Kelangkaan LPG Bersubsidi, Mengapa Terulang Kembali?



Oleh: Yulida Hasanah (Aktivis Muslimah Brebes)

Masyarakat kembali dibuat pusing dengan langkanya gas LPG tabung 3 Kg bersubsidi. Sudah hampir dua pekan ini beberapa daerah di Indonesia mulai menerapkan aturan pemerintah terkait pembelian LPG subsidi tabung 3 Kg. Hal itu berdasarkan keputusan baru dari Menteri ESDM tertanggal 27 Februari 2023. Termasuk juga aturan baru terkait siapa saja yang boleh dan tidak boleh mengonsumsi LPG 3 Kg yang tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM No. 37.K/MG.01/MEM.M/2023.

Warga yang berhak memakai LPG 3 Kg bersubsidi harus datang langsung ke pangkalan membawa KTP asli untuk didata NIK-nya. jika NIK tercantum dalam situs web subsiditepat mypertamina.id, maka akan langsung dilayani. Tetapi jika tidak tercantum, maka pembeli akan diminta data tambahan dan selama fase sosialisasi dan pendataan masih akan terus dilayani dengan syarat wajib membawa KTP untuk dicatat oleh pihak pangkalan dan untuk keperluan verifikasi atau pemutakhiran data oleh Kemenko PMK (detik.com/jatim/bisnis/27-7-2023)

Usut punya usut, aturan pemerintah yang terkesan makin ketat dalam pembelian LPG bersubsidi 3 Kg tersebut dianggap karena banyaknya konsumen yang tidak tepat sasaran. Di sisi lain kelangkaan gas melon yang hanya diperuntukkan pada masyarakat miskin ini disebut-sebut juga karena adanya peningkatan konsumsi yang terjadi di bulan Juli kemarin. “Jadi sebetulnya tidak ada kelangkaan, yang ada adalah ‘over demand’”, ungkap Fadjar Djoko Santoso selalu VP Corporate Communication Pertamina. (Bisnis.com/27-7-2023)

Ada dua faktor penyebab persoalan kelangkaan LPG yang selalu terjadi berulang kali pada keterbatasan barang dan adanya distribusi barang yang tidak merata. Faktor pertama yakni keterbatasan barang, bisa saja terjadi karena memang pemerintah juga harus membeli kebutuhan gas dalam negeri di negerinya sendiri. Padahal faktanya, sumber daya alam negeri ini melimpah, termasuk stok Migasnya. Namun, secara jujur Indonesia masih bergantung pada asing dalam pengelolaannya. Bahkan privatisasi Migas sudah terjadi dari hulu hingga hilirnya.

Jadi, kekayaan alam yang melimpah yang secara perkiraan akal manusia pasti mampu mencukupi kebutuhan Gas dalam negeri ternyata tak dirasakan di negeri ini. Karena efek dari privatisasi Migas adalah mau tidak mau, pemerintah harus membeli hasil alam sendiri yang telah dikelola oleh Asing sebagai pihak investor. Dan yang pasti, para investor inilah yang memegang kendali dari eksploitasi SDA bumi pertiwi. Inilah yang disebut dengan liberilasasi Migas dari hulu hingga hilir

Masyarakat juga tidak bisa lagi menutup mata mereka terkait penjajahan atas nama investasi dan privatisasi SDA khususnya Migas di negeri ini. Pasalnya, SDA negeri ini masih menjadi primadona bagi perusahaan Internasional. Adalah 5 perusahaan besar dunia yang menguasai SDA Energi yang masih bertengger di negeri ini.Pertama, yakni Brithis Petroleum (BP) milik Inggris yang menguasai sektor hulu Migas Indonesia. Kedua, Chevron Corporation yang merupakan salah satu perusahaan energi terbesar dunia asal AS dan menjadi produsen minyak mentah terbesar di Indonesia. Selanjutnya ada ExxonMobil yakni perusahaan raksasa asal AS ini juga melakukan produksi siap jual (lifting) ke-800 dari Wilayah Kerja (WK) Cepu. 

Keempat adalah Petronas (Petrolium Nasional Berhad), perusahaan minyak dan gas Malaysia sekaligus menjadi operator dari kontrak kerjasama North Madura II di lepas pantai Jawa Timur dan rekanan dari enam Kontraktor kerjasama lainnya yang terletak di daratan dan lepas pantai Sumatra, Natuna, Jawa Timur dan juga Indonesia Timur. Kelima adalah Premier Oil yaitu perusahaan London yang menemukan cadangan minyak dan gas bumi di Wilayah Kerja atau Blok Tuna yang terletak di lepas pantai Natuna Timur, tepat di perbatasan Indonesia-Vietnam.

Dari sini saja sudah membuktikan bahwa bagaimana bisa negeri ini bisa mencukupi kebutuhan energi berupa gas untuk kesejahteraan rakyatnya, jika sumber daya alam energinya diberikan pada Asing? Belum lagi terkait faktor kedua kelangkaan gas karena distribusi yang tidak merata. Hal ini jelas menjadi masalah, saat ketegasan hukum dalam menindak kelompok maupun individu yang curang dalam mendapatkan LPG bersubsidi 3 Kg. Dan seharusnya tidak ada kasus LPG tabung melon tidak tepat sasaran, karena semua rakyat punya hak yang sama dalam pelayanan dan pemenuhan kebutuhan pokoknya, termasuk kebutuhan terkait gas sebagai bahan bakar. Dan hal ini tidak didapati dalam masyarakat yang berada dalam pengaturan sistem ekonomi kapitalis sekuler. Yang ada, masyarakat dipaksa untuk membeli dengan harga tinggi barang yang seharusnya menjadi haknya dan dipersulit mendapatkannya dengan alasan ‘subsidi’.

Islam dan Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Semua Rakyat Tanpa Terkecuali

Sebagai sebuah aturan hidup yang sempurna, Islam diturunkan dalam rangka menjadi solusi atas semua masalah yang dihadapi manusia, bahkan solusi atas masalah yang akan dihadapi manusia nanti. Termasuk bagaimana menjawab tantangan global terkait politik energi yang akan memberikan jaminan atas terpenuhinya kebutuhan energi bagi kesejahteraan masyarakat. Dalam Islam, energi seperti migas, panas bumi dan sebagainya termasuk ke dalam kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh negara dan hasilnya diberikan untuk kemaslahatan rakyat. 

Indonesia merupakan negeri muslim yang melimpah sumber daya alamnya dengan berbagai sumber energi yang dikandungnya. Tentu saja, kondisi ini haruslah dikelola oleh negara dengan menerapkan aturan yang mampu membawa keberkahan berupa kemakmuran rakyat dibawah keridlan-Nya, yang tidak lain adalah syariah Islam. 

Negara tidak dilarang mengontrakkan pengelolaanya kepada swasta, tetapi dengan akad kontrak kerja, bukan konsesi bagi hasil apalagi menjual kepada investor atas nama investasi. Pengelolaan sumber daya alam ini jelas mengikuti ‘mindset’ sebagai ‘Ra’in’ yakni pemimpin yang wajib mengurus kebutuhan rakyat, dalam hal ini pemenuhan akan energi dengan sebaik-baiknya. Hingga memastikan tidak ada seorangpun yang kesulitan mendapatkan energi seperti gas LPG.

Adapun keberadaan perusahaan-perusahaan energi milik negara akan terus didorong untuk berinovasi dan kreatif sesuai syariah menjadi penopang industri demi kemandirian pengelolaan SDA dan tidak mudah terjajah oleh pihak Asing. Dan selanjutnya, dengan Islam, menyatukan kekuatan energi dan SDA negeri-negeri muslim seluruh dunia bukanlah suatu yang mustahil. Yakni apabila umat muslim dunia kembali pada sistem Islam kaffah dalam institusi pemerintahan Islam. Dan berani membuang sistem kapitalisme yang selama ini menjadi biang terjadinya kelangkaan LPG yang terus berulang. Wallaahua’lam!

Posting Komentar untuk "Kelangkaan LPG Bersubsidi, Mengapa Terulang Kembali?"