan jalan tol itu bukan dari uang APBN, namun dari utang. Utangnya pun berbasis riba yang bunganya saja trilyunan. Maka akibatnya hal ini akan membuka peluang untuk dikuasai investor dalam berbagai kebijakannya. Ada syarat tentunya dalam utang itu yang merugikan negara dan rakyat. There no free lunch alias tak akan ada makan siang gratis.

Jika negara tak mampu untuk membayar utang itu. Maka bukan tidak mungkin akan terjual aset itu dan aset lain yang strategis. Beberapa negara di dunia bahkan ada yang kehilangan bandaranya karena gagal bayar utang. Sumber daya alam pun akan dikuasai asing karena terjual secara paksa.

Dosa riba karena utang itu sesungguhnya sangat dimurkai Allah. Ada 73 pintu dosa riba. Salah satunya seperti menzinahi ibu kandung sendiri. Utang untuk membangun jalan menjadikan infrastruktur itu rapuh, serapuh orang yang tidak mampu berdiri tegak. Sebagaimana yang disinggung Allah dalam ayat Al Qur'an tentang riba. Jika divestasi atau penjualan aset dijadikan jalan untuk keluar dari masalah ini. Maka solusi itu akan menambah masalah. Demikian juga restrukturisasi, ganti orang yang mengelola juga akan sama selama bertumpu pada utang dan investor. Berharap ekonomi membaik pasca covid 19 juga bukan jalan yang tepat. 

Tak ada yang perlu dibanggakan dari jalan tol itu. Jika hanya menuai masalah baru yang lebih besar. Juga bukanlah sebuah prestasi yang membanggakan. Tak ada yang perlu dibanggakan dari bangunan yang berbasis utang. Sebab kehormatan negeri ini sudah terbeli sebagai negara penghutang. Tak ada harapan kecuali kembali pada sistem islam dalam pengelolaan jalan dan infrastruktur.Insya Allah. 

Posting Komentar untuk "Divestasi Jalan Tol, Apakah Solutif?"