Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

BLSM dan Jerat Utang

 
Meskipun hasil survey LSI menunjukkan 79,2 persen masyarakat tidak setuju kenaikan BBM, tapi pada tanggal 20 Juni yang lalu pemerintah tetap menetapkan kenaikan BBM, untuk mengatasi dampak ekonomi yang terus mencekik rakyat, Pemerintah mulai menyalurkan bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), Bantuan Siswa Miskin, Program Harapan dan program infrastruktur dasar khususnya di pedesaan.

Akan tetapi Program BLSM yang sudah mulai dicairkan menimbulkan berbagai masalah dari mulai data yang tidak akurat, kepala daerah yang tidak menyetujui, penyaluran yang tidak tepat sasaran seperti mereka yang mengantri BLSM terlihat sibuk dengan Black Bery dan HP ,bahkan ada beberapa wanita yang mengenakan perhiasan saat pengambilan ‘balsem’. Yang paling krusial adalah sumber dana BLSM ini ternyata bukan berasal dari penghematan Subsidi BBM. Akan tetapi menurut Ichsanudin Noorsy , dana ini sebenarnya dibiayai dari utang.

Terlepas dari benar tidaknya dana BLSM berasal dari utang – karena masalah tersebut dibantah oleh pemerintah-, tapi yang pasti tahun ini utang pemerintah terus membengkak. Menurut data Dirjen Pengelolaan Utang , posisi utang Pemerintah pusat (utang LN dan surat berharga) pada April 2013 telah mencapai Rp2.023,72 triliun, naik sekitar Rp433.06 triliun dari posisi akhir 2009 sebesar Rp1.590,66 triliun. Anehnya walaupun Harga BBM akan naik, pemerintah tetap berencana menambah utang baru Rp 390 triliun.

Jerat Utang?

Kita mungkin masih ingat ketika beberapa ekonomi dan negara-negara berkembang memberikan kecaman terhadap negara-negara kapitalis karena memanfaatkan utang sebagai alat imperialisme apalagi setelah terbitnya buku Confession of an Economic Hit Man karya Perkins yang membongkar secara jelas tentang perilaku negara-negara kapitalis yang menjadikan utang sebagai alat untuk memaksakan kebijakan yang mereka harapkan yaitu pencabutan subsidi dan liberalisasi SDA di negara-negara berkembang.

Oleh karena itulah, sebenarnya kita sudah terjebak dengan jeratan utang atau Debt Trap, inilah salah satu penyebab utama APBN Indonesia tidak sehat, hampir 25% per tahun belanja negara untuk bayar bunga utang dan pokoknya. Dalam APBN-P 2012 sudah ditetapkan defisit sekitar Rp 190,1 triliun atau 2,23% dengan rencana akan ditutupi dari utang dalam negeri sebesar Rp 194,5 triliun dan utang luar negeri sebesar minus Rp 4,4 triliun (artinya total utang LN berkurang Rp 4,4 triliun). Ternyata jumlah itu habis dan tidak cukup untuk membayar cicilan utang. Pada tahun 2012 besarnya cicilan utang mencapai Rp 261,1 triliun (cicilan pokok Rp 139 triliun dan cicilan bunga Rp 122,13 triliun). Jadi seluruh utang yang ditarik di tahun 2012 sebenarnya bukan untuk membiayai pembangunan tetapi untuk membayar cicilan utang. Itu pun belum cukup dan harus mengurangi alokasi APBN yang seharusnya bisa untuk membiayai pembangunan

Faktor utama yang menghambat Indonesia untuk menghindar dari jeratan utang sebenarnya muncul dari pemerintah maupun negara – negara kapitalis. Pertama, Dari sisi pemerintah sebagai debitur kendala utamanya adalah sangat dominannya pengaruh para ekonom neoliberal (ekonom kapitalis) dalam penyelenggaraan ekonomi Indonesia. Bagi para pemuja IMF, penderitaan rakyat di bawah himpitan beban utang cenderung tidak memiliki makna apa-apa.

Faktor kedua yang akan menghambat pembayaran utang adalah dari kreditor yaitu negara-negara kapitalis. Mereka sampai saat ini sangat berkepentingan untuk menguasai Indonesia baik dari aspek ekonomi maupun ideologi – politik. Dari aspek ekonomi, kekayaan Indonesia masih cukup banyak untuk mereka eksploitasi sehingga masih menghasilkan keuntungan yang luar biasa seperti tambang emas dan tembaga di Papua. Saat ini, cadangan emas milik PT Freeport Indonesia di Papua diperkirakan mengandung cadangan bijih emas terbesar di dunia, mencapai 67 juta ounce atau sekitar 1.899 ton (1 ounce = 28,35 gram) dan akan digarap hingga 2042. Begitu pula tambang emas di Minahasa dan Exxon mobile yang mendapat jatah pengelolaan minyak di Blok Cepu adalah sebagian kekayaan alam Indonesia yang dikeruk untuk kepentingan negara-negara kapitalis.

Sementara itu, dari aspek ideologi politik, saat ini Indonesia merupakan negeri muslim terbesar di dunia dan memiliki letak yang cukup strategis. Kalau Indonesia bangkit dan mandiri , secara ekonomi dan politik negara-negara kapitalis akan mengalami kerugian. Indonesia akan menjadi ancaman besar bagi negara-negara kapitalis dalam mempertahankan hegemoninya terhadap negara-negara berkembang. Kedua faktor inilah yang sangat dominan dalam mempertahankan keberadaan utang luar negeri dan neo imperilisme di Indonesia.

Ideologi

Oleh karena itu untuk membebaskan negeri ini dari jeratan kapitalisme global perlu ada perlawanan terhadap ideologi yang diterapkan saat ini yaitu ideologi kapitalisme seperti halnya yang dilakukan oleh Presiden Vladimir Putin dari Rusia yang mampu membayar utang karena adanya dorongan ideologi untuk terbebas dari jeratan kapitalisme global atau neoimperialisme.

Tentu ideologi yang tepat untuk dijadikan perlawanan bagi bangsa ini yang mayoritas muslin adalah ideologi islam yaitu Dienul Islam yang dianut oleh mayoritas masyarakat kita. Di sinilah perlunya kita berpikir jernih untuk menerima solusi yang ditawarkan oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) untuk menyelamatkan Indonesia dari krisis multi dimensi dan terbebas dari cengkeraman kapitalisme global dengan solusi yang berasal dari Dienul Islam yaitu Syariah Islam yang diterapkan secara menyeluruh dalam seluruh aspek kehidupan baik ekonomi maupun politik. [Arim Nasim (Pikiran Rakyat, 1/7/20130]

Posting Komentar untuk "BLSM dan Jerat Utang"

close