Gencatan Senjata Gaza: Pemenang dan yang Kalah
Oleh: Gesang Ginanjar Raharjo
Pada 8 Oktober 2023, Gaza kembali menjadi medan pertempuran, dan setelah berbulan-bulan bertahan, akhirnya gencatan senjata diumumkan. Bukan sekadar penghentian tembakan, gencatan senjata ini memberikan gambaran tentang siapa yang benar-benar menang dan siapa yang kalah. Siapa yang sebenarnya meraih kemenangan di balik perjanjian ini? Sebuah pertanyaan yang harus dijawab dengan melihat lebih dalam pada siapa yang mempertahankan integritasnya dan siapa yang memilih untuk tunduk pada tekanan internasional.
Di satu sisi, Gaza sebagai pihak yang pertama kali menunjukkan keteguhan dalam mempertahankan tanah air mereka, jelas menjadi pemenang yang sesungguhnya. Mereka tidak hanya bertarung dengan senjata, tetapi juga dengan semangat juang yang tidak pernah padam. Keberanian mereka dalam menghadapi serangan udara dan darat yang terus-menerus membuktikan bahwa kekuatan fisik mereka tidak sebanding dengan keteguhan hati mereka dalam berjuang. Gaza tidak pernah menyerah, meskipun ancaman dari pasukan yang jauh lebih besar dan kuat. Mereka mempertahankan hak-hak mereka untuk bebas, untuk hidup, dan untuk melawan penjajahan yang sudah berlangsung lama.
Pemenang lainnya adalah umat Islam di seluruh dunia yang berdiri bersama Gaza. Sejak awal konflik, banyak Muslim yang bergerak, menggelar demonstrasi, dan memberikan dukungan moral kepada Gaza. Perjuangan mereka bukan sekadar tentang politik, tetapi juga tentang solidaritas kemanusiaan. Mereka menunjukkan bahwa mereka berdiri teguh dengan prinsip-prinsip keadilan, menuntut dunia untuk tidak menutup mata terhadap penderitaan rakyat Gaza. Senjata moral mereka lebih kuat daripada sekadar pernyataan kosong atau janji-janji politik yang tidak terealisasi.
Tidak hanya umat Islam, banyak juga orang-orang yang percaya pada hak asasi manusia dan keadilan yang turut mendukung perjuangan Gaza. Mereka yang tetap berdiri dengan Gaza adalah mereka yang percaya bahwa setiap manusia berhak untuk hidup tanpa ketakutan dan penindasan. Mereka menolak kezaliman dan mendukung hak Gaza untuk membela diri. Senjata mereka bukan hanya kata-kata, tetapi aksi nyata yang membantu menyuarakan penderitaan rakyat Gaza di panggung dunia.
Namun, di sisi lain, ada pihak-pihak yang menjadi pihak yang kalah dalam pertempuran ini. "Israel" dan rezim Netanyahu menunjukkan kelemahan mereka dalam menghadapi perlawanan Gaza. Meskipun mereka mungkin menang secara militer dalam beberapa aspek, dunia melihat mereka sebagai pihak yang kalah dalam aspek moralitas. Tindakan mereka yang terus melakukan serangan tanpa pandang bulu, yang mengakibatkan ribuan warga sipil tewas, jelas merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Keberanian Gaza untuk bertahan melawan kebijakan brutal ini mengungkapkan bahwa kekuatan militer bukanlah segalanya jika tidak didasari oleh keadilan.
Begitu pula dengan negara-negara Barat yang mendukung kebijakan agresif "Israel". Negara-negara ini harus menghadapi kenyataan bahwa mereka menjadi bagian dari pihak yang kalah dalam moralitas. Tindakan mereka yang terus mendukung penindasan terhadap Gaza, meskipun ada banyak bukti kezaliman yang dilakukan, menunjukkan bahwa mereka lebih mengutamakan kepentingan politik daripada prinsip-prinsip dasar kemanusiaan. Dunia kini menyaksikan bahwa mereka tidak mampu untuk menegakkan keadilan dalam konflik ini.
Pihak lain yang kalah adalah negara-negara Muslim yang seharusnya menjadi pendukung utama perjuangan Gaza, namun memilih untuk diam atau hanya berbicara tanpa tindakan nyata. Sebagian negara ini lebih memilih untuk menjaga hubungan diplomatik dan politik mereka dengan negara-negara Barat atau "Israel", alih-alih mendukung perjuangan rakyat Gaza. Keputusan mereka untuk tidak mengambil tindakan tegas menunjukkan bahwa mereka gagal menjalankan peran mereka sebagai negara-negara yang seharusnya memperjuangkan hak-hak umat Islam.
Ada pula kelompok-kelompok internasional yang lebih banyak berbicara di podium-podium politik tanpa memberikan solusi konkret. Mereka yang mengorganisir demonstrasi besar-besaran namun tidak memberikan dukungan nyata di lapangan, atau bahkan tidak menekan negara-negara yang terlibat dalam penindasan terhadap Gaza, juga menjadi bagian dari pihak yang kalah. Meskipun suara mereka mungkin keras, namun tanpa tindakan nyata, mereka hanya menjadi kebisingan yang tidak membawa perubahan.
Di sisi lain, Mahmud Abbas dan otoritas yang dia pimpin juga tampak kalah dalam pertempuran ini. Alih-alih fokus pada keamanan dan kesejahteraan rakyat Gaza, otoritas Palestina lebih memilih untuk menjaga hubungan diplomatik dengan "Israel" dan negara-negara Barat. Padahal, selama konflik ini berlangsung, tindakan nyata yang dapat membantu Gaza sangat minim. Keputusan mereka untuk lebih memprioritaskan diplomasi dengan musuh Palestina justru semakin memperlihatkan kegagalan mereka dalam membela rakyat mereka sendiri.
Namun, tidak ada yang lebih jelas dalam gencatan senjata ini selain kenyataan bahwa Gaza tetap berdiri tegak. Keberanian mereka yang tidak tergoyahkan adalah senjata paling ampuh dalam perjuangan ini. Meskipun mereka terus menghadapi agresi militer dan sanksi internasional, mereka terus menunjukkan bahwa keteguhan hati dan semangat juang lebih kuat daripada kekuatan senjata yang mereka hadapi. Gaza menjadi simbol ketahanan dan keberanian yang tidak dapat dihancurkan oleh apapun.
Kemenangan Gaza tidak hanya dilihat dari pertempuran fisik, tetapi juga dari aspek moral dan ketahanan mental mereka. Mereka telah menunjukkan kepada dunia bahwa perjuangan untuk kebenaran dan keadilan lebih penting daripada kekuatan fisik semata. Keberanian mereka telah menginspirasi banyak orang di seluruh dunia untuk berdiri bersama mereka dalam melawan penindasan. Gaza mengajarkan dunia bahwa senjata keberanian lebih ampuh daripada serangan udara atau tembakan meriam.
Pada akhirnya, gencatan senjata ini lebih dari sekadar penghentian permusuhan, tetapi juga menunjukkan siapa yang benar-benar menang dan siapa yang kalah dalam perjuangan ini. Gaza adalah pemenang sejati, bukan hanya karena mereka bertahan hidup, tetapi karena mereka mempertahankan hak-hak mereka dengan keberanian yang luar biasa. Mereka membuktikan bahwa walaupun mereka kekurangan senjata dan sumber daya, mereka memiliki kekuatan yang jauh lebih besar: semangat untuk meraih kebebasan dan keadilan.
Mereka yang mendukung Gaza dengan tindakan nyata, baik dalam bentuk materi maupun moral, adalah pihak yang menang dalam perang ini. Solidaritas global yang kuat adalah senjata moral yang tidak dapat dihancurkan oleh kekuatan apapun. Meskipun gencatan senjata telah disepakati, namun kemenangan sejati adalah kemenangan bagi mereka yang terus memperjuangkan kebenaran, keadilan, dan hak asasi manusia.
Gaza mungkin tidak memiliki kekuatan militer yang setara dengan negara-negara besar, tetapi mereka memiliki keberanian, keteguhan, dan tekad yang tidak bisa dihentikan. Perjuangan mereka adalah perjuangan untuk masa depan yang lebih baik, dan dunia harus belajar dari mereka tentang arti sejati dari perjuangan kemanusiaan.
Sebagai dunia yang menyaksikan penderitaan Gaza, kita harus bertanya kepada diri kita sendiri: siapa yang benar-benar memenangkan pertempuran ini? Bagi Gaza, jawabannya jelas—mereka adalah pemenang sejati. []
Posting Komentar untuk "Gencatan Senjata Gaza: Pemenang dan yang Kalah"