Moderasi Beragama Bukan Solusi Mengatasi Problem Mental Remaja
Image credit by kemensos.go.id |
Oleh : Permadina Kanah Arieska, S.Si., M.Si
Problem mental dikalangan remaja Indonesia mengalami tren peningkatan yang cukup tajam. Menurut Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey 2022, 15,5 juta (34,9 persen) remaja mengalami masalah mental dan 2,45 juta (5,5 persen) remaja mengalami gangguan mental , sesuai dengan panduan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Edisi Kelima (DSM-5) yang menjadi panduan penegakan diagnosis gangguan mental di Indonesia. Dari jumlah itu, baru 2,6 persen yang mengakses layanan konseling, baik emosi maupun perilaku. [1].
Tak hanya itu, sejumlah laporan Organisasi Kesehatan Dunia juga menunjukkan, secara global satu dari tujuh anak usia 10-19 tahun mengalami gangguan jiwa, terhitung 13 persen dari beban global penyakit pada kelompok usia ini. Depresi, kecemasan, dan gangguan perilaku adalah salah satu penyebab utama penyakit dan kecacatan di kalangan remaja. Bunuh diri adalah penyebab utama kematian keempat di antara usia 15-29 tahun.
Bunuh diri kini kian banyak dijadikan opsi pemecahan masalah di kalangan pemuda. Bunuh Diri Mahasiswi 18 tahun Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang nekat melompat dari lantai 4 Gedung asrama akibat depresi, kasus bunuh diri mahasiswa Universitas Gadjah Mada (18 tahun) tewas terjatuh dari lantai 11 Hotel, Kasus bunuh diri mahasiswa Universitas Padjadjaran yang ditemukan tewas dengan cara gantung diri, telah menambah daftar panjang kasus bunuh diri dikalangan remaja [2].
Untuk mengatasi masalah mental, pemerintah meluncurkan proyek moderasi beragama sebagai salah satu program prioritas nasional Revolusi mental dan pembangunan kebudayaan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Dalam Renstra Kementrian Agama Tahun 2020-2024, moderasi beragama dan kerukunan umat beragama juga dijadikan sebagai salah satu sasaran strategis pembangunan manusia dibidang agama yang perlu ditingkatkan. Kementrian agama memfasilitasi modul moderasi beragama serta menjadikan misi moderasi beragama disetiap aktifitas kegiatan madrasah [3].
Pertanyaannya, mampukah proyek moderasi beragama menyelesaikan problem mental remaja? Ataukah proyek moderasi beragama ini malah membuat pemuda menjadi lemah sebab tak lagi menjadikan agama sebagai solusi dalam menyelesaikan masalahnya?
Moderasi Beragama Membentuk Pemahaman Sekuler Bagi Pemuda
Gagasan moderasi beragama merupakan ide untuk memasukkan cara pandang baru terhadap agama. Jika dikaitkan dengan moderasi Islam maka tujuan dari moderasi beragama adalah agar kaum muslim menerima dimensi kunci peradaban demokrasi termasuk didalamnya gagasan tentang Hak Asasi Manusia (HAM), kesetaraan gender, pluralisme dan menerima sumber-sumber hukum non sektarian [4]. Sebagai contoh aturan Islam tentang ekonomi dan politik dianggap tak lagi sesuai dengan zaman dan masyarakat yang beragam budaya dan agamanya, maka harus dilawan dan dilakukan rekontekstualisasi ulang. Hukum-hukum Islam yang dianggap jadul dan tidak sesuai dengan fakta perkembangan zaman dilakukan reaktualisasi fikih dengan tujuan menyesuaikan fikih dengan fakta. Padahal hakekatnya adalah gerakan mengubah hukum Syariat.
Akibat dari pemahaman ini,seorang muslim akan menjadikan Islam hanya sebatas sebagai agama ritual saja. Islam tak lagi dijadikan sebagai landasan berfikir maupun bertindak. Kaum muslim tetap melakukan sholat, menghafal Alquran namun tak lagi menyandarkan aturan perundangan negara dan juga solusi mengatasi problem hidupnya dengan Islam semata. Tak heran jika kita dapati ada mahasiswa yang dalam kesehariannya rajin dalam ibadahnya namun memilih mengakhiri hidup dengan bunuh diri sebagai solusi menyelesaikan problemnya.
Inilah yang disebut dengan gaya hidup sekuler. Menjadikan Islam hanya sebatas pada aspek ruhiyah namun meminggirkan peran agama dari ranah negara dan masyarakat. Jelas, proyek moderasi beragama kian membuat mental pemuda rapuh dan labil sebab tak lagi menjadikan Syariat sebagai Problem Solver dalam semua masalah hidupnya.
Islam Kaffah Solusi Fundamental Problem Mental Remaja
Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna yang diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia. Islam telah terbukti selama berabad – abad lamanya mampu memimpin dunia dengan berbagai keberagaman penduduknya. Penerapan Islam secara totalitas diberbagai bidang kehidupan,mulai dari aspek politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan, ekonomi hingga pendidikan, telah diakui dunia mampu membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Tak hanya itu, penerapan Islam secara kaffah juga mampu mencetak generasi-generasi muslim yang memiliki mental kuat dan produktif dalam mengisi kehidupan remajanya.
Setidaknya ada 3 alasan mendasar mengapa Islam Kaffah dapat menjadi solusi problem mental remaja, diantaranya:
1. Pendidikan dalam Islam ditujukan untuk mencetak manusia manusia yang berkepribadian Islam. Islam dijadikan sebagai landasan dalam berfikir dan bersikap. Semakin tinggi tingkat pendidikannya, semakin tinggi pula ketakwaaannya, semakin tinggi pula ketaatan kepada Robbnya. Pendidikan tak sekedar dijadikan sebagai alat pembangkit ekonomi sebagaimana hari ini, dimana pendidikan hanya diarahkan pada kompetensi peserta didik untuk meraih materi duniawi setinggi mungkin.
2. Negara menerapkan Islam secara totalitas dalam semua ranah kehidupan masyarakat. Islam dijadikan sebagai landasan dalam bernegara, mulai dari mengatur politik, ekonomi hingga sosial budayanya. Budaya-budaya yang merusak seperti HAM, liberalisme hingga budaya bunuh diri untuk menyelesaikan problem hidup tak lagi bisa diakses oleh masyarakat sebagaimana fakta yang terjadi hari ini.
3. Islam memiliki pandangan menyeluruh tentang konsep hubungan antara hamba dan Robbnya. Manusia didunia diatur oleh Allah dan senantiasa akan ada ujian-ujian untuk meningkatkan ketakwaannya. Seorang muslim yang menerapkan Islam totalitas dalam dirinya, sangat memahami apa yang harus dia lakukan saat ada masalah dalam kehidupannya. Dia akan mengadu kepada Allah, dia akan sujud kepadaNya dan dia akan mencari jalan pemecahan masalah menurut syariat yang telah diberikan oleh Tuhannya. Maka bunuh diri tak lagi menjadi list solusi bagi kehidupan pemuda muslim.
Banyak kita dapati, profil generasi muda muslim yang kuat dan tangguh dalam menghadapi masalah hidup. Ali bin Abi Thalib sahabat nabi yang usianya sangat muda, produktif dalam menghafal hadits hingga memimpin peperangan. Muhammad al Fatih, pemuda penakluk Konstantinopel hingga Imam Syafii, pemuda yang gigih menimba ilmu sejak remaja dan berhasil menjadi ulama besar.
Jelas, Islam Kaffah telah terbukti membentuk mental pemuda Islam yang kokoh dan produktif. Sebaliknya, moderasi beragama hanya menjadikan mental pemuda lembek dan miskin solusi. []
-------------ooo-------------
[1] https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/05/03/krisis-kesehatan-mental-melonjak-di-kalangan-remaja
[2]https://ameera.republika.co.id/berita/s21bfe425/kasus-bunuh-diri-mahasiswa-yang-menyayat-hati-dari-gantung-diri-hingga-lompat-dari-gedung
[3] https://news.republika.co.id/berita/r3achm415/moderasi-beragama-di-madrasah-aliyah
[4] Melawan Proyek Moderasi Agama : Istilah, Wacana, Propaganda dan Ide -Ide Derivasinya. Syamsudin Ramadhan An Nawiy. Al Azhar Fresh Zone Publishing. 2023
Posting Komentar untuk " Moderasi Beragama Bukan Solusi Mengatasi Problem Mental Remaja"