MK BERKHIANAT, MELEGITIMASI KEZALIMAN DENGAN MEMBERIKAN CEK KOSONG KEPADA PEMERINTAH SELAMA DUA TAHUN UNTUK MEMPERBAIKI UU CIPTA KERJA




Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H. (Advokat, Ketua KPAU)

"Menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan"

[Putusan Mahkamah Konstitusi]

Luar biasa, Mahkamah Konstitusi (MK) telah begitu telanjang memainkan peran sebagai garda kekuasaan, bukan garda konstitusi. Bahkan, Mahkamah rela mendeligitimasi kewenangannya yang memutus perkara bersifat final dan mengikat, dengan memberikan tenggat waktu 2 (dua) tahun kepada pemerintah untuk memperbaiki UU Cipta Kerja.

Berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (“UU MK”), tegas disebabkan :

"MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:"

a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

c. memutus pembubaran partai politik

d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum

Putusan Mahkamah Konstitusi yang memberikan tenggat waktu 2 (dua) tahun kepada pemerintah untuk memperbaiki UU Cipta Kerja, *hakekatnya mendeligitimasi kewenangan Mahkamah Konstitusi* yang berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.

Putusan Mahkamah yang memberikan tenggat waktu 2 (dua) tahun kepada pemerintah untuk memperbaiki UU Cipta Kerja, hakekatnya telah menjadikan Mahkamah Konstitusi sebagai garda kekuasaan. Mahkamah memberikan 'Cek Kosong' kepada pemerintah untuk memperbaiki UU tersebut, sambil terus dapat melaksanakannya.

Mahkamah Konstitusi tetap mengizinkan UU Cipta Kerja berlaku seiring perbaikan yang dilakukan pemerintah. Padahal, semestinya MK membatalkannya dan sifatnya final. Bukan dengan tenggat waktu dua tahun.

Mahkamah konstitusi telah secara sengaja melakukan penipuan konstitusi terhadap seluruh rakyat Indonesia. Mahkamah konstitusi telah menjadikan kewenangan yang ada padanya, untuk melindungi kekuasaan dan menjadi benteng penguasa atas rakyat.

Mahkamah Konstitusi telah mengingkari eksistensinya sebagai lembaga yang menjaga atau menjadi garda konstitusi, dari rongrongan penguasa yang melakukan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Mahkamah Konstitusi telah mengkhianati nilai-nilai keadilan dan kepastian hukum, dengan membuat keputusan yang masih ditindaklanjuti, keputusan yang menyelisihi kehendak rakyat.

Dimana letak final dan mengikatnya, jika putusan MK itu masih ditindaklanjuti dengan perbaikan ? bahkan dalam tenggat waktu dua tahun ?

Dimana letak pembatalan UU Cipta Kerja yang dibacakan MK, kalau faktanya MK masih memberikan kesempatan perbaikan dan mengizinkan pemberlakuan UU sambil menunggu perbaikan ? ini MK, atau peradilan negeri ?

Dimana letak keadilan putusan MK, ketika MK memberikan 'cek kosong' kepada pemerintah, dengan mempersilahkan perbaikan 'tanpa petunjuk apapun' dan membiarkan pemerintah tetap melaksanakan UU sambil menunggu perbaikan ?

Sekali lagi, ini putusan lembaga konstruksi atau putusan dari majelis hadroh ? majelis yang bisa digunakan untuk menyanyi dan menari ?

Mohon maaf, kepada rakyat yang telah terlanjur bergembira periksa kembali substansi putusan MK. Penderitaan yang telah lama dirasakan rakyat, tidak boleh tersia-siakan hanya tertipu dengan permen atau gula gula putusan MK. [].

https://youtu.be/v50rbNfeQ64

https://youtu.be/v50rbNfeQ64

https://youtu.be/v50rbNfeQ64 

Posting Komentar untuk "MK BERKHIANAT, MELEGITIMASI KEZALIMAN DENGAN MEMBERIKAN CEK KOSONG KEPADA PEMERINTAH SELAMA DUA TAHUN UNTUK MEMPERBAIKI UU CIPTA KERJA"