Pagar Laut yang Kini Bertuan, Kok Bisa?
Oleh: Alfisyah Ummu Arifah S.Pd (Pegiat Literasi Islam Kota Medan)
Sejak dulu laut itu terhampar dan terbentang luas. Tak berpagar. Tak bersekat. Namun kini tiba-tiba ada dan nyata. Sontak ini mengejutkan para nelayan termasuk juga masyarakat seantero negeri ini.
Laporan masyarakat pada Agustus 2024 tentang pagar laut itu kemudian mengundang dilakukannya investigasi pemerintah.
Pagar laut itu awalnya dikatakan tak bertuan karena pejabat setempat tidak mengetahui soal pagar bambu yang ditanam itu. Namun masyarakat Indonesia terus mempertanyakan di ruang media massa maupun media sosial.
Investigasi pun dilakukan lebih dalam oleh pemerintah.Investigasi berakhir pada kesimpulan bahwa pagar laut dari bambu itu ada yang memilikinya (Kompas.com, 22/01/2025).
Laporan investigasi nembuktikan pagar laut misterius sepanjang 30,16 km ini mencaplok wilayah pesisir 16 desa di 6 kecamatan. Ada masyarakat pesisir yang beraktivitas sebagai nelayan sebanyak 3.888 orang. Ini jumlah yang tak sedikit bukan?
Nyatanya, pagar bambu itu telah menyusahkan nelayan.
Akses nelayan terhalang sehingga harus memutar jauh.
Bukan cuma sulit, penggunaan solar pun jadi bertambah. Nelayan kesulitan untuk berangkat atau pulang karena lebih jauh.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti kemudian melaporkannya. Dinas menerima laporan warga pada 14 Agustus 2024 lalu (CNNIndonesia, 21/1/25).
Akhirnya di ujung investigasi pada Januari 2025, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengakui bahwa pagar laut misterius sudah bersertifikat HGB.Nah, aneh bukan?
Menurutnya pemilik nya diantaranya, pertama PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang. Kedua, atas nama PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang kemudian atas nama perseorangan sebanyak 9 bidang.
Ketiga ada juga sertifikat hak milik atas nama Surhat Haq sebanyak 17 bidang. Sertifikat itu disebut dalam proses pembatalan (Kompas.com, 21/1/25).
Belakangan diketahui bahwa dua perusahaan yang menguasai ratusan HGB di wilayah pagar laut Tangerang itu terafiliasi dengan pemilik Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan (Kompas.com, 21/1/2025).
Nusron menyampaikan, investigasi dilakukan dengan tujuan untuk memastikan apakah bidang-bidang tanah tersebut berada di dalam atau di luar garis pantai. Ternyata data dokumen pengajuan sertifikat yang diterbitkan sejak 1982 nantinya bakal dibandingkan dengan data garis pantai terbaru hingga 2024.
Beginilah konsep kepemilikan laut di negara yang menganut sistem kapitalisme.Laut boleh dimiliki individu atau kelompok pemodal (Oligarki).Negara kecolongan. Negara tidak punya power untuk menolak pembelian dari para kapital itu. Wajar bukan? Ini terkait politik balas budi yang sudah dimulai saat pemilihan sebelum menjabat. Oligarki menjadi penyandang dananya. Tak mungkin tak berbalas.Tentu saja, tak ada yang gratis bukan?
Pagar Laut dan Aroma Oligarki
Hasil investigasi negara sudah jelas. Negara terpaksa bertindak tegas setelah pagar laut ini viral di media sosial. Kebijakan negara akan pagar laut sudah pasti. Pagar akan dibongkar. Bagaimana dengan SHM yang sudah dimiliki itu? Apakah bisa ditarik kembali oleh negara? Mestinya bisa, namun mungkin terhalang politik balas budi dan kepentingan.
Andai tidak ada laporan, mungkinkah pagar itu akan diketahui ?.SHM wilayah laut yang sudah dipagari itu pun akhirnya diusut. Meskipun terasa lucu dan aneh. Ya, lucunya karena setelah pagar ini di viralkan netizen, setelah itu ada tindakan.
Apalagi setelah masyarakat komplain dan melakukan protes secara langsung ataupun di dunia maya.Para nelayan yang merasakan kesulitan akibat pagar itu berteriak lantang kemudian. Agar kepemilikan lahan laut itu dibatalkan dan tetap seperti semula menjadi milik negara yang keuntungannya diserahkan untuk kepentingan masyarakat.
Masyarakat negeri ini memang lugu. Jauh dari literasi tentang haknya sendiri dan hak bersama. Khususnya tentang kepemilikannya terhadap miliknya sendiri dan miliknya bersama (berserikat).
Masyarakat juga tak punya power untuk melaporkan lebih awal akan tindakan pemagaran laut ini. Karena tidak mengetahui tentang haknya tadi. Akhirnya masyarakat hanya diam.
Perlu juga diusut siapa pejabat berwenang yang melakukannya. Termasuk delik dan pasal apa yang akan dijadikan untuk menindaknya. Apakah pejabat setempat selevel desa atau kecamatan sekitar laut itu juga terpaksa terlibat di dalamnya. Semua itu butuh dilakukan investigasi yang berujung pada pemberian sanksi atas tindakan yang salah itu untuk dimiliki.
Pemantauan laut pun dalam setiap waktu oleh petugas negara sebelum kasus ini terungkap seharusnya dilakukan secara ketat.Patroli laut yang intens pasti bisa mencegah tindakan pemagaran. Termasuk mencegah tindakan lainnya yang akan memprivatisasi laut menjadi milik individu atau kelompok. Bagaimanapun Ini tindakan yang menyelisihi kebijakan negara.Termasuk penyelewengan terhadap konstitusi atas kepemilikan bersama laut dan isinya.
Cabut Pagar Laut
Keputusan pemerintah akan mencabut pagar laut dan menarik SHM yang sudah dimiliki beberapa pihak perlu diacungkan jempol. Tindakan ini seperti apa yang dilakukan Rasulullah SAW dahulu. Saat Beliau keliru memberikan tambang yang ternyata terkategori milik umum (karena tak berhenti mengalir sumber dayanya). Beliau tak sungkan menarik kembali tindakannya. Menarik kembali tambang itu. Hal ini karena Allah pemilik sesungguhnya kepemilikan umum termasuk laut menginginkan agar laut itu dinikmati bersama seluruh manusia. Tak boleh ada pagar, sekat, atau privatisasi dari satu pihak. Hasil laut harus dimiliki bersama. Satu pihak tak boleh menyulitkan pihak lainnya.
Lihatlah hadis berikut ini. Saat Rasulullah sebagai pemimpin negara menarik keputusannya yang keliru. Dari Abyad bin Hammal, ia mendatangi Rasulullah ﷺ dan meminta beliau ﷺ agar memberikan tambang garam kepadanya. Nabi ﷺ pun memberikan tambang itu kepadanya. Ketika Abyad bin Hamal ra. telah pergi, ada seorang lelaki yang ada di majelis itu berkata, “Tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepadanya? Sesungguhnya, Anda telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti air mengalir (al-maa’ al-‘idd).” Ibnu al-Mutawakkil berkata, “Lalu Rasulullah ﷺ mencabut kembali pemberian tambang garam itu darinya (Abyad bin Hammal).” (HR Abu Dawud dan At-Timidzi).
Hadis ini sangat sesuai dengan apa yang harus dilakukan penguasa hari ini. Namun jika sistem kepemilikannya masih bergantung pada sistem kapitalisme, selama itu pula sistem ini menjadi batu sandungan penguasa untuk bertindak demi kemaslahatan masyarakat. Pertimbangannya memang hanya dua. Penguasa itu menetapkan kebijakan yang memihak masyarakat atau pengusaha (oligarki). Jika memang penguasa hari ini ada untuk melayani masyarakat, tentu penguasa akan mau dan bersedia mencabut keputusannya sesegera mungkin. Karena laut itu seharusnya tak bertuan. Dia hanya boleh dikelola dan diawasi negara. Agar bisa dinikmati hasilnya secara bersama-sama oleh masyarakat tanpa kecuali. Wallahu a'lam bisshowaab.
Posting Komentar untuk "Pagar Laut yang Kini Bertuan, Kok Bisa?"