Prof. Suteki: Korupsi dan Suap Berakar dari Ketidakjujuran dan Kegagalan Etika Hukum Indonesia
Prof. Suteki |
Semarang, VisiMuslim - Pakar hukum dan masyarakat, Prof. Suteki, memberikan pandangannya tentang maraknya kasus korupsi dan suap di Indonesia dalam acara Negara Darurat Risywah yang disiarkan di kanal YouTube Dakwah Jateng pada Ahad, 24 November 2024. Prof. Suteki menegaskan bahwa tindak pidana korupsi, termasuk suap, merupakan bentuk ketidakjujuran yang merugikan banyak pihak dan berlawanan dengan prinsip keadilan. Ia menyebutkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-115 dalam Indeks Persepsi Korupsi, sebuah posisi yang cukup rendah dibandingkan negara-negara seperti Singapura dan Denmark, yang memiliki peringkat jauh lebih tinggi karena lebih menekankan kejujuran dan keadilan.
"Indeks korupsi Indonesia sangat rendah, kita tertinggal dari negara-negara yang tidak mayoritas Muslim seperti Singapura, bahkan Denmark," ujarnya. Prof. Suteki heran mengapa negara dengan mayoritas Muslim justru memiliki peringkat yang buruk dalam hal ini, dan menganggap hal tersebut sebagai cerminan buruk dalam pengelolaan etika dan moralitas.
Mengenai suap, Prof. Suteki menjelaskan bahwa tindakan tersebut sejatinya merupakan bentuk dari korupsi. "Suap adalah pelicin yang dapat mengubah keputusan, kebijakan, dan bahkan keputusan hukum yang bisa merugikan banyak orang," ungkapnya. Suap bisa terjadi dalam berbagai bentuk, baik itu pemerasan, penggelapan dalam jabatan, maupun gratifikasi yang terkait dengan jabatan tertentu. Ia menegaskan bahwa gratifikasi yang berhubungan dengan pengadaan barang atau keputusan jabatan merupakan tindakan yang sangat rentan menjadi suap.
Prof. Suteki menambahkan bahwa korupsi sering kali terjadi secara berjamaah, dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk yang berperan sebagai "makelar kasus." Makelar kasus ini, menurut Suteki, dapat memperburuk keadaan dengan menyuap pihak-pihak tertentu agar masalah hukum yang dihadapi bisa "diselesaikan" dengan cara yang tidak adil.
Menanggapi sistem hukum Indonesia yang masih rentan terhadap praktik korupsi, Suteki mengingatkan bahwa penegakan hukum harus benar-benar fokus pada keadilan. "Jika penegak hukum sudah terlibat dalam suap, sistem peradilan pun akan hancur," katanya. Ia juga menekankan pentingnya mencegah korupsi lebih dari sekadar operasi tangkap tangan (OTT), yang meskipun bermanfaat, tidak cukup untuk memberantas korupsi secara menyeluruh.
Melalui pemaparannya, Prof. Suteki mengajak masyarakat untuk lebih introspektif dan memastikan bahwa kejujuran dan prinsip agama bisa menjadi landasan untuk memberantas tindak pidana korupsi, sehingga Indonesia bisa memperbaiki posisinya dalam indeks persepsi korupsi. []
Posting Komentar untuk "Prof. Suteki: Korupsi dan Suap Berakar dari Ketidakjujuran dan Kegagalan Etika Hukum Indonesia"