Hari Santri, Momentum Yang Salah Arah
Oleh : Elfia Prihastuti (Praktisi Pendidikan)
Sebagai negeri dengan penduduk mayoritas muslim, Indonesia memiliki sejumlah Pondok Pesantren yang tersebar di berbagai daerah. Jutaan santri menuntut ilmu di pesantren-pesantren tersebut. Itu sebabnya pemerintah menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai hari santri nasional.
Pada peringatan hari santri tahun ini berbarengan dengan peluncuran logo baru Masyarakat Ekonomi Syariah atau MES. Presiden Jokowi memanfaatkan momentum hari santri untuk mendorong para santri agar berperan aktif dalam meningkatkan perekonomian di negeri ini.
Jokowi berharap MES sebagai organisasi keumatan mampu berperan menjadi lokomotif pengembangan ekonomi syari'ah yang membumi dan menciptakan wirausahawan handal yang mampu menggerakkan perekonomian yang inklusif di kalangan santri. Sehingga diharapkan santri tidak hanya bisa memperoleh pekerjaan tetapi juga mampu menciptakan pekerjaan. (Viva.co.id, 22/10/2021)
Hal senada juga diungkapkan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar. Menurutnya, santri berperan besar dalam menggerakkan ekonomi desa.
Kemajuan desa terletak pada peran aktif kiai maupun santri yang bisa bersinergi dengan masyarakat desa. Jika sinergi ini bisa terus dipertahankan maka kemajuan desa segera direalisasikan. (INews.co.id, 22/10/2021)
Salah Arah
Memanfaatkan momentum hari santri untuk mendorong para santri berperan aktif dalam meningkatkan perekonomian, bukanlah hal yang tepat. Ada dua alasan yang patut diperhatikan :
Pertama, hari santri nasional ditetapkan pemerintah sebagai bentuk pengingat terhadap seruan resolusi jihad Nahdatul Ulama (NU). Munculnya seruan resolusi jihad sejatinya adalah upaya memacu spirit untuk mempertahankan kemerdekaan. Indonesia yang saat itu telah memproklamirkan kemerdekaannya, harus terusik dengan kedatangan Belanda yang membonceng sekutu untuk menjajah kembali.
Pelajaran yang bisa kita ambil dalam peristiwa resolusi jihad bahwa nilai-nilai Islam ternyata mampu menjadi spirit terjadinya perubahan, yaitu terusirnya penjajah dari bumi Indonesia. Peringatan hari santri seharusnya difokuskan pada upaya mengembalikan nilai spirit tersebut sehingga terjadi perubahan yang menyeluruh.
Kedua, masalah peningkatan ekonomi merupakan tugas negara. Mengembalikan perekonomian yang terpuruk, meningkatkan pertumbuhan ekonomi atau menciptakan lapangan pekerjaan, dan masalah ekonomi lainnya, semua itu menjadi tanggung jawab pemerintah. Tidak dibebankan kepada rakyat termasuk santri.
Memanfaatkan potensi rakyat demi kepentingan ekonomi sudah menjadi tabiat negeri ini, yang menerapkan sistem kapitalisme. Sebab potensi yang lebih berharga seperti SDA, sudah tidak bisa dimanfaatkan potensinya. Hal itu disebabkan karena pengelolaannya telah berpindah ke tangan asing. Sehingga rakyat seringkali kehilangan haknya untuk mendapatkan kesejahteraan.
Berbeda dengan sistem Islam, pemerintah adalah penguasa yang tugasnya yang mengurusi (riayah) urusan rakyatnya. Seperti sabda Rasulullah Saw :
اَلْإِمَامُ عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya : "Pemimpin masyarakat adalah pengurus dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Santri, Pelopor Perubahan Hakiki
Sejatinya santri memiliki peran yang cukup strategis dalam rangka meluruskan pemahaman umat agar kembali pada nilai- nilai Islam. Sehingga terbangun spirit yang benar untuk menghasilkan perubahan ke arah yang lebih baik. Santri memiliki kelebihan di bidang tsaqofah. Dengan kelebihan yang dimiliki itu, santri diharapkan dapat menjadi pelopor perubahan.
Selama ini, masyarakat negeri ini hidup dalam sistem sekuler yang mengakibatkan kerusakan dan penderitaan. Lemahnya pengetahuan tentang nilai-nilai Islam menyulitkan mereka untuk bisa keluar dari permasalahan yang mereka hadapi. Padadahal Islam adalah solusi dari berbagai permasalahan kehidupan.
Allah Swt. berfirman :
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتٰبَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَّهُدًى وَّرَحْمَةً
وَّبُشْرٰى لِلْمُسْلِمِيْنَ ࣖ
“Dan Kami turunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri (muslim).” (QS an-Nahl: 89)
Di sinilah dibutuhkan kiprah santri untuk memberi pencerahan pada umat dengan tsaqofah yang telah dipelajarinya di pondok pesantren. Sehingga kelak terjadi gelombang perubahan hakiki yang dipelopori para santri bersama umat.
Wallahu a'lam bishawab
Posting Komentar untuk "Hari Santri, Momentum Yang Salah Arah"