Sekularisme dan Kapitalisme: Akar Masalah Korupsi di Indonesia?

 



Oleh: Ong Hwei Fang 

Korupsi di Indonesia seolah telah menjadi tradisi yang sulit diberantas. Kasus terbaru yang melibatkan Pertamina, seperti yang dilaporkan oleh berbagai media, menunjukkan betapa korupsi telah merasuk ke dalam sistem tata kelola negara. Modus korupsi yang terjadi, seperti pengadaan barang dan transaksi minyak mentah, tidak hanya merugikan negara secara finansial tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap institusi pemerintah. 

Menurut BeritaSatu, kasus korupsi dalam tata kelola minyak mentah di Pertamina telah merugikan negara hingga Rp 1,937 triliun. Modus operandi yang digunakan melibatkan manipulasi pengadaan barang dan transaksi yang tidak transparan. Sudirman Said, mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, menyebutkan bahwa korupsi di Pertamina adalah modus lama dengan pemain baru. Hal ini menunjukkan bahwa korupsi telah menjadi siklus yang terus berulang meskipun pelakunya berganti (25/2/2025).

Kompas juga melaporkan bahwa kasus korupsi Pertamina kini memuncaki "klasemen liga korupsi" Indonesia, dan mencerminkan betapa seriusnya masalah korupsi di sektor energi. Selain itu, kasus Riza Chalid, salah satu tersangka dalam kasus korupsi Pertamina, memunculkan kekhawatiran bahwa pelaku korupsi akan kembali lolos dari jerat hukum. Ini menunjukkan lemahnya sistem penegakan hukum di Indonesia (2/3/2025).

Sistem sekuler, yang memisahkan agama dari kehidupan publik, dianggap sebagai salah satu akar masalah korupsi. Dalam sistem ini, individu bebas melakukan apa saja untuk mencapai keuntungan pribadi atau kelompok tanpa mempertimbangkan nilai-nilai moral atau agama. Hal ini menciptakan lingkungan yang permisif terhadap praktik korupsi. Sistem kapitalisme yang berorientasi pada keuntungan material telah mendorong eksploitasi sumber daya alam dan publik untuk kepentingan segelintir orang. 

Dalam kasus Pertamina, korupsi terjadi karena adanya keinginan untuk mengakumulasi kekayaan dengan cara yang tidak etis. Sistem pendidikan sekuler juga dinilai gagal menghasilkan generasi yang bertakwa dan berintegritas. Pendidikan yang hanya fokus pada aspek kognitif tanpa memperhatikan pembentukan karakter dan nilai-nilai spiritual telah melahirkan pejabat yang tidak amanah. Akibatnya, korupsi tidak hanya menjadi masalah hukum, tetapi juga masalah moral dan budaya.

Solusi untuk memberantas korupsi harus dimulai dari perubahan sistemik dan integrasi nilai-nilai moral dalam kehidupan publik. Pendidikan berbasis nilai-nilai keagamaan, seperti yang diusulkan dalam sistem Islam, dapat menghasilkan generasi yang beriman dan bertakwa. Generasi ini akan memiliki kesadaran untuk bertanggung jawab tidak hanya kepada manusia tetapi juga kepada Tuhan. Prinsip 3 pilar—individu yang taat syariat, masyarakat yang melakukan amar makruf nahi mungkar, dan negara yang menegakkan sanksi tegas—dapat menjadi solusi untuk memberantas korupsi.

Dengan prinsip ini, setiap individu akan merasa diawasi oleh masyarakat dan Tuhan, sehingga mengurangi niat untuk melakukan korupsi. Negara juga perlu menerapkan sistem sanksi yang tegas dan menjera bagi pelaku korupsi. Sanksi yang berat dan tidak pandang bulu akan menciptakan efek jera dan mengurangi praktik korupsi di masa depan. Selain itu, peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola sumber daya alam dan keuangan negara adalah langkah penting untuk mencegah korupsi. Sistem yang terbuka dan dapat diawasi oleh publik akan mengurangi ruang untuk praktik korupsi.

Korupsi di Pertamina dan sektor lainnya di Indonesia adalah cerminan dari sistem yang tidak mengintegrasikan nilai-nilai moral dan keagamaan dalam kehidupan publik. Sistem sekuler dan kapitalistik telah menciptakan lingkungan yang permisif terhadap korupsi. Solusi yang ditawarkan, seperti penerapan nilai-nilai keagamaan dalam pendidikan, prinsip 3 pilar, dan sistem sanksi yang tegas, dapat menjadi langkah konkret untuk memberantas korupsi secara tuntas. Tanpa perubahan sistemik dan komitmen bersama, korupsi akan terus menjadi tradisi yang merugikan bangsa.

Posting Komentar untuk "Sekularisme dan Kapitalisme: Akar Masalah Korupsi di Indonesia?"