May Day, Jalan Tuntas Persoalan Buruh?
Oleh: Desi Wulan Sari (Pegiat Literasi)
May Day (Peringatan Hari Buruh) dijadikan momentum bagi para buruh sebagai bentuk aspirasi dan evaluasi terkait kesejahteraan buruh dari perusahaan tempatnya bekerja. Tahun ini peringatan buruh pun masih menyisakan duka bagi mereka. Berbagai persoalan buruh hingga pada isu terkini tentang penetapan UU Omnibus Law tahun lalu telah banyak merugikan hak para pekerja. Banyaknya aksi penolakan dan suara-suara buruh atas respon penolakan UU tersebut menandai keresahan mereka. Bahkan, peringatan hari buruh 1 Mei 2021, masih berlanjut pada persoalan penolakan UU Omnibus Law tersebut.
Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) mengajak seluruh pekerja, organisasi serikat pekerja dan rakyat Indonesia untuk menuntut pembatalan omnibus law UU Cipta Kerja dan mengusut tuntas semua kasus korupsi. Karena menurut beliau dikatalan “Secara formil, pembentukan UU Cipta Kerja dinilai tidak memenuhi ketentuan pembentukan UU berdasarkan UUD 1945,” kata Mirah dalam siaran pers, Jumat (30/4/2021). (Kompas.com, 1/4/2021).
Hidup dalam naungan sistem yang diatur oleh kapitalisme membuat nasib rakyat berada dalam sangkar besi yang terkunci. Betapa tidak, mereka dipaksa untuk terus berproduksi tetapi hak-hak dan kebutuhan serta jaminan kerja mereka tidak diperhatikan. Bagi para pengusaha global, jalannya roda perekonomian harus mengedepankan keuntungan maksimal bagi perusahaan tanpa kompromi. Semua tergantung pada kepentingan pengusaha kapitalis semata.
Maka, sangat miris melihat nasib para buruh pekerja saat ini, di masa pandemi yang berkepanjangan berdampak pada kondisi ekonomi mereka. Hantaman finansial membuat dirinya tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarganya. Bahkan banyak yang di rumahkan atau di PHK dengan alasan penghentian produksi. Lantas, bagaimana nasib mereka? Bagaimana mereka memenuhi kebutuhan keluarganya? Siapa yang menjamin kesejahteraan para buruh?
Butuh Perubahan
Jika saja para pengusaha memahami, bahwa ikatan antara pengusaha dengan pekerjanya bukan hanya pada ikatan kontrak kerja semata, tetapi lebih kepada mutual understanding sesuai syariat. Dimana pekerja dijadikan mitra jalannya produktifitas usaha yang berjalan. Sehingga para pengusaha akan memahami dan memenuhi kebutuhan para pekerjanya dengan baik dan pekerja pun akan bekerja giat dalam mencari nafkah demi keuntungan perusahaan tempatnya bekerja.
Namun, semua itu seakan masih ilusi semata, kondisi fakta yang ada tidaklah mendekati pada kata sejahtera. Jaminan kesehatan yang tidak dipenuhi, gaji minimum yang tidak cukup memenuhi kebutuhan keluarganya, pesangon pekerja yang ditiadakan, bahkan pengangkatan karyawan tetap tidak lagi menjadi prioritas perusahaan. Banyaknya persoalan buruh tersebut harus menjadi perhatian para pengusaha dan penguasa negeri, jika hal buruk seperti ini tidak ingin terus berlanjut. Dan tentu saja persoalan publik seperti ini harus menjadi tanggung jawab negara yang memiliki kekuasaan dalam mengatur kebijakan perekonomian.
Kesejahteraan Buruh Dijamin Negara
Dalam Islam, negara senantiasa mnjaminn kesejahteraan rakyatnya. Kontrol ekonomi sangat ketat hingga membuat para pengusaha tidak dapat leluasa dalam mengatur peraturan yang hanya melihat pada kepentingan mereka semata.
Sejatinya, hanya Islam yang mampu menjadi solusi tuntas masalah buruh. Karena sistem Islam memiliki sistem perekonomian sendiri yang senantiasa membawa kemaslahatan. Sistem ini pernah diterapkan selama 350 tahun selama masa keemasan Daulah Islamiyah.
Sistem ekonomi Islam akan menyelesaikan masalah dengan berpedoman pada hukum-hukum syara', yang menyangkut masalah perekonomian global termasuk di dalamnya persoalan buruh. Maka, inilah Sistem Ekonomi (an-nizham al-iqtishadi) dalam Islam, yang mencakup pembahasan dan menjelaskan asas-asas yang membangun sistem ekonomi Islam pada kesejahteraan, yaitu yang terdiri dari tiga asas :
Pertama, bagaimana cara memperoleh kepemilikan harta kekayaan (al-milkiyah)?
Kedua, bagaimana pengelolaan kepemilikan harta kekayaan yang telah dimiliki (tasharruf fil milkiyah)?
Ketiga, bagaimana cara peredaran kekayaan tersebut di tengah-tengah masyarakat (tauzi'ul tsarwah bayna an-naas)?
Dibutuhkan pemahaman mekanisme ekonomi melalui aktifitas ekonomi yang bersifat pengembangan harta (tanmiyatul mal) dalam akad-akad muamalah dan sebab-sebab kepemilikan (asbab at-tamalluk). Dan inilah cara-cara dalam mekanisme ekonomi yang perlu dilakukan antara lain :
- Membuka kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya sebab-sebab kepemilikan dalam kepemilikan individu (misalnya, bekerja di sektor pertanian, industri, dan perdagangan)
- Memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya pengembangan harta (tanmiyah mal) melalui kegiatan investasi (misalnya, dengan syirkah inan, mudharabah, dan sebagainya).
- Larangan menimbun harta benda (uang, emas, dan perak) walaupun telah dikeluarkan zakatnya. Harta yang ditimbun tidak akan berfungsi pada ekonomi. Pada gilirannya akan menghambat peredaran kerana tidak terjadi perputaran harta.
- Mengatasi peredaran dan pemusatan kekayaan di satu daerah tertentu saja misalnya dengan memeratakan peredaran modal dan mendorong tersebarnya pusat-pusat pertumbuhan.
- Larangan kegiatan monopoli, serta berbagai penipuan yang dapat menjamin pasaran.
- Larangan judi, riba, rasuah, pemberian barang dan hadiah kepada penguasa. Semua ini akan mengumpulkan kekayaan pada pihak yang kuat semata (seperti penguasa atau koperat).
- Memberikan kepada rakyat hak pemanfaatan barang-barang milik umum (al- milkiyah al-amah) yang dikelola negara seperti hasil hutan, barang galian, minyak, elektrik, air dan sebagainya demi kesejahteraan rakyat.
Maka, jika mekanisme ekonomi ini di jalankan oleh para penguasa dan pengusaha negeri, maka tidak akan ada lagi pengabaian hak-hak buruh. Tidak akann ada lagi pengusaha kapitalis yang sesuka hati menjalankan usahanya tanpa batas ataupun perlindungan dari penguasa pemimpin negara hanya demi keuntungan semata. Karena negara memperhatikan kesejahteraan rakyat, menjamin kepentingan publik sebagai fokus utama dalam mengurus umatnya. Wallah a'lam bishawab.[]
Posting Komentar untuk "May Day, Jalan Tuntas Persoalan Buruh? "