Kilang Minyak Pertamina Terbakar, BUMN Terkapar
Oleh: Afiyah Rasyad (Aktivis Peduli Umat)
Duhai, malang nian nasib pertamina. Lagi-lagi si jago merah melahap kilang minyak pertamina. Penjagaan dan pengelolaan aset kekayaan negara tampak tak berdaya, kebakaran kilang minyak sering menghiasi berita. Kilang-kilang itu sejatinya harus dikelola dan dijaga dengan serius dan penuh tanggung jawab.
Kebakaran yang terjadi baru-baru ini adalah kebakaran ketujuh kalinya dalam kurun sejarah kilang minyak pertamina Cilacap didirikan. Pertamina Cilacap adalah kilang minyak terbesar yang dimiliki pertamina. Pertamina Cilacap memiliki 228 tangki dan kapasitas pengolahannya bisa mencapai 270.000 barel per hari. Namun tahun ini, kilang minyak di Cilacap mengalami kebakaran tangki dua kali. Tentu daja kerugian yang dialami sangat besar, bukan sekadar kerugian finansial, namun juga kerugian lainnya seperti tenaga, waktu, dan sebagainya.
Tersemat dalam benak, saat kilang minyak pertamina terbakar, tentunya BUMN akan terkapar. Kerugian yang dialami tak hanya berdampak pada kekuatan produksi yang berkurang, namun pandangan dan kepercayaan masyarakat pada BUMN Pertamina kian menurun. Saat kilang minyak terbakar, BUMN terkapar karena kerugian dan juga tercoreng reputasinya. Terlebih ada 80 warga yang masih dievakuasi karena terdampak kebakaran kilang minyak tersebut. Pemukiman warga hanya berjarak 500 meter dan hanya tersekat tembok dari kilang minyak yang terbakar (Tribun News, 14/11/2021).
Menelaah Faktor Terjadinya Kebakaran
Dugaan kebakaran karena petir mencuat ke permukaan. Kebakaran kilang minyak memang terjadi setelah hujan petir. Namun demikian, sejumlah pengamat meminta untuk dilakukan pengusutan lebih lanjut kasus kebakaran tangki di kilang minyak Cilacap ini. Bisa jadi ada motif kejahatan alias unsur kesengajaan dengan motif tertentu. Jika memang benar karena petir semata, kenapa Pertamina tidak melakukan beberapa upaya alternatif pencegahan dan perbaikan pada tangki-tangki yang ada. Kejadian tangki terbakar bukan hanya sekali, tapi terjadi kedua kali. Sementara pada Juni lalu juga diduga karena petir.
Dari kasus ini, tampaknya Pertamina tidak serius dalam mengelola dan menjaga aset negara. Pertamina seakan abai dalam upaya safety produksi dan pengelolaan aset negara. Sebagaimana pendapat pengamat energi dari Universitas Gajah Mada Fahmy Radhi, kebakaran tersebab petir adalah alasan yang naif. Sebab, sebagai kilang minyak dengan pasokan terbesar, semestinya Pertamina bisa menjaga aset yang sangat penting tersebut dengan keamanan super canggih dan berlapis (BBC.com, 14/11/2021).
Minyak adalah aset vital yang diperlukan oleh hampir seluruh negara di dunia. Seharusnya kebakaran kilang minyak tak terulang lagi mengingat vitalnya aset minyak. Alasan petir tak boleh dijadikan dalih berulang karena tak mampu melindungi asetnya.
Kapitalisme Biang Masalah
Masih dari pengamat energi Fahmy, dia menyebutkan bahwa kebakaran berantai ini pasti akan mengurangi pasokan BBM. Menuruutnya, butuh impor untuk menutupi kekurangan suplai. Sehingga, volume impor minyak akan bertambah tinggi. Berdasarkan pengalamannya sebagai anggota antimafia migas, mafia migas akan berburu finansial pada impor. Sehingga, makin tinggi volume impor, nominalnya makin besar.
Pihak Pertamina menyebutkan bahwa kebakaran tersebut tidak akan memengaruhi stok karena cadangan minyak masih ada untuk beberapa hari ke depan, tetap saja peluang impor makin besar. Meskipun penambahan impor tak terjadi, tetap saja kebakaran tangki yang terjadi berulang ini akan menyebabkan keuangan BUMN terkapar. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, begitulah kondisi Pertamina yang ada. Sudahlah kondisi keuangan buruk, ditambah kebakaran yang harusnya bisa diantisipasi, semakin memperburik keadaan. Jika kondisi ini terus berlarut, bukan tidak mungkin akan terjadi penjualan aset vital negara.
Aroma kapitalisme dalam pengelolaan aset negara begitu kental. Terlepas adanya faktor kesengajaan atau tidak, hal itu menunjukkan buruknya kapitalisme dalam memposisikan BUMN. BUMN yang seharusnya mengelola aset negara dengan baik, menjaganya, dan mendistribusikannya untuk rakyat, kini hadir layaknya produsen dan penjual yang bertujuan meraup keuntungan semata.
Privatisasi dan eksploitasi kerap dijumpai dalam sistem ekonomi kapitalisme. Negara dengan tata kelola ekonomi yang liberal kapitalistik akan menyerahkan seluruh pengurusan umat pada swasta. Negara hanya sebagau regulator yang memfasilitasi bertemunya kepentingan korporasi dan rakyat. Seluruh kebutuhan rakyat dalam menjalankan kehidupan justru terpenuhi oleh swasta dengan praktik jual beli. Dalam sistem ini, BUMN seperti tempat berjual beli antara pemerintah dan rakyat. Jika BUMN terus merugi, tidak ada alasan untuk mempertahankannya.
Pelayanan rakyat yang prima bukanlah prioritas sistem kapitalisme. Hal itu hanya akan membuat negara semakin terbebani. Oleh karenanya, BUMN layaknya bisnis murni yang tak berpihak pada rakyat. Berbagai polemik dan masalah senantiasa muncul tak berkesudahan dalam ranah sistem kapitalisme ini.
Islam Problem Solving
Islam adalah agama paripurna yang memiliki aturan komplit tak ada tandingannya, termasuk urusan pengelolan harta kepemilikan umum. Pengelolaan harta kepemilikan umum adalah kewajiban bagi Khilafah. Sementara khalifah adalah memelihara setiap urusan umat. Islam memiliki seperangkat aturan mengenai pengelolaan terhadap barang tambang, termasuk minyak. Aturan Islam turun dari Sang Pencipta, hal ini akan mampu menutup celah kerusakan dalam pengelolaannya, seperti kelalaian yang menyebabkan kebakaran tangki kilang minyak ataupun motif tertentu lainnya di balik pembakaran tangki kilang tersebut.
Dalam Islam, aturan kepemilikan begitu terperinci. Islam telah membagi kepemilikan harta menjadi tiga bagian, yaitu kepemilikan individu, umum, dan negara. Adapun kepemilikan umum adalah adalah izin Asy-Syari’ kepada suatu komunitas untuk bersama-sama memanfaatkan suatu benda. Artinya, individu tidak boleh memiliki harta benda yang terkategori kepemilikan umum. Akan tetapi, boleh bagi suatu komunitas karena mereka saling membutuhkan. Oleh karenanya, privatisasi atas kepemilikan umum adalah haram dalam Islam. Harta yang menjadi kepemilikan umum terbagi menjadi tiga jenis, yaitu barang kebutuhan umum, barang tambang yang besar, dan sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk individu miliki. Adapun minyak termasuk barang tambang melimpah sehingga haram dikuasai perorangan ataupun swasta. Negara haram menjualnya pada asing apa pun alasannya. Khilafah hanya sebagai pengelolanya yang kemudian akan didistribusikan kepada rakyat.
Sementara pemimpin yang amanah dan memiliki kapabilitas yang mumpuni akan benar-benar mengelola dan menjaga harta kepemilikan umum untuk rakyat. Berbagai kecelakaan akan terantisipasi sedemikian rupa agar tak sampai terjadi, kalaupun terjadi, maka Khilafah akan segera menyelesaikannya. Demikianlah Islam menyelesaikan berbagai persoalan. Saatnya kaum Muslim dan penguasa Muslim merevolusi diri dan aturan dengan syariat Islam.
Wallahu a'lam bishowab
Posting Komentar untuk "Kilang Minyak Pertamina Terbakar, BUMN Terkapar"