Tingkatkan Muhasabah di Tengah Derasnya Musibah
Oleh: Afiyah Rasyad (Aktivis Peduli Umat)
Banjir lagi, banjir lagi, tak hanya ibu kota yang langganan banjir, wilayah luar ibu kota pun sudah mulai disapa banjir. Musim hujan terjadi setahun sekali. Hujan sesungguhnya adalah berkah, namun jika ada ulah tangan serakah, maka ia akan menjadi musibah.
Di wilayah luar jawa, seperti Gorontalo, sejumlah rumah warga terendam karena tingginya intensitas hujan. Banjir juga merendam Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat selama dua pekan sejak 22 Oktober 2021. Banjir di Kalbar merendam 5 kabupaten, yakni Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Melawi, Kabupaten Sintang dan Kabupaten Kapuas Hulu. Hingga kini, air belum menunjukkan tanda-tanda akan surut. Bahkan, akses kendaraan, khususnya roda dua, di dalam kota nyaris lumpuh (Kompas, 4/11/2021).
Kabar duka juga menimpa Kota Batu dan Malang. Pada Kamis (4/11/2021), banjir bandang menerjang Kota Batu di Jawa Timur akibat intensitas tinggi yang mengguyur wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas yang berada di lereng Gunung Arjuno. Banjir di Batu, Malang, Jawa Timur itu tersebar di enam titik, yakni:
1. Dusun Sambong, Desa Bulukerto
2. Dusun Beru, Desa Bulukerto
3. Desa Sumberbrantas
4. Jalan Raya Selecta, Desa Tulungrejo
5. Jalan Raya Dieng, Desa Sidomulyo
6. Dusun Gemulo, Desa Punten Kecamatan Bumiaji.
Hingga kemarin, Jumat (5/11/2021), upaya pencarian dan pertolongan korban banjir bandang Kota Batu terus dilakukan oleh tim gabungan dari BPBD Kota Batu, PMI, Basarnas, TNI, Polri, dan lintas intansi terkait. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sementara kemarin, dampak banjir bandang Batu Malang menyebabkan enam orang tewas dalam peristiwa tersebut (Kompas.com, 6/11/2021).
Mencari Akar Masalah
Sejatinya perubahan iklim yang ektrem telah dikabarkan. Namun, bukam krisis iklim saja yang mendatangkan bencana. Betapa deforestasi telah terjadi secara luas di negeri ini. Indonesia yang dijadikan buah bibir sebagai jantung dunia, kini tak berdaya diterjang banjir kala hutannya digunduli dengan dalih kemajuan pembangunan dan investasi.
Jamak diketahui, WALHI salah satu organisasi penentang kerusakan ekosistem lingkungan sudah masif bergerak dan bersuara lantang. Sejumlah organisasi yang bergerak dalam lingkungan juga ikut bersura. Sayangnya, bencana terus berulang karena kebijakan yang tak berpihak pada rakyat. Apa yang diharapkan rakyat dan para pegiat pecinta lingkungan bersebrangan dengan pandangan pemangku kebijakan. Sebutlah pernyataan Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar yang belakangan ini memicu kontroversi. Ia mengatakan dalam akun twitternya, “Pembangunan besar-besaran era Presiden Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi,” tulis Menteri Siti.
Betapa banyak hutan gundul demi nafsu serakah para penguasa kapitalis. Parahnya, nafsu mereka seakan didukung oleh kebijakana yang dikeluarkan oleh negara. Wajar saja hal itu terjadi. Negeri mayoritas berpenduduk muslim ini menerapkan sistem kapitalisme. Sehingga, asas yang dipakai adalah manfaat. Keuntungan materi menjadi sumber tujuan dan kebahagiaan tanpa peduli akan kesejahteraan rakyat dan kelestarian lingkungan.
Jelas, deforestasi yang masif dilakukan oleh para kapital atau pemodal untuk mengembangkan usaha mereka. Rakyat kecil yang tak memiliki banyaak harta tak kan memiliki ruang untuk melakukan investasi di negeri ini. Pengusaha kapitalis akan terus mengeksploitasi sumber daya alam. Sementara penguasa yang pernah dibantu saat pemilihan akan memuluskan jalan para pengusaha kapital sebagai politik balas budi.
Maka sampai saat ini, solusi seakan tak pernah dijumpai. Sebab, upaya yang dilakukan mengalami kegagalan dalam mendiagnosis dan mengobati akar krisis lingkungan. Akar masalah dari semua itu adalah penerapan sistem kapitalisme yang materialistik. Sistem yang hanya peduli pada manfaat dan keuntungan ekonomi, meski harus mengorbankan lingkungan. Eksploitasi sumber daya alam terus saja berjalan tanpa kendali. Kebebasan kepemilikan di sistem kapitalisme membenarkan hal itu terjadi. Jelas, akar masalahnya adalah masalah prinsip, yakni diterapkannya ideologi kapitalisme, termasuk dalam bidang ekonomi.
Saatnya Muhasabah Saat Datang Musibah
Musibah yang terus menyapa hampir seluruh wilayah negeri ini, seharusnya mampu mencambuk para penguasa untuk berbenah diri. Sejatinya, akar masalah datangnya musibah bukan semata faktor alam, namun faktor ulah tangan manusia yang merusak lingkungan. Maka, muhasabah atau intropeksi diri untuk menjadikan tatanan kehidupan lebih baik sangatlah penting.
Kapitalisme tak bisa dipertahankan lebib jauh, apa pun mekanismenya. Sebab, sistem ini berasal dari manusia yang serba lemah, terbatas, dan butuh pada yang lain. Selain itu, kapitalisme memiliki banyak kepentingan materi dalam menguasai sebuah negeri. Muhasabah adalah jalan terbaik untuk mengganti sistem rusak buatan manusia dengan sistem Islam yang berasal dari Dzat Yang Mahabaik.
Islam sangat menjaga kelestarian alam dan lingkungan. Penanganan bencana tersebab faktor alam atau ulah tangan manusia harus dilakukan secara fundamental. Yaitu dengan tindakan preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Dalam aspek preventif, Islam akan menetapkan kebijakan pembangunan yang ramah lingkungan, pemanfaatan SDA untuk kemaslahatan umat manusia, serta politik ekonomi berbasis syariat Islam. Negara Khilafah memprioritaskan pembangunan infratsruktur dalam mencegah bencana seperti bendungan, kanal, pemecah ombak, tanggul, reboisasi (penanaman kembali), pemeliharaan daerah aliran sungai dari pendangkalan, relokasi, tata kota yang berbasis pada amdal, serta pengaturan memelihara kebersihan lingkungan.
Khilafah akan menetapkan wilayah tertentu sebagai cagar alam, hutan lindung, dan kawasan buffer yang tidak boleh dimanfaatkan kecuali dengan izin. Khilafah akan terus menerua mengedukasi dan sosialisasi pada masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan dan melestarikan alam, dan masih banyak lagi penjagaan yang akan dilakukan secara preventif. Sistem sanksi yang tegas berlaku bagi siapa pun yang mencemari dan merusak lingkungan.
Adapun pencegahan kuratif, Khilafah akan segera melakukan evakuasi dan membuka akses jalan untuk mobilitas agar tidak terputus. Khilafah juga akan serius menangani bencana banjir, lahar, atau lainnya dengan mengalirkam ke tempat tak berpenghuni yang telah disiapkam sebelumnya. Selain itu, Khilafah akan bergerak cepat mendirikan posko bencana, menetapkan lokasi pengungsian, mendirikan dapur umum, membangun MCK, serta menyediakan segala kebutuhan para korban.
Sementara pencegahan rehabilitatif, Khilafah akan selalu hadir dalam recovery mental korban. Khilafah akan memotivasi para korban untuk senantiasa bersabar atas qodho Allah, berbenah diri untuk selalu dekat pada Allah, memulihkan trauma psikis, dan mencegah para korban untuk bermental korban sehingga pasrah tanpa ada upaya memperbaiki diri. Hal terpenting dalam pencegahan rehabilitatif, Khilafah akan menjaga akal dan akidah umat Islam agar senantiasa bersyakhsiayah Islam sebagai konsekuensi keimanan.
Oleh karena itu, muhasabah saat datang musibah sangatlah penting. Perbaikan dan solusi yang dilakukan saat bersandar pada Islam akan membawa pada keberkahan hiduo, kesejahteraan rakyat, dan kelesterian lingkungan. Dengan demikian, kehidupan Islam akan berlanjut dan membawa manusia pada kemaslahatan.
Wallahu a'lam bishowab.
Posting Komentar untuk "Tingkatkan Muhasabah di Tengah Derasnya Musibah"