Dakwah, Fardhu ‘Ain atau Fardhu Kifayah?
Soal:
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Semoga Allah memberikan balasan kepada Anda atas kami dengan semua kebaikan dan semoga Allah menolong Islam dan kaum Muslim melalui kedua tangan Anda.
Pertanyaan saya adalah: apakah mengemban dakwah adalah fardhu kifâyah ataukah fardhu ‘ayn? Dan apakah mengemban dakwah bersama jamaah mengambil warna yang sama dengan mengemban dakwah sebagai individu?
Semoga Allah melimpahkan keberkahan kepada Anda.
[Abdurrahman al-Mayyu]
Jawab:
Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
1- Amal (perjuangan) untuk tegaknya al-khilafah adalah wajib (fardhun) sampai tegak. Dan amal untuk melanjutkan kehidupan islamiy adalah wajib (fardhun) sampai kehidupan islami dapat dilanjutkan. Amal untuknya tidak datang kecuali di dalam kelompok (kutlah). Maka keberadaan seorang muslim di dalam kelompok yang beramal untuk melanjutkan kehidupan islami adalah wajib (fardhun), tetapi itu merupakan fardhu kifâyah dan tidak gugur dari orang mukallaf yang mampu sampai kehidupan islami dapat dilanjutkan dengan tegaknya al-khilafah.
2- Adapun kenapa itu adalah fardhu, maka karena firman Allah SWT:
﴿وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ﴾
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung” (TQS Ali Imran [3]: 104).
Di dalam buku at-Ta’rîf dinyatakan seputar tafsir ayat ini:
[ … Allah SWT memerintahkan kepada kaum Muslim di dalam ayat ini agar ada dari mereka jamaah yang berkelompok, melakukan dua perkara:
Pertama: menyeru kepada kebajikan, yakni menyeru kepada Islam.
Kedua: menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.
Dan perintah untuk menegakkan jamaah yang berkelompok ini adalah semata tuntutan, tetapi ada qarinah yang menunjukkan bahwa tuntutan itu merupakan tuntutan yang tegas (jâzim). Aktifitas yang ditentukan oleh ayat tersebut untuk dilakuan oleh jamaah yang berkelompok ini -berupa menyeru kepada Islam dan menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar- adalah fardhu bagi kaum Muslim untuk melakukannya sebagaimana yang ditetapkan di banyak ayat dan hadits yang menunjukkan hal itu. Rasul saw bersabda:
«وَالَّذِي نَفْسِي بيَده لَتَأْمُرُنَّ بالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ أو لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَاباً من عِنْده ثُمَّ لَتَدْعُنَّهُ فَلاَ يَسْتَجِيبُ لَكُمْ» [رواه أحمد]
“Demi Zat yang jiwaku ada di genggaman tangan-Nya, sungguh kalian menyuruh kepada yang ma’ruf dan sungguh kalian mencegah dari yang munkar atau hampir-hampir Allah menimpakan terhadap kalian sanksi dari sisinya kemudian kalian berdoa kepada-Nya dan Dia tidak menjawab doa kalian” (HR Ahmad).
Yang demikian itu menjadi qarinah bahwa tuntutan tersebut merupakan tuntutan yang tegas (jâzim) dan perintah di dalam ayat tersebut adalah untuk wajib …] selesai.
3- Adapun kenapa itu merupakan fardhu kifâyah, maka karena ayat tersebut menyatakan kata “minkum”. Jadi kewajiban (al-fardhu) di dalam keadaan ini adalah terhadap al-kifâyah yakni jamaah yang berkelompok dari kalian yang menyeru kepada Islam (menyeru kepada kebajikan). Dan kata al-khayr itu dimakrifatkan dengan huruf alif dan lam dan ini menunjukkan umum yakni kepada Islam seluruhnya dan kepalanya adalah negaranya …
4- Adapun fakta fardhu al-kifâyah …
a- Di dalam buku asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyah juz iii bab al-wâjib dinyatakan: [adapun kewajiban (al-fardhu) dari sisi pelaksanaan maka ada dua kelompok: fardhu ‘ayn dan fardhu kifâyah, dan tidak ada perbedaan di antara keduanya dalam hal kewajiban, sebab pewajiban itu satu (sama) di dalam keduanya. Masing-masing dari keduanya merupakan tuntutan untuk mengerjakan sebagai tuntutan yang tegas (thalaban jâziman). Hnaya saja, perbedaan di antara keduanya adalah bahwa fardhu al-‘ayn itu dituntut dari setiap individu itu sendiri, sedangkan fardhu al-kifâyah dituntut dari seluruh kaum Muslim, dan jika telah tercapai kecukupan (al-kifâyah) pelaksanaannya maka kewajiban (al-fardhu) itu telah eksis baik yang melakukannya tiap orang dari mereka atau sebagian dari mereka. Dan jika tidak tercapai kecukupan pelaksanaannya maka tetap menjadi kewajiban bagi setiap orang dari mereka sampai kewajiban itu eksis].
b- Di buku asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyah juz ii dinyatakan: (keberadaan penegakan al-khalifah agar menegakkan hukum-hukum Islam dan mengemban dakwah Islam sebagai kewajiban bagi kaum Muslim merupakan perkara yang tidak ada syubhat dalam ketetapannya di dalam nash-nash syara’ yang shahih. Terlebih lagi, keberadaannya sebagai kewajiban yang diniscayakan oleh kewajiban yang diwajibkan oleh Allah SWT terhadap kaum Muslim berupa penegakan hukum Islam dan melindungi kemuliaan kaum Muslim. Hanya saja kewajiban ini merupakan fardhu terhadap al-kifâyah. Jika sebagian telah menegakkannya maka kewajiban itu telah eksis dan kewajiban ini gugur dari sebagian lainnya. Dan jika sebagian tidak mampu menegakkannya meski mereka telah melakukan aktifitas-aktifitas yang dapat menegakkannya maka kewajiban itu tetap menjadi kewajiban bagi seluruh kaum Muslim dan tidak gugur dari Muslim siapapun selama kaum Muslim tanpa adanya khalifah).
c- Dinyatakan di buku al-Fikru al-Islâmiyu:
( … al-fardhu adalah seruan asy-Syâri’ berkaitan dengan tuntutan mengerjakan dalam bentuk tuntutan yang tegas (jâzim), seperti firman Allah SWT:
﴿أَقِيمُواْ الصَّلاةَ﴾
“dan dirikanlah shalat”.
﴿انْفِرُواْ خِفَافًا وَثِقَالاً وَجَاهِدُواْ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ﴾
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah” (TQS at-Tawbah [9]: 41).
Dan seperti sabda Rasul saw:
«إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ»
“Tidak lain imam itu dijadikan untuk diikuti”.
«مَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّة»
“Siapa saja yang mati dan di pundaknya tidak ada baiat maka dia mati dengan kematian jahiliyah”.
Nash-nash ini semuanya merupakan seruan asy-Syâri’ berkaitan dengan tuntutan mengerjakan dalam bentuk tuntutan yang tegas (thalaban jâziman). Dan yang menjadikan tuntutan tersebut sebagai tututan tegas adalah qarinah yang datang berkaitan dengan tuntutan tersebut dan membuatnya bersifat tegas (jâziman) sehingga wajib dilakukan…
Berdasarkan hal itu maka termasuk kekeliruan untuk dikatakan bahwa fardhu al-kifâyah adalah kewajiban yang jika sebagian melakukannya maka gugur dari sebagian yang lainnya. Tetapi fardhu al-kifâyah adalah kewajiban yang jika sebagian telah menegakkannya maka gugurlah dari sebagian lainnya. Dan gugurnya kewajiban itu merupakan perkara yang faktual, sebab aktifitas yang dituntut telah tegak dan eksis, sehingga tidak ada ruang untuk eksistensinya bertahan. Ini adalah fardhu terhadap al-kifâyah, dan itu sama saja seperti fardhu al-‘ayn ….).
Saya berharap di dalam ini ada kecukupan wallâh a’lam wa ahkam.
Saudaramu Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah
22 Muharram 1443 H
30 Agustus 2021 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/77435.html
https://web.facebook.com/HT.AtaabuAlrashtah/posts/3005776206335050
Posting Komentar untuk "Dakwah, Fardhu ‘Ain atau Fardhu Kifayah?"