DMO dan DMO Migor: Solusi Gempor?
Oleh: Ammylia Ummu Rabani (Muslimah Peduli Umat)
Ironi. Indonesia sebagai negeri penghasil minyak mentah terbesar di dunia masih belum tuntas mengatasi permasalahan minyak goreng. Bagai sinetron yang tayang di televisi, nasib minyak goreng yang mahal masih berepisode hingga detik ini.
Berbagai langkah terus diupayakan, tapi sayang belum saja mampu mengembalikan kodisi minyak goreng ke tingkat harga yang semestinya dan jumlah normalnya. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan berharap, pasokan dan harga minyak goreng membaik dalam dua hingga tiga pekan ke depan menyusul penerapan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) yang telah disempurnakan (republika.co.id/6/6/2022).
Pemerintah secara resmi mengubah kebijakan minyak goreng curah yang tadinya berbasis subsidi menjadi pemenuhan kewajiban pasar domestik (DMO) dan kewajiban harga domestik (DPO). Alokasi DMO nantinya dibagi tidak hanya berdasarkan kapasitas produksi tapi juga kepatuhan terhadap pemenuhannya. Mereka yang patuh akan lebih cepat untuk bisa melakukan ekspor daripada mereka yang tidak patuh dalam memenuhi DMO.
Apakah DMO dan DPO itu?Apakah solusi ini akan efektif dalam mengurai kekusutan ketersediaan minyak goreng dan kenaikan harganya?
DMO adalah batas wajib pasok yang mengharuskan produsen CPO untuk memenuhi stok dalam negeri sesuai ketentuan. Adapun jumlah DMO yang ditetapkan adalah 300 ribu ton minyak goreng. Jumlah ini 50% lebih besar dari kebutuhan domestik sehingga problem kelangkaan diharapkan tidak akan terjadi lagi.
Sementara DPO adalah harga penjualan minyak sawit dalam negeri yang sudah diatur dalam Keputusan Menteri Perdagangan. Disebutkan bahwa harga CPO (sudah termasuk PPN) adalah Rp9.300 per kg. Harga jual tersebut ditetapkan untuk menurunkan harga migor. Sehingga problem migor mahal diharapkan selesai.
Pemberlakuan solusi DPO dan DMO pun menuai berbagai reaksi, pasalnya dinilai tidak mengena pada pokok permasalahannya. Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, belum diperlukan kebijakan DMO CPO sebesar 30% untuk penuhi kebutuhan di dalam negeri.
Mengingat kondisi langkanya minyak goreng, bukan semata disebabkan karena kurangnya pasokan CPO di dalam negeri, tapi CPO yang ada terbagi antara kebutuhan biodiesel dan minyak goreng (detik.news/13/3/2022).
Selain itu, kebijakan DMO sebatas memperhatikan kuota di pasar dalam negeri, sementara distribusi barang dari produsen ke konsumen tidak jadi perhatian, padahal ini yang menjadi titik rawannya.
Sebagaimana yang kita pahami bersama bahwa negeri ini ada dalam cengkeraman dari praktik korporatokrasi. Mode kompromi antara korporasi dan birokrasi. Hasilnya, meskipun terdapat larangan ekspor hingga memenuhi kuota dalam negeri, tapi dengan pemulusan birokrasi, ekspor CPO ilegal tidak bisa dinafikan.
Sehingga, kebijakan DMO dan DPO diduga kuat tidak akan efektif mengurai problem kelangkaan dan kenaikan harga migor. Setali tiga uang dengan kebijakan lainnya seperti subsidi, HET, hingga larangan ekspor. Semua dnilai solusi gempor dalam menyelesaikan permasalahan migor karena pengaturannya bukan berada di tangan negara, melainkan swasta yang yang selalu tergiur pada laba.
Adapun yang dibutuhkan masyarakat adalah solusi hakiki. Penangakan masalah dari akarnya bukan sebatas tambal sulamseperti yang selama ini ditempuh negara. Problem mendasar perihal migor ini tiada lain adalah distribusi yang diserahkan pada swasta sehingga kebijakan apa pun tidak dapat menyelesaikan persoalan umat.
Penguasaan korporasi dari hulu ke hilir menjadikan kebutuhan rakyat tidak terpenuhi secara merata. Hanya yang memiliki modal sajalah yang terpenuhi kebutuhannya.
Sementara rakyat kecilselalu jadi korbannya.
Persoalan migor tidak akan berujung selama masih menggunakan sistem ekonomi kapitalisme. Sistem yang memisahkan agama dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sekali lagi bahwa problem mendasar migor adalah distribusi yang diserahkan pada swasta. Ini adalah wujud tatanan bagi sistem kapitalisme. Orientasi swasta adalah pada profit, wajar saja persoalan tidak selesai. Sehingga masyarakay butuh sistem penggantinya.
Masyarakat harus mendapatkan kebijakan ekonomi yang prorakyat dan bebas dari kepentingan asing juga aseng. Kebijakan ekonomi yang demikian hanya bisa terwujud dalam sistem yang menerapkan syariat secara kafah dalam kepemimpinan yang telah diteladankan Rasulullah Saw dan Khulafaur Rasyidin.
Pemimpin negaranya (imam/khalifah) memanaj penuh terhadap persoalan produksi dan distribusinya.
Peran penguasa dalam Islam adalah mengurusi urusan umat hingga terpenuhi seluruh kebutuhan hidupnya. Ia akan bersikapamanah karena jabatannya kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat, jauh dari orientasi dunia.
Selain mengurusi kebutuhan umat, penguasa pun harus menutup peluang terjadinya kecurangan di pasar, seperti penimbunan, monopoli, ataupun oligopoli.
Semua tindak kecurangan dan spekulatif tidak akan dibiarkan terjadi karena penetapan auran yang bersumber dari kalam Ilahi dan Sunah Nabi. Andaika terjadi, akan cepat ditangani oleh Kadi Hisbah dengan pemberlakun sanksi.
Adapun dari segi produksi, pemimpin negara bertanggung jawab penuh dalam hal ketersediaan. Penguasa benar-benar menjaga agar para petani dapat mudah mengakses ketersediaan bibit, pupuk, pestisida, hingga sarana produksi.
Selain itu, Khalifah sebagai pemimpin negara bertugas mengatur perihal kepemilikan tanah. Misalnya, lahan perkebunan sawit termasuk dalam kekayaan milik umum sehingga rakyat boleh mengelolanya sendiri. Namun, kontrol produksi tetap diserahkan pada negara.Dari sisi distribusi pun, Khalifah akan memetakan wilayah yang surplus dan yang minus sehingga distribusi barang akan cepat merata jauh dari ketimpangan.
Dengan solusi hakiki yang demikian, jika ingin menyelesaikan persoalan migor dari produksi hingga distribusi, mendesak kiranya agar negeri ini segera menerapkan sistem ekonomi Islam di bawah kepemimpinan Islam (khilafah) agar menjadi negeriyang diberkahi dan dirahmati Allah,Robbul Izzati.
Wallahu’alambishowab
Posting Komentar untuk "DMO dan DMO Migor: Solusi Gempor?"