Ramadhan 10: Bulan Jihad, Kejayaan, dan Kemenangan
Oleh: Gesang Rahardjo
Ramadan bukan sekadar bulan ibadah dan puasa. Sejarah mencatat bahwa bulan ini juga menjadi saksi bagi banyak peristiwa besar yang menunjukkan kegemilangan umat Islam. Dari medan perang hingga pembebasan kota-kota penting, Ramadan selalu menjadi bulan yang dipenuhi semangat perjuangan dan kemenangan.
Peristiwa pertama yang menegaskan makna jihad dalam Ramadan adalah Perang Badar, yang terjadi pada 17 Ramadan tahun kedua Hijriyah. Perang ini bukan sekadar pertarungan fisik, tetapi juga ujian keimanan bagi kaum Muslimin. Dengan jumlah pasukan yang jauh lebih sedikit dibandingkan Quraisy, kaum Muslimin meraih kemenangan yang luar biasa berkat pertolongan Allah. Oleh karena itu, hari tersebut disebut Yaumul Furqan (Hari Pembeda), karena pada hari itulah Allah memisahkan antara kebenaran dan kebatilan.
Tak hanya itu, Penaklukan Mekah yang terjadi pada Ramadan tahun ke-8 Hijriyah menandai berakhirnya kekuasaan kaum musyrik di kota suci tersebut. Nabi Muhammad ﷺ bersama 10.000 pasukan memasuki Mekah tanpa perlawanan berarti, menunjukkan bagaimana Islam menyebarkan kedamaian meskipun dalam kondisi kemenangan militer.
Kemudian, pada tahun 92 Hijriyah, Pasukan Islam menaklukkan Andalusia, tepatnya di wilayah Jazirah Al-Khadra (Gibraltar). Di bawah kepemimpinan Thariq bin Ziyad, umat Islam berhasil menguasai wilayah yang kemudian menjadi pusat peradaban Islam di Eropa selama berabad-abad. Penaklukan ini menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah kejayaan Islam di Barat.
Pada tahun 114 Hijriyah, Ramadan kembali menjadi saksi bagi sebuah pertempuran besar, yakni Pertempuran Balat Asy Syuhada. Pasukan Islam yang dipimpin oleh Abdurrahman Al-Ghafiqi bertempur hingga ke Prancis. Meskipun akhirnya mengalami kekalahan, peristiwa ini menunjukkan sejauh mana ekspansi Islam mencapai Eropa, hingga hampir menguasai benua tersebut.
Salah satu kisah paling menggetarkan dari sejarah Ramadan adalah Penaklukan Kota Ammuriyah pada 6 Ramadan 223 Hijriyah. Peristiwa ini bermula ketika seorang wanita Muslimah yang tertawan berteriak meminta pertolongan kepada Khalifah Al- Mu'tashim dengan seruan "Wa Mu'tashimah!". Sang khalifah merespons dengan mengirim pasukan besar yang akhirnya menaklukkan kota tersebut, membebaskan para tahanan, dan menunjukkan bahwa umat Islam memiliki pemimpin yang peduli terhadap rakyatnya.
Di belahan dunia lain, Pertempuran Hittin yang terjadi pada Ramadan 583 Hijriyah menjadi bukti bagaimana kegigihan umat Islam dalam merebut kembali tanah suci mereka. Di bawah kepemimpinan Shalahuddin Al-Ayyubi, pasukan Muslim berhasil menghancurkan kekuatan tentara Salib dan membuka jalan bagi pembebasan Yerusalem setahun kemudian.
Kemudian, dalam Pertempuran Ain Jalut yang terjadi pada Ramadan 658 Hijriyah, umat Islam yang dipimpin oleh Sultan Qutuz berhasil mengalahkan pasukan Mongol yang sebelumnya telah menghancurkan banyak kota Islam. Kemenangan ini menjadi titik balik dalam sejarah Islam, karena membuktikan bahwa pasukan Mongol tidaklah tak terkalahkan.
Namun, salah satu penaklukan terbesar dalam sejarah Islam adalah Pembebasan Konstantinopel pada Ramadan 857 Hijriyah (1453 M). Sultan Muhammad Al-Fatih dan pasukannya berhasil merebut ibu kota Kekaisaran Bizantium setelah pengepungan panjang. Peristiwa ini bukan hanya kemenangan militer, tetapi juga realisasi dari nubuat Rasulullah ﷺ yang mengatakan bahwa kota tersebut akan ditaklukkan oleh "sebaik-baik pemimpin dan sebaik-baik pasukan."
Kemenangan-kemenangan ini menunjukkan bahwa Islam bukanlah agama yang hanya berfokus pada ritual semata, tetapi juga memiliki semangat perjuangan untuk menegakkan keadilan dan melawan kebatilan. Sejarah membuktikan bahwa ketika umat Islam memiliki pemimpin yang kuat dan bersatu, mereka mampu mencapai kejayaan yang luar biasa.
Namun, semua kemenangan ini terjadi ketika umat Islam memiliki persatuan kepemimpinan dibawah naungan Islam yang memimpin mereka. Ketika kepemimpinan Islam hilang, umat mulai tercerai-berai dan kehilangan kejayaannya. Inilah yang seharusnya menjadi renungan bagi kaum Muslimin saat ini. Ramadan bukan hanya bulan puasa, tetapi juga momentum untuk menghidupkan kembali semangat jihad dan perjuangan demi tegaknya Islam.
Maka, tugas kita sebagai umat Islam bukan hanya sekadar berpuasa dan beribadah, tetapi juga berusaha menegakkan kembali kejayaan Islam. Jika dahulu Ramadan menjadi bulan kemenangan, mengapa kita tidak menjadikannya sebagai bulan kebangkitan kembali?
Sudah saatnya kita memahami bahwa kejayaan Islam tidak akan terwujud hanya dengan doa dan harapan, tetapi juga dengan usaha nyata untuk membangun kembali peradaban Islam. Sejarah telah membuktikan bahwa Ramadan adalah bulan jihad, kejayaan, dan kemenangan. Kini, tinggal bagaimana kita mengambil pelajaran dan menerapkannya dalam kehidupan kita.
Semoga Allah mengaruniakan kita pemimpin yang mampu membangkitkan kembali umat ini dan membawa Islam ke puncak kejayaan seperti masa lalu. Dan semoga Ramadan ini menjadi langkah awal bagi kebangkitan umat Islam di seluruh dunia.
Shalawat dan salam bagi Nabi Muhammad ﷺ, keluarganya, sahabatnya, dan seluruh pengikutnya hingga akhir zaman. [] Wallahu'alam..
Posting Komentar untuk "Ramadhan 10: Bulan Jihad, Kejayaan, dan Kemenangan"