Waspada Klaster Sekolah
Oleh : Afiyah Rasyad (Aktivis Peduli Ummat)
Maju kena mundur kena. Sepertinya pribahasa ini cocok dengan kebijakan PTM yang ada. Saat kasus positif merebak tak terkendali, PJJ menjadi solusi terbaik bagi kegiatan belajar mengajar. Namun, berbagai kendala menyapa praktisi dan peserta didik, mulai kendala sinyal, tak adanya kuota, sampai kurang komprehensifnya pemahaman siswa saat belajar daring. Angka putus sekolah saat PJJ juga melaju pesat.
Sebagaimana diungkapkan oleh Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan menyebut, selama pandemi Covid-19 dan pelaksanaan PJJ, data putus sekolah siswa meningkat 10 kali lipat menjadi 1,12 persen dari yang sebelumnya pada 2019 tercatat 0,02 persen. Kebanyakan siswa merasa penat, menikah di usia dini, hingga putus sekolah karena tidak memiliki akses PJJ yang layak (CNNIndonesia.com, 24/9/2021).
Sementara saat PTM diberlakukan meski masih terbatas berisiko memunculkan klaster sekolah. Tersiar kabar bahwa klaster sekolah telah muncul. Menilik data Kemendikbudristek per 23 September 2021, tercatat sekolah yang menjadi klaster selama PTM berjumlah 1.302 atau 2,77 persen dari 46.984 sekolah yang menjadi responden survei. Sementara itu, Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) yang positif Covid-19 berjumlah 7.208 orang, sedangkan siswa sebanyak 15.456 orang.
Dari jumlah siswa yang terpapar, mayoritas ditemukan pada klaster sekolah dasar. Jumlahnya, 6.928 siswa terpapar dari 583 klaster sekolah yang dilaporkan. Padahal usia 12 tahun ke bawah belum menjadi kelompok usia penerima vaksin covid-19 di Indonesia (CNNIndonesia, 24/9/2021).
Alarm Kewaspadaan Harus Ditingkatkan
Munculnya klaster sekolah harus diwaspadai oleh semua pihak, terutama pemerintah sebagai penjamin terlaksananya proses pendidikan. Kebijakan yang diberlakukan untuk memutus rantai penyebaran virus corona selama ini tampak ala kadarnya. Sangat disayangkan, kebijakan PTM ini sepertinya bisa dianggap buru-buru diberlakukan. Bukan kesiapan dan kesehatan yang diutamakan, tetapi mengejar waktu tahun ajaran baru agar kualitas pendidikan terpenuhi.
Tak dimungkiri, PJJ dengan sistem daring di masa pandemi ini telah menghambat tersalurkannya ilmu sepenuhnya kepada para peserta didik. Bukan karena ketidakmauan, tetapi minimnya fasilitas,g sosialisasi, metode pendidikan, dan sistem membuat peserta didik dan pendidik kesulitan mengikuti pembelajaran daring.
Tak ayal, pemerintah mengambil keputusan PTM di tengah pandemi sebelum memperbaiki sarana pendidikan dan mempersiapkan civitas pendidikan agar siap menghadapi tantangan zaman lewat daring. Tidak berlibehian jika para orang tua terus merasa khawatir dengan keselamatan putra-putrinya, terutama yang masih berusia 12 tahun. Keputusan yang berubah-ubah ini juga membingungkan peserta didik. Saat PTM berlangsung, mereka khawatir terpapar covid-19, namun di sisi lain mereka juga ingin sekolah seperti biasa.
Dilema anak-anak, orang tua, dan para pendidik tentu perlu diselesaikan. Munculnya klaster harus diwaspadai oleh sekolah di wilayah yang belum terpapar. Jangan hanya karena alasan agar tidak jenuh, PTM tetap diselenggarakan di tengah intaian virus corona. Kebijakan vaksinasi bagi seluruh civitas akademik juga tidak menjamin mereka terlindung dari virus. Sebab, mereka masih berisiko terinfeksi meski sudah divaksinasi. Apalagi jika mereka tidak menegakkan protokol kesehatan dengan ketat. Kalau sudah begini, bagaimana pemerintah dapat memberikan rasa nyaman dan aman bagi rakyat?
Islam Mengutamakan Kesehatan Rakyat
Dalam Islam, pendidikan merupakan salah satu kebutuhan mendasar, tetapi kesehatan juga tak kalah penting. Pada masa Islam, wabah pernah melamda dan kesehatan yang diutamakan. Dalam sistem Islam, kewajiban negara adalah mengurusi kebutuhan rakyat. Negara wajib menjamin terpenuhinya semua keperluan, baik sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Saat terjadi wabah, Islam telah memberikan contoh dengan melakukan kebijakan karantina wilayah total. Sehingga, virus akan terkunci di satu wilayah karena tidak ada pergerakan yang signifikan antarwilayah. Karantina wilayab pernah dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khaththab.
Karantina wilayah juga diperintahkan Rasulullah Saw. sebagai bukti bahwa Islam mengutamakan kesehatan rakyatnya. Hal itu termaktub dalam sebuah riwayat masyhur dan shohih berikut:
“Dari Abdullah bin Amir bin Rabi’ah, Umar bin Khaththab ra. menempuh perjalanan menuju Syam. Ketika sampai di Sargh, Umar mendapat kabar bahwa wabah sedang menimpa wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf mengatakan kepada Umar bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, ‘Bila kamu mendengar wabah di suatu daerah, maka kalian jangan memasukinya. Tetapi jika wabah terjadi wabah di daerah kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.’ Lalu Umar bin Khaththab berbalik arah meninggalkan Sargh.” (HR Bukhari dan Muslim)
Sementara itu, sistem keuangan Islam yang akuntabel juga ikut memberikan sumbangsih yang besar. Pendapatan pengelolaan sumber daya alam, jizyah, kharaj, fai, harta tak bertuan, harta curang, dan lain-lain dapat membiayai keperluan negara, termasuk kebutuhan pada masa pandemi. Inilah yang dilakukan para khalifah selama berabad-abad. Rasulullahlah yang mencontohkan penerapan sistem keuangan melalui baitul mal ini. Beliau bersabda:
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Sabda Nabi yang lain:
“Nabi saw. telah mengambil jizyah dari orang-orang Majusi, Negeri Hajar.” (HR Bukhari dan Tirmidzi)
Dua dalil di atas merupakan dalil yang menunjukkan banyaknya pendapatan negara Islam. Masih banyak dalil yang juga menjelaskan mekanisme pendapatan tersebut. Semua ini yang membuat negara mandiri, sehingga negara tidak kehabisan biaya untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Hal yang penting, negara akan terhindar dari jerat utang.
Adapun dari sisi politik pendidikannya, pendidikan dalam Islam bersifat fleksibel dengan syarat tujuan, dasar, dan metodenya tetap terlaksana. Jika tidak dimungkinkan untuk pembelajaran tatap muka karena satu hal seperti pandemi, negara akan memanfaatkan teknologi dengan melakukan pembelajaran daring. Dimana fasilitas yang menunjang akan disiapkan dan dijamin oleh negara.
Pembiayaan fasilitas pendidikan jarak jauh akan dibarengi dengan kebijakan karantina wilayah total. Semua kebijakan ini akan diatur sedemikian rupa oleh para pemimpin yang amanah dan memiliki kapasitas dalam bidangnya. Sehingga, wilayah lain akan melakukan segala aktivitas muamalah, termasuk pendidikan secara normal karena aman dari sebaran wabah.
Dengan demikian, wabah yang terlokalisasi akan bisa segera teratasi tanpa menyebar ke wilayah lain. Keadaan di wilayah terdampak wabah akan segera kembali normal dengan kehadiran dan peran negara yang totalitas. Sebagai muslim, masihkah terbersit ragu dengan sistem Islam?
Posting Komentar untuk "Waspada Klaster Sekolah"