Danantara: Dana Segar bagi Oligarki atau Peluang untuk Rakyat?
Oleh : Nur Saleha, S.Pd (Pendidik dan Pemerhati Remaja)
Baru-baru ini, pemerintah Indonesia meluncurkan Dana Anagata Nusantara (Danantara), sebuah dana kekayaan negara yang dirancang untuk mengelola aset-aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan investasi strategis lainnya. Dengan modal awal sebesar 1.000 triliun rupiah (sekitar $61 miliar), Danantara bertujuan meningkatkan kinerja dan pengembalian investasi negara, mirip dengan model Temasek di Singapura. (tempo.co, 20-02-2025)
Namun, peluncuran Danantara memicu kekhawatiran tentang potensi dominasi oligarki dalam pengelolaan dana tersebut. Beberapa pihak khawatir bahwa kontrol langsung Presiden Prabowo Subianto atas dana ini dapat membuka peluang bagi campur tangan politik dan prioritas investasi yang lebih menguntungkan kelompok elit tertentu. (ft.com, 12-12-2024)
Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. Dalam sejarah ekonomi Indonesia, hubungan erat antara pemerintah dan oligarki seringkali menyebabkan ketimpangan ekonomi dan penyalahgunaan kekuasaan. Contoh terbaru adalah skandal 1MDB di Malaysia, yang menunjukkan bagaimana dana negara dapat disalahgunakan untuk kepentingan pribadi. (theaustralian.com.au, 24-02-2025)
Risiko dalam Pengelolaan Danantara
Meskipun diklaim sebagai langkah strategis untuk meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia, ada beberapa risiko yang harus diwaspadai dalam pengelolaan Danantara.
Pertama, dana ini berasal dari aset negara yang notabene adalah milik rakyat. Jika dikelola tanpa transparansi, potensi penyalahgunaan sangat besar. Sejarah menunjukkan bahwa dana publik yang dikelola dengan mekanisme tertutup rentan terhadap korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Kedua, investasi yang dilakukan oleh Danantara berisiko tinggi. Salah satu rencana penggunaannya adalah untuk membiayai hilirisasi industri, termasuk minerba dan perkebunan sawit. Jika investasi ini gagal, maka kerugian akan ditanggung oleh negara, yang pada akhirnya membebani rakyat.
Ketiga, meskipun pemerintah menyatakan bahwa Danantara akan memberikan manfaat bagi rakyat, kenyataannya lebih banyak oligarki yang akan diuntungkan. Beberapa konglomerat besar yang bergerak di sektor sumber daya alam dan infrastruktur akan mendapat akses lebih mudah ke dana ini untuk memperbesar bisnis mereka, sementara rakyat kecil hanya menjadi penonton.
Kepemilikan dan Pengelolaan Kekayaan dalam Islam
Dalam perspektif Islam, konsep kepemilikan dan pengelolaan kekayaan diatur dengan jelas untuk memastikan keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Islam membagi kepemilikan menjadi tiga kategori: kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara.
1. Kepemilikan Individu: Setiap individu memiliki hak untuk memiliki harta dan mengembangkannya selama tidak melanggar syariat.
2. Kepemilikan Umum: Sumber daya alam seperti air, padang rumput, dan energi dianggap sebagai milik umum yang harus dikelola negara untuk kesejahteraan rakyat.
3. Kepemilikan Negara: Aset yang tidak termasuk dalam dua kategori di atas dapat dimiliki dan dikelola oleh negara untuk kepentingan publik.
Dalam sistem ekonomi Islam, negara berperan sebagai pengelola yang amanah, memastikan distribusi kekayaan yang adil dan mencegah monopoli oleh segelintir elit. Prinsip ini bertujuan mencegah ketimpangan sosial dan ekonomi yang dapat merusak tatanan masyarakat.
Solusi Islam
Sistem Khilafah dalam Islam menawarkan model pemerintahan yang menitikberatkan pada keadilan, transparansi, dan akuntabilitas. Dalam konteks ekonomi, Khilafah memastikan bahwa sumber daya alam dan aset publik dikelola untuk kesejahteraan seluruh umat, bukan untuk kepentingan segelintir elit.
Beberapa karakteristik sistem ekonomi dalam Khilafah meliputi:
- Larangan Riba: Transaksi berbasis bunga dilarang, mendorong sistem keuangan yang lebih adil.
- Distribusi Kekayaan: Mekanisme seperti zakat, infaq, dan sedekah digunakan untuk mendistribusikan kekayaan dan mengurangi kemiskinan.
- Pengelolaan Sumber Daya Alam: Sumber daya alam dikelola oleh negara dan hasilnya digunakan untuk kepentingan publik.
Khatimah
Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, Khilafah berupaya menciptakan masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan sosial.
Peluncuran Danantara seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah untuk menunjukkan komitmen terhadap transparansi dan akuntabilitas. Dengan memastikan pengelolaan dana yang bebas dari intervensi politik dan kepentingan oligarki, Indonesia dapat memanfaatkan potensi Danantara untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Namun, jika pemerintah gagal memastikan transparansi, maka Danantara hanya akan menjadi alat bagi oligarki untuk memperbesar kekayaan mereka. Oleh karena itu, umat Islam harus semakin sadar dan kritis terhadap kebijakan ekonomi yang dijalankan negara.
Sebagai umat Islam, penting bagi kita untuk terus mengawal kebijakan pemerintah dan memastikan bahwa prinsip-prinsip keadilan dan kesejahteraan bersama tetap menjadi prioritas utama. Dengan demikian, kita dapat berharap bahwa Danantara benar-benar menjadi alat untuk kemajuan seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya segelintir elit.
Posting Komentar untuk "Danantara: Dana Segar bagi Oligarki atau Peluang untuk Rakyat?"