Perangai Bisnis Kapitalis Kian Miris


Ilustrasi


Oleh: Afiyah Rasyad (Aktivis Peduli Ummat)


Atmosfer ekonomi di negeri ini dikuasai oleh kapitalisme. Asas manfaat menjadi pilar dalam menjalankan bisnis ala kapitalis. Kerangka modal sekecil-kecilnya dan laba sebesar-besarnya menjadi acuan nyata. Peluang kerugian dianggap angin lalu, kalaupun terjadi maka akan menjadi beban negara.

Kini, proyek pembangunan Kereta Cepat Indonesia Cina mengalami pembengkakan biaya signifikan. Kemenangan Cina atas Jepang dalam meraih proyek ini dengan landasan business to business yang tak akan membebankan negara. Saat itu, Jepang mengajukan proposal dengan penawaran US$6,2 miliar, sementara Cina mengajukan US$5,5 miliar. 

Cina menang karena tak meminta jaminan pemerintah, tak ada keterlibatan APBN, dan skema business to business. Namun kemudian, biayanya membengkak menjadi US$6,07 miliar dan kini bengkak lagi menjadi US$7,97. Tentu hal ini membuat APBN kalangkabut saat perusahaan Cina mengajukan pembengkakakn pada APBN. Kebijakan pemerintah pun akan menggelontorkan APBN untuk menyuntik dana pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel berpendapat sebaiknya APBN difokuskan untuk pemulihan ekonomi, pembangunan infrastruktur dasar, dan untuk pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang baru, dibandingkan membiayai proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung (Tempo.co, 31/10/2021).

“Soal kereta cepat biar kita serahkan ke investornya. Ini sesuai dengan ide awal yang berprinsip business to business,” katanya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu, 30 Oktober 2021.

Perangai Bisnis Kapitalis

Dalam prinsip ekonomi kapitalis, tak akan ada satu orang pun yang mau menanggung kerugian. Meski Cina telah berkomitmen membangun proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dengan skema business to business, namun pembengkakan yang terjadi tak akan membuatnya rela merogoh kekurangan dana dari kantongnya sendiri. Belum lagi, tak ada transparansi dana biaya pembangunan kereta cepat kenapa bisa mengalami pembengkakan biaya yang fantastis.

Sudah menjadi rahasia umum, betapa pemerintah negeri sangat berminat menyelesaikan proyek KCJB dalam kendali KCIC. Jika pun nanti kebijakan pemerintah menyuntikkan dana APBN untuk KCIC jadi, sungguh kas negara sendiri kembang kempis. Bahkan, pendapatan pun berasal dari utang dan pajak.

Perangai bisnis kapitalis mendorong negeri ini lebih jauh dalam keterpurukan ekonomi. Menumpuknya utang luar negeri dan tingginya tarif pajak menunjukkan betapa kas negara ringkih. Meski sumber daya alam melimpah ruah, bukan negara dan rakyat yang menikmatinya, tapi korporasi atau para kapitalis.

Perangai kapitalis sungguh membuat rakyat meringis. Pasalnya, negara tampak santai tatkala membebani rakyat dengan segudang pajak. Belum lagi, rakyat harus menanggung biaya kebutuhan dasar jamaah seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan secara mandiri. Sedang untuk proyek KCIC, pemerintah memperhatikannya secara khusus meski tak semua rakyat yang akan memanfaatkannya nanti.

Demikianlah kapitalisme menuntun negara lepas tanggung jawab atas rakyat. Hubungan antarrakyat dan negara digiring layaknya konsumen dan produsen. Lebih tepatnya, negara seakan hanya menjadi regulator atas pemenuhan urusan rakyat. Sungguh, tak ada sedikit pun kemaslahatan dalam sistem kapitalisme untuk rakyat dan negara.

Islam Problem Solving

Islam agama sempurna yang diturunkan Allah SWT. dengan segala aturannya. Islam solusi problematika kehidupan. Sebab, aturan Islam mencakup segala aspek kehidupan, termasuk sistem ekonomi yang di dalamnya ada perkara bisnis. Sistem ekonomi Islam dan sistem kehidupan lainnya akan diterapkan secara kaffah oleh khalifah dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah).

Khalifah tak akan membiarkan rakyatnya sengsara demi menyelenggarakan proyek yang sebenarnya tak penting. Sebab, jalan utama dan berbagai alternatif moda transportasi rute tersebut masih banyak. Khalifah akan memprioritaskan kesejahteraan rakyat. Kalaupun akan membangun infrastruktur jalan, maka khalifah akan mengkajinya secara matang. Apakah hal itu mendesak karena tidak ada akses sama sekali atau masih ada alternatif lain.

Jika memang kebutuhan sarana transportasi mendesak karena terputusnya mobilitas masyarakat, maka negara akan membangunnya secara mandiri. Khalifah tak akan sudi bekerja sama dengan negara asing, apalagi negara itu kafir harbi fi'lan (terang-terangan memusuhi Islam dan kaum Muslim). Khalifah akan mengerahkan sumber daya manusia yang dimiliki Khilafah dan membiayainya secara mandiri.

Adapun pembiayaan infrastruktur dalam Islam, semua pembiayaannya dikelola oleh negara. Urusan ini tidak diserahkan pada pihak swasta apalagi asing. Sebab, hal itu bisa menimbulkan penguasaan terhadap sektor publik. Sumber daya alam yang melimpah akan dikelola negara dan didistribusikan kepada rakyat secara cuma-cuma, termasuk dalam pengelolaan infrastruktur.

Khalifah Umar bin Khaththab pernah meminta Gubernur Mesir untuk membelanjakan minimal 1/3 dari pengeluarannya untuk pembangunan infrastruktur. APBN dalam Khilafah Islam yaitu Baitul Mal. Baitul Mal mesti stabil karena pos pemasukan tergarap dengan optimal. Seperti fai dan kharaj, kepemilikan umum, dan zakat, semuanya dikelola negara dan diperuntukkan untuk kepentingan umat. Sehingga, negara akan mampu membiayai seluruh pembangunan, termasuk infrastruktur.

Pemasukan Baitul Mal yang stabil dan seringnya melimpah bisa menghilangkan opsi utang pada pihak luar, apalagi pada kafir harbi. Seandainya Khilafah defisit, khalifah bisa menarik dharibah alias pajak secara temporal dan dipungut hanya dari Muslim yang kaya saja. Khalifah akan benar-benar menjaga amanahnya. Sabda Nabi Saw.:

“Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)

Hadis tersebut menggambarkan dalam sistem pemerintahan Islam, penguasa wajib mengurusi seluruh kebutuhan umat termasuk pembangunan infrastruktur. Pengadaan infrastruktur fokus pada kemaslahatan umat dan memprioritaskan pada penjagaan atas jiwa manusia. Sehingga, Islam benar-benar hadir sebagai problem solving. Sudah saatnya penguasa muslim menanggalkan kapitalisme dengan segala perangai bisnis kapitalisnya, kemudian mengambil syariah Islam sebagai aturan bernegara.

Wallahu a'lam bishowab. 

Posting Komentar untuk "Perangai Bisnis Kapitalis Kian Miris"