Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menengok Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW dan Hal yang Melatar Belakangi-nya




Oleh: Gesang Ginanjar Raharjo/ Nilufar Babayigit 


Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW diperingati umat Islam setiap 12 Rabiul Awal, bulan ketiga dalam kalender Hijriah, yang mana perayaan ini merujuk pada hari kelahiran Nabi Muhammad SAW yang lahir di kota Makkah pada tahun gajah, tepatnya tahun 570 Masehi.

Namun tidak dipungkiri dalam perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw ada pro kontra dari dulu hingga kini, polemik ini pun kian memanas ketika ada kelompok yang melarang-nya secara mutlak dan menganggapnya sebagai Bid'ah, namun disisi lain ada kelompok yang membolehkan perayaan maulid nabi ini dengan syarat-syarat tertentu.

Dari polemik ini penulis akan mencoba membahas sejarah awal mula perayaan Maulid Nabi Muhammad hingga hal-hal yang melatar belakanginya perayaan ini. 

Ada beragam versi mengenai awal mula perayaan maulid nabi ini, kata 'Maulid' ini berasal dari kata bahasa Arab, 'Walada Yalidu Wiladan' yang artinya 'kelahiran'. Nah, Terkait masalah ini ada sejarawan yang mengatakan bahwa maulid Nabi ini pertama kali atau sudah diadakan pada tahun kedua hijriah atau pada saat Rasulullah masih hidup.

Ada juga sejarawan yang mengatakan perayaan maulid nabi ini ada pada masa kekuasaan Fatimiyah yang kemudian perayaan ini dilarang oleh Al-Afdhal bin Amir al-Juyusy seorang gubernur pada masa Khalifah Al-Mustaali tapi kemudian dibolehkan lagi digelar pada masa Amir li Ahkamillah tahun 524 H. Pendapat ini dikemukakan oleh Al-Sakhawi (wafat 902 H).

Dalam kitab "Wafa’ul Wafa bi Akhbar Darul Mustafa" karangan Nuruddin Ali.

Disebutkan, Khaizuran atau Jurasyiyah binti 'Atha (170 H/786 M) yang mana merupakan istri Khalifah al-Mahdi bin Mansur al-Abbas juga ibu dari Amirul Mukminin Musa al-Hadi dan al-Rasyid juga disebut sebagai orang yang pertama kali menggelar Maulid Nabi Muhammad SAW.

Pada saat itu Khaizuran memerintahkan penduduk Madinah untuk menggelar perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di Masjid Nabawi.

Khaizuran kemudian pergi ke Makkah dan melakukan perintah yang sama kepada penduduk Makkah guna merayakan Maulid Nabi SAW di tempat tinggal mereka masing-masing.

Sosok berpengaruh Khaizuran ini mampu menggerakkan masyarakat muslim Arab untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW Hal ini dilakukan supaya ajaran dan kepemimpinan Nabi SAW dapat terus menjadi uswatun hasanah dan menginspirasi kaum muslimin.

Ada juga sejarawan yang mengatakan bahwa maulid nabi ini pertama kali digelar oleh khalifah Mudhaffar Abu Said penguasa Irbil, Irak/Abbasiyah pada tahun 630 H. Perayaan ini digelar sebagai wasilah agar negerinya selamat dari serangan pasukan Mongol, Temujin atau Jengis Khan pada (1167-1227 M). 

Tidak tanggung-tanggung, dia menggelar acara maulid ini secara besar-besaran merayakannya selama 7 hari 7 malam. Dalam acara Maulid itu dikisahkan ada 5.000 ekor kambing, 10.000 ekor ayam, 100.000 keju dan 30.000 piring makanan. Bahkan acara ini menghabiskan 300.000 dinar. dalam acara itu Mudhaffar juga mengundang para penyair dan motivator untuk menghidupkan ghirah/semangat berjihad kepada kaum Muslimin. Hasilnya, semangat jihad itu muncul dan menjadi benteng yg kokoh bagi kaum muslim pada saat itu. Rujukan: (Abd. Al-Rahman Al-Sayuthi, Husnu Al-Maqsub:Fi Amali Al-Maulid (Beirut: Darul kutub Al-ilmiyah, 1985 ), hal 43-45.)

Bahkan Imam Jalaluddin Abdurahman as-Suyuthi (wafat 991 H) dalam kitabnya, ia mengatakan: 

“Orang yang pertama kali mengadakan seremonial itu (maulid nabi) adalah penguasa Irbil, yaitu Penguasa/Khalifah Muzhaffar Abu Said Kuukuburi bin Zainuddin Ali ibn Buktitin, salah seorang penguasa yang mulia, agung, dan dermawan. Dia juga memiliki rekam jejak yang bagus. Dan, dialah yang meneruskan pembangunan Masjid al-Muzhaffari di kaki gunung Qasiyun.” (Imam as-Suyuthi, al-Hawi lil Fatawi, [Beirut, Darul Fikr: 2004], juz I, halaman 182).

Pada masa Islam diserang oleh Pasukan salib, khususnya serangan dari (Prancis, Jerman dan Inggris) yang digelorakan oleh Paus Urban II. Pada tahun 1099, pada saat itu semangat jihad kaum muslimin melemah, terlebih saat itu persatuan umat Islam terpecah belah meskipun kekuatan kaum muslimin masih tetap dipusatkan di Abbasiyah. 

Karena hal inilah untuk menggelorakan semangat persatuan dan jihad diantara kaum muslimin untuk melawan pasukan salib, Shalahuddin Al Ayyubi menghimbau umat muslim untuk menggelar maulid nabi, gagasan ini juga diperkuat oleh ipar Shalahudin Al Ayyubi yakni Muzaffaruddin Gekburi, yang menjadi atabeg (semacam bupati) di Irbil, karena diketahui bahwa Muzaffaruddin memang sering menggelar acara maulid nabi di istananya.

Shalahuddin Al Ayyubi menghimbau kepada seluruh kaum muslimin di dunia untuk menggelar maulid nabi sebagai semangat juang bukan sekedar perayaan kelahiran Nabi saja.

Lalu adakah pro-kontra saat Shalahuddin Al Ayyubi menggelar maulid nabi? Jelas ada, para ulama pada masa itu juga ada yang menentang beliau bahkan mengatakan perayaan ini sebagai bid'ah, namun tentu Salahuddin menegaskan bahwa perayaan maulid nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai bid`ah yang terlarang. 

Perayaan inipun juga di setujui oleh Khalifah pada saat itu, Sultan An-Nashir, setelah disetujui akhirnya pada ibadah haji bulan Zulhijjah 579 Hijriyah (1183 M), Salahuddin al-Ayyubi sebagai penguasa Haramain (dua tanah suci Mekah dan Madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh jamaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman mereka segera menyebarkannya kepada masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa mulai tahun 580 Hijriah (1184 Masehi) tanggal 2 Rabiul-Awwal dirayakan sebagai hari maulid nabi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam. 

Diantara kegiatan yang diadakan oleh Salahuddin pada peringatan Maulid Nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 Hijriah) adalah beliau menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa secantik dan seindah mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan diundang mengikuti perlombaan tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far al-Barzanji, pengarang kitab Al Barzanji. 

Dari perayaan Maulid Nabi ini jugalah semangat jihad kaum muslimin semakin membara, Salahuddin akhirnya berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 Hijriah) Yerusalem berhasil direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa/tentara salib dan hingga kini Masjid al-Aqsa menjadi masjid kaum muslimin.

Melihat betapa panjang dan meriahnya perayaan Maulid Nabi, untuk saat ini mari kita jadikan hari kelahiran Al Habib As-Sayid Baginda Nabi Muhammad SAW tidak hanya sebagai acara seremonial setiap tahun tapi juga kita jadikan sebagai momentum persatuan umat, sebagai motivasi kita untuk mencintai sosok mulia beliau lebih dalam hingga menerapkan ajaran atau risalah yang beliau bawa. [] Wallahu'alam bishawab..  

Posting Komentar untuk "Menengok Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW dan Hal yang Melatar Belakangi-nya "

close