Tawuran Pelajar, Buah dari Pohon Beracun Pendidikan Ala Sekuler
Oleh : Keysa Neva (Aktivis Mahasiswa)
Headline berita serasa tak pernah bosan menampilkan potret suram pemuda negeri ini. Tawuran antar pelajar seakan telah menjadi hal lumrah di negeri kita. Bagi remaja sendiri, tawuran merupakan unjuk eksistensi diri dalam pembuktian posisinya di hadapan teman-teman dari sekolahnya maupun dari sekolah lain. Sehingga seringkali membuat pelajar merasa bahwa tawuran merupakan suatu hal yang “wajib” jika ingin keberadaannya diakui.
Pekan pertama masuk sekolah pada tahun ajaran baru sudah diwarnai dengan potret kenakalan remaja. di Kabupaten Tangerang, Polresta Tangerang mengamankan 69 pelajar yang berencana tawuran pada hari pertama masuk sekolah di Kawasan Balaraja, Kabupaten Tangerang. (beritasatu.com/17/7/2023).
Keramaian pekan pertama masuk sekolah dilanjutkan oleh pelajar dari Bogor. Disadur dari beritasatu.com (23/7/2023) Polsek Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat mengamankan 20 pelajar yang rata-rata kelas 1 SMA ketika mereka hendak melakukan tawuran. 5 diantaranya membawa senjata tajam. Rata-rata dari mereka adalah murid kelas 1 SMA yang sedang mencari eksistensi untuk masuk ke dalam sebuah “kelompok” yang dianggap keren.Sekumpulan remaja di Jakarta Utara juga melakukan tawuran di Jembatan Bandengan hanya untuk membuat konten yang akan di unggah ke media sosial. (antaranews.com/18/7/2023).
Semakin merebak dan meratanya kasus tawuran, tak hanya di kota metropolitan saja tapi di kota kecil pun sudah sering terjadi tawuran antar pelajar. Seolah semua daerah tak mau absen dari kasus ini. Aksi tawuran antar pelajar terjadi di Jalan Purworejo-Magelang KM 16, Dusun Simpu, Desa Ketosari, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, pada Senin (17/7/2023) sore. (jogja.tribunnews.com/18/7/2023).
Tawuran yang biasanya dilakukan belasan sampai puluhan siswa jelas sangat membahayakan nyawa baik pelaku maupun orang yang tak terlibat sama sekali. Gerombolan pelajar pun dengan beraninya mengangkat sajam. Tak ayal banyak warga yang ketakutan dan memilih bersembunyi daripada melerai yang dapat mengakibatkannya menjadi korban juga.
Terbukti tak terhitung darah yang hilang sia-sia akibat kericuhan ketika tawuran, ada yang terkena sajam, terinjak, terhimpit, dan lainnya. Disadur dari tangerangnews.com (22/7/2023) setelah kejadian tawuran di Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, seorang siswa terkapar diatas aspal dengan kondisi masih memakai baju batik kuning sekolah yang warnanya telah berubah menjadi merah akibat luka parah bekas sabetan senjata tajam. Siswa tersebut masih sadarkan diri dan menangis menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya.
Buah jatuh tak jauh dari pohonnya, ungkapan tersebut rasanya sangat tepat untuk menggambarkan bagaimana potret remaja sekarang. Sosok remaja yang lahir dari sistem pendidikan kapitalisme-sekulerisme memiliki sikap yang mirip dengan induknya. Keduanya melahirkan remaja yang berorientasikan dunia semata. Remaja sekarang, menganggap bahwa hidup adalah “muda foya-foya tua kaya raya”. Hidup hanya kesenangan materi semu saja.
Kapitalisme sukses besar menumbuhkan penyakit wahn (cinta dunia dan takut kematian) dalam jiwa pelajar. Budaya flexing imbas dari kehidupan hedonisme menjadi ajang pembuktian diri. Sekulerisme juga telah berhasil menjauhkan pelajar saat ini dari nilai-nilai agama terkhusus moral. Tindakan nakal pelajar tidak akan muncul dari jiwa yang paham akan nilai agama.
Dalam Islam ditegaskan bahwa segala tindak tanduk manusia akan dihisab di akhirat. Namun, pelajaran agama seperti didistorsi dari kurikulum ala sekuler. Nilai luhur dari agama dicampakkan sehingga kebanyakan dari output pendidikan kita hari ini baik di Indonesia secara khusus maupun dunia secara umum mendikotomikan ilmu dari kehidupan. Guru menerangkan, materi masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Tak berbekas dalam perilaku pelajar.
Kapitalisme-sekulerisme juga menghasilkan generasi strawberi. Terlihat ranum namun sangat lembek dan mudah hancur. Terbukti dari pelajar yang diamankan polisi saat akan melakukan tawuran, mereka menangis tersedu ketika digiring ke kantor polisi dan dipertemukan dengan orang tua mereka. Padahal sebelumnya pelajar tersebut dengan gagah beraninya menenteng senjata tajam. Namun ternyata mental mereka lemah.
Tak dapat kita pungkiri, jam pelajaran agama terus dipangkas waktunya. Standar pendidikan yang digodok pemerintah seolah tak kunjung menemukan titik kematangannya. Konsep pendidikan kita masih absurd terlebih pelajar juga dicekoki berbagai propaganda godokan barat yang semakin menggoyahkan iman dan semangat keislaman. Jadilah remaja sekarang berjalan dengan jiwa-jiwa yang kering dari ruh Islam. Berbuat semaunya tanpa tahu alur dan arah dari tujuan hidup yang sebenarnya.
Pendidikan dalam Islam
Islam memiliki seperangkat aturan yang lengkap mengenai sistem pendidikan. Islam bukanlah sekedar agama tapi juga sebuah ideologi yang mampu menyelesaikan berbagai persoalan hidup. Individu yang yang lahir dari sistem pendidikan Islam adalah mereka yang mampu memahami hakikat kehidupan, keberadaannya menjadi lentera bagi umat. Masyarakat luas akan merasakan keberadaan sosok pelajar yang berjiwa tangguh, berkarya dan bermanfaat untuk masyarakat luas bukan hanya berguna untuk kepentingan pribadi maupun segelintir korporat.
Pribadi luhur pelajar Islam tidak tiba-tiba lahir secara simsalabim. Islam memiliki konsep utama dalam membentuk sosok pelajar yang berkualitas. Diantaranya:
Mata ajaran dan metodologi penyampaian berlandaskan akidah Islam.
Membentuk pelajar yang : a. Bersyakshsiyah (pola sikap dan pola pikir) Islam, b. Menguasai pemikiran Islam, c. Menguasai ilmu terapan Iptek, d. memiliki keterampilan yang tepat dan berdaya guna.
Islam juga memiliki metodologi pendidikan bagi anak usia baligh maupun pra baligh. Sehingga pelajar mampu memikul taklif hukum Islam. Kematangan berpikir tentu akan tercipta karenanya, pembentukan pribadi dan mental yang matang agar kuat menghadapi tantangan kehidupan.
Jika kita lihat dari konsep pendidikan Islam diatas, tak ayal pada abad pertengahan Islam menjadi pusat peradaban dan rujukan ilmu pengetahuan. Seluruh dunia berporos pada peradaban emas Islam saat itu. Islam mampu menghasilkan output pendidikan yang dapat menyatukan antara iman, ilmu, amal, dan jihad.
Di sisi lain, para penganut sekulerisme memang seakan terlihat berhasil melahirkan sosok ilmuwan. Namun ternyata buah yang dipetik dari pohon pendidikan ala sekuler memiliki dikotomi yang sangat kontras antara ilmu dan kehidupan sehari-harinya. Tak heran banyak dijumpai di barat, ilmuwan tetapi pemabuk, profesor tetapi lgbtq+ dan semacamnya.
Perlu kita garis bawahi bahwa ketika abad pertengahan, ketika pendidikan dunia berporos pada Islam. Ada institusi yang menjalankan konsep pendidikan Islam tersebut. Institusi yang mampu melahirkan generasi unggul, generasi emas peradaban. Institusi yang menerapkan 3 pilar utama pendidikan : agama, ilmu pengetahuan, dan politik. Umat muslim dunia bersukacita memanen buah peradaban hasil pendidikan Islam tersebut.
Bukan suatu hal utopis akan lahir pula Ibnu Al-haitam abad 21, Maryam Al-asturlabi abad 21, dan sederet nama ilmuwan Islam lainnya jika kita semua hari ini mau dan memperjuangkan institusi yang menjalankan sistem pendidikan Islam serta seluruh sistem Islam secara kaafah. Institusi itu adalah Daulah Khilafah. []
Posting Komentar untuk "Tawuran Pelajar, Buah dari Pohon Beracun Pendidikan Ala Sekuler"