Ada
yang mengatakan: JIKA kaum muslim tidak memilih partai Islam di pemilu,
maka pemerintahan akan dikuasai orang kafir, atau setidaknya akan
dikuasai orang sekuler. Ini bahaya. Akan membahayakan umat Islam. Maka
umat Islam harus memilih partai Islam pada setiap pemilu atau pilkada.
KOMENTAR:
Untuk menanggapi pernyataan seperti itu, harus diperhatikan bebeapa hal penting berikut.
PERTAMA, ketika sebuah pernyataan dilontarkan dengan menggunakan kata
JIKA, BILA, SEANDAINYA, dan kata yang sejenis yang semakna, maka jangan
terburu-buru menanggapinya dengan dalil-dalil syara'. Sebab, pernyataan
yang di dalamnya terdapat kata-kata tersebut biasanya hanya berangkat
dari asumsi-asumsi yang belum jelas kebenarannya. Asumsinya bisa benar,
bisa juga salah.
KEDUA, oleh karena itu, jika ada pernyataan
yang di dalamnya terdapat kata-kata JIKA, BILA, SEANDAINYA dan kata
sejenis yang semakna, maka kembalikanlah pernyataan tersebut kepada
realitas yang ada. Sebab, pernyataannya jelas sekali hanya merupakan
asumsi-asumsi yang belum jelas realitasnya. Maka, kuncinya yaitu
mengembalikan semua argumennya kepada realitas yang ada.
KETIGA, kenyataan menunjukkan bahwa pemerintahan yang ada saat ini
justru dikuasai oleh mayoritas muslim, bukan kafir. Ya, sekali pun
mereka sekuler. Namun sekalipun yang menguasai pemerintahan itu orang
Islam, tetapi hukum yang diterapkan tetap saja bukan hukum Islam. Ini
menunjukkan bahwa "agama yang dipeluk orang-orang yang ada di
pemerintahan" itu bukanlah persoalan yang sesungguhnya. Atau dengan kata
lain bukan persoalan "yang menguasai pemerintahan itu muslim atau
kafir", bukan ini pokok persoalannya. Tetapi persoalan pokok ada pada
"apa yang diterapkan pemerintah yang berkuasa: hukum Islam atau hukum
selain Islam?". Nah, ini persoalannya. Kesimpulan ini diambil dari
kenyataan (realitas) yang ada bahwa ternyata pemerintahan yang ada saat
ini sudah dikuasai orang Islam tetapi kondisi tetap saja terpuruk.
KEEMPAT, kenyataan lain juga menunjukkan bahwa bahaya yang ditakutkan
kader-kader partai Islam ketika orang kafir atau sekuler menguasai
pemerintahan, ternyata tidak terbukti. Bahaya itu tetap saja ada sekali
pun yang menguasai pemerintahan orang kafir atau orang Islam yang pro
terhadap sistem ini. Buktinya, harta rakyat habis-habisan diserahkan
kepada asing. Rakyat hanya gigit jari. Tetapi pemerintahan tidak peduli,
sekali pun rakyat kelaparan dan kekurangan gizi. Bukti yang menunjukkan
bahwa bahaya itu ada (sekali pun pemerintahan dikuasai mayoritas
muslim), cukup banyak. Kita bisa melihat realitasnya di sekitar kita.
Kemiskinan, kebejatan moral rakyat dan pejabat, suap, korupsi,
pengkhianatan terhadap rakyat dengan menjual aset rakyat, dan
sebagainya. Dengan melihat realitas yang ada, berarti permasalahan
sesungguhnya bukan pada "siapa yang menguasai pemerintahan: kaum muslim
atau kaum kafir". Tetapi persoalan sesungguhnya, adalah pada sistemnya.
Buktinya, ketika pemerintahan dikuasai orang Islam pun, kondisinya juga
tidak lebih Islami dan tidak lebih baik.
KELIMA, pernyataan di
atas sangat tidak relevan dengan kenyataan yang ada. Sungguh aneh,
ketika sebelum pemilu mereka menyatakan "pro rakyat", "sejahterakan
rakyat", "berantas korupsi", dan sebagainya. Tetapi setelah mereka
berkuasa, korupsi pun dimana-mana. Ini namanya mendustai rakyat, atas
nama rakyat!! Na'udzubillah. Lebih tercela lagi jika agama dibawa-bawa.
Sebelum pemilu sering mengatakan, "ayo pilih partai Islam, jika tidak
pemerintahan akan dikuasai orang sekuler", ketika berkuasa eh malah
koalisi dengan partai sekuler. Apa-apaan ini? Apa ini namanya kalau
bukan pendustaan? Na'udzubilah.
KEENAM, pernyataan di atas,
jika diterapkan di Indonesia, ternyata tidak terbukti sama sekali. Tidak
sesuai dengan realitas. Salah satu partai berbasis massa Islam, dari
pemilu 1999 hingga 2009, suaranya terus menanjak naik dan posisinya di
pemerintahan tentu semakin kuat. Bahkan di beberapa daerah telah
memenangi pilkada. Logikanya (ini jika kita menggunakan logika dari
pernyataan di atas), seharusnya Indonesia bisa lebih baik dari tahun ke
tahun. Tetapi kenyataan justru sebaliknya, Indonesia semakin liberal.
Liberalnya gila-gilaan banget. Nah, dengan melihat kenyataan ini, maka
kesimpulannya adalah bahwa bahaya yang sesungguhnya adalah datang dari
sistem yang diterapkan di negeri ini, yaitu sistem demokrasi, yang
dengannya seks bebas marak, yang dengannya akal manusia tak terpelihara,
kehormatan manusia tergadai, harta rakyat terampas, dan kesombongan
manusia terhadap Allah semakin menjadi-jadi. Inilah bahayanya. Maka
bahaya ini harus dihilangkan, sebagaimana hadis Rasulullah saw.:
"Laa dharara wa laa dhiraara (Tidak boleh berbuat sesuatu yang membahayakan)"
Dengan demikian, tolak dan boikot demokrasi!!! [Agus Trisa]
Berbagi :
Posting Komentar
untuk "Apa Yang Terjadi Jika Kaum Muslim Tidak Memilih Partai Islam Di Pemilu Demokrasi ?"
Posting Komentar untuk "Apa Yang Terjadi Jika Kaum Muslim Tidak Memilih Partai Islam Di Pemilu Demokrasi ?"