Mengapa Penistaan Agama Terulang Kembali?
Oleh: Arinah Lutfhiah (Pemerhati Kebijakan Publik)
Selebgram Lina Mukherjee menjadi tersangka penistaan agama karena mengucapkan basmalah saat makan olahan babi. (CNNIndonesia.com, 27-04-2023). Ada pula Warga Negara Asing (WNA) ditetapkan sebagai tersangka penistaan agama karena meludahi salah satu imam masjid Jami Al-Muhajirin, Bandung saat menyalakan murotal Al-Qur'an (CNNIndonesia.com, 28-04-2023).
Agama Islam kembali dinistakan, bahkan ada dua kejadian berbeda dalam waktu yang berdekatan. Penistaan agama kali ini terjadi dalam bentuk video tiktok yang diunggah oleh seorang selebgram bernama Lina Mukherjee. Dalam konten tersebut, Lina yang diketahui beragam Islam terlihat mengonsumsi daging babi sembari mengucapkan kalimat basmalah. Hal ini pun memicu respon keras dari para netizen, di mana salah satu pemuka agama di Palembang, Syarif Hidayat melaporkan Lina ke polisi. Polda Sumsel pun akhirnya menetapkan selebgram sekaligus tiktoker tersebut sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama imbas konten makan babi.
Kasus penistaan agama berikutnya dilakukan oleh seorang warga negara asing (WNA) asal Australian yang berinisial BCAA 43 tahun yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka setelah ia meludahi Imam Masjid Jami Al- Muhajirin, Bandung. Kronologinya, WNA tersebut telah dilaporkan tengah menginap di salah satu hotel yang tidak jauh dari Masjid Jami Al-Muhajirin, Bandung. Namun, ketika imam masjid Muhammad Basri Anwar memutar rekaman murotal Al-Qur'an, bule tersebut tiba-tiba datang dan meludahi wajahnya.
Sebelumnya dia juga mengeluarkan kata-kata kasar dan hendak memukul sang imam masjid, semua kejadian tersebut terekam cctv hingga viral di sosial media. Penistaan agama yang kembali terjadi untuk kesekian kalinya sejatinya menunjukkan bahwa negara tidak mampu memberi efek jera pada pelaku atas kasus-kasus penistaan sebelumnya. Hal itu merupakan satu keniscayaan dalam sistem sekuler karena agama hanya dipandang sebagai urusan individu dan diterapkan hanya dalam ruang privat rakyat.
Penistaan Agama Terus Berulang dalam Sistem Sekuler
Sekularisme yang dianut negeri ini adalah paham yang memisahkan antar urusan agama dan kehidupan. Paham ini telah menjamin kebebasan termasuk kebebasan pendapat dan berekspresi. Meski negara ini menggolkan penistaan agama sebagai tindak pidana namun tidak ada sanksi tegas yang membuat jera.
Dalam Pasal 156a KUHP tindakan penistaan agama diancam dengan pidana penjara selama 5 tahun penjara. Artinya, hukuman bisa lebih ringan lagi dari penjara 5 tahun. Negara yang berlandaskan kebebasan telah menjamin setiap orang berbicara dan bertindak semaunya tanpa takut ditindak aparat.
Tak ayal dikatakan, bahwa dalam sistem sekuler-liberal penistaan agama yang melukai kaum muslimin tampak sangat ditolerir. Nilai HAM, demokrasi dan toleransi pun hanya omong kosong saat dihubungkan dengan Islam dan kehormatan kaum muslimin. Sementara negara seolah bungkam dengan kasus-kasus penistaan agama. Negara tidak melihat hal ini adalah persoalan serius yang harus segera dicari akar permasalahannya dan diselesaikan dengan tuntas.
Negara seolah meminta umat Islam di negeri ini untuk bersabar dan tidak anarkis terhadap penistaan agama. Inilah gambaran negara sekuler yang menggunakan aturan selain Islam dalam mengatur negara. Wajar saja tidak ada keadilan dan penjagaan akidah warga negaranya.
Islam Menindak Tegas Pelaku Penistaan Agama
Berbeda dengan negara yang berlandaskan Islam, negara salah satu pilar penjaga kemuliaan agama. Islam memiliki mekanisme untuk membuat jera penista agama dengan tetap berpegang pada prinsip toleransi yang ada padanya, tidak hanya menindak para pelaku penista agama.
Sistem Islam yang dijalankan negara dan masyarakat juga akan menciptakan kehidupan yang harmonis, saling menghormati dan menghargai antar sesama pemeluk agama. Bahkan, dalam sejarah Islam yakni Khilafah tidak ditemukan penguasa yang lemah menghadapi penista agama. Sebab, Khilafah adalah institusi yang menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam kehidupan, mengemban dakwah ke selluruh dunia, melindungi kaum muslimin dan mengurus keselamatan mereka.
Khilafah pula yang akan menjadi junnah (perisai) bagi kaum muslimin dari setiap teror dan serangan musuh-musuh Islam. Di belakang Khilafah ini pula kaum muslimin akan berperang melawan setiap pihak yang merusak kehormatan Islam dan kaum muslimin. Sebab salah satu fungsi negara dalam Islam adalah menjaga agama dengan menjaga akidah umat.
Khilafah juga tidak akan pernah membiarkan siapa pun menista agama Islam, negara justru akan menggencarkan dakwah Islam untuk menciptakan kondisi-kondisi agar umat terpelihara fitrahnya sebagai muslim yang tunduk pada penciptanya. Serta mengantisipasi dan menutup semua celah terjadinya penyimpangan melalui penerapan sanksi yang tegas sesuai Al-Qur'an dan As-sunah. Baginda Rasulullah saw., pernah pernah menerapkan sanksi bunuh terhadap pelaku penistaan agama.
Di masa Khilafah Ustmaniyah, negara bersikap tegas dengan menyiapkan pasukan perang untuk menyerang Prancis, ketika diketahui bahwa di sana akan diadakan pertunjukan Opera yang isinya menghina Nabi saw. Karena itu, hanya Khilafah yang akan menghentikan dan menuntaskan segala bentuk penistaan agama, khususnya terhadap Islam yang menggejala dalam sistem sekuler-liberal. Allaualam Bishawab.
Posting Komentar untuk "Mengapa Penistaan Agama Terulang Kembali?"