Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jihad, Antara Kewajiban dan Metode Perubahan

Catatan ini adalah sebuah Respon dari  beberapa diskusi di media social tentang kejadian kejadian terkini di dunia muslim yang berawal dari arab spring,  suriah dan mesir yang membicarakan metode perubahan yang benar dan tepat. Apakah denganmengangkat senjata? Atau ikut pemilu ? berikut adalah artikel yang di tulis oleh Ust. Mumtaz Qodir dalam Forum Halqah Bulanan.

Menanggapi kegalauan itu cukup sederhana  : “[1] seandainya perjuangan melalui demokrasi memiliki suara yang sama (yaitu meninggalkan demokrasi dan bertekad melakukan penerapan Islam dalam Khilafah Islamiyyah) … akankah Anda menyatakan bahwa demokrasi adalah metoda perubahan? atau [2] seandainya saya mendakwahi Obama dan Alloh berikan hidayah kepadaNya sehingga ia masuk Islam dan mau menerapkan Islam serta mengganti sistem kenegaraannya dengan khilafah … menurut Anda apa yang berbeda dan yang sama antara jihad, demokrasi dan Obama? Perbedaannya jelas, tetapi bagi saya yang sama adalah Tholabun Nushroh, upaya mencari pelindung dakwah dan kekuasaan riil yang mau menerapkan Islam … Bagaimana apakah ijtihad Hizbut Tahrir tentang Tholabun Nushroh masih Anda bilang salah?”

Metode Perubahan
 
Kemunduran kaum Muslim berawal dari kelemahan pemahaman terhadap Islam yang teramat sangat [Mafahim Hizbut Tahrir]. Lemahnya pemahaman ini membuahkan lemahnya penerapan Islam. Berbagai upaya membangkitkan umat tidak memberikan hasil, bahkan kaum Muslim kehilangan negara yang melindungi dan memelihara urusannya pada 1924 M,yaitu ketika diruntuhkannya Khilafah Islamiyyah.

Semenjak itu Islam tidak lagi diterapkan di negeri-negeri Muslim. Berbagai pemikiran dan perasaan campur aduk: ada Islam, ada kapitalisme, ada sosialisme, terkerat-kerat dalam nasionalisme, semangat patriotisme, isu sektarian dan fanatisme madzhab. Meski mayoritas penduduknya memeluk Islam, negeri-negeri Muslim itu berstatus Darul Kufur, karena Islam tidak diterapkan didalamnya [Manhaj Hizbut Tahrir lit Taghyiir]. Dengan status tersebut, dunia saat ini tidak memiliki satu negeri pun yang menjadi Darul Islam.Kondisi dunia seperti ini menuntut perubahan, sehingga ada negeri di muka bumi yang Islam tegak didalmnya atau dengan kata lain ada Darul Islam yang menjamin hak dan kewajiban muslim berdasarkan Islam. Dalam Shohih Muslim, disebutkan Rasulullah saw bersabda:

ادْعُهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ فَإِنْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى التَّحَوُّلِ مِنْ دَارِهِمْ إِلَى دَارِ الْمُهَاجِرِينَ وَأَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ إِنْ فَعَلُوا ذَلِكَ فَلَهُمْ مَا لِلْمُهَاجِرِينَ وَعَلَيْهِمْ مَا عَلَى الْمُهَاجِرِينَ

Serulah mereka kepada Islam. Jika mereka memenuhi (seruanmu), maka terimalah mereka dan hentikan peperangan atas mereka. Kemudian serulah mereka untuk berpindah dari daar mereka ke darul muhajirin dan kabarkan kepada mereka bahwa mereka jika melakukan hal itu, mereka memiliki hak sebagaimana hak muhajirin dan kewajiban atas mereka sebagaimana atas muhajirin.

Kehidupan ini harus dikembalikan ke kehidupan yang Islami. Kedudukan mengembalikan kehidupan Islami merupakan masalah utama bagi Islam saat ini. Sikap kaum Muslim terhadap masalah tegaknya Islam adalah masalah hidup-mati, sebagaimana disebutkan dalam Shohih Bukhori bahwa Nabi saw menjelaskan:

دعانا رسول الله – صلى الله عليه وسلم – فبايعناه ، فقال فيما أخذ علينا أن بايَعَنا على السمع والطاعة في مَنْشطنا وَمَكْرهنا وعُسْرنا ويُسْرنا ، وأثَرَة علينا ، وأن لا ننازع الأمر أهله إلا أن تَرَوْا كفراً بواحاً عندكم من الله فيه برهان

Rasulullah saw menyeru kami kemudian kami membaiat Beliau. Beliau menjelaskan tatacara baiat dankami berbaiat untuk mendengar dan taat dalam keadaan yang kami senangi dan kami benci, dalam kelapangan dan kesempitan kami serta tidak mendahulukan urusan kami.  Dan hendaknya kami tidak merebut urusan kekuasaan dari seorang pemimpin, kecuali “kalian melihat kekufuran yang nyata dimana kalian memiliki bukti dari Alloh.”

Sebagaimana dicontohkan Nabi saw, perubahan ini menuntut amal jama’iy yaitu gerakan dakwah secara berkelompok yang bertujuan mengembalikan kehidupan Islam, yaitu kembalinya Islam diterapkan dalam kehidupan. Kelompok dakwah ini bergerak dibidang politik, karena metoda penerapan Islam yaitu Khilafah merupakan institusi politik. Sebagaimana lazimnya kegiatan kelompok/partai politik (secara logis) dan mengikuti Rasulullah saw (secara wahyu), gerakan dakwah ini melakukan:
  1. Perekrutan kader untuk disiapkan untuk …
  2. Interaksi dengan masyarakat dalam bentuk …
  3. Penanaman pemahaman tentang gagasan yang diadopsinya hingga terbangun kesadaran umum akan Islam, sehingga …
  4. Menjadikan Islam sebagai perbincangan utama yang akan memudahkan …
  5. Pencarian ahlu nushroh (para pemiliki kekuatan riil) yang meyakini Islam dan menjadikan tegaknya Islam sebagai perkara hidup dan mati dan akhirnya …
  6. Menerima kekuasaan dari ahlu nushroh.
 Kedudukan Jihad

Jihad adalah kewajiban syar’iy yang agung. Sebab jihad adalah keberadaan kaum kafir yang memerangi dan menghalangi dakwah. Dan jihad bertujuan menghilangkan kekufuran sehingga tegak kalimat tauhid.Jihad adalah kewajiban mutlaq dan tidak muqoyyad dengan sesuatupun dan tidak dipersyaratkan apapun, termasuk keberadaan khilafah [Asy Syakhshiyyah Al Islamiyyah Juz ats Tsani].

Namun demikian, jihad bukanlah metoda perubahan untuk mengembalikan kehidupan Islami dan bukan pula menjadi bagian daripada metoda perubahan itu sendiri.Sebagaimana dijelaskan oleh Ustadz Muhammad Khoir Haikal proses berdirinya khilafah sebagai berikut [Al Jihad wal Qital fis Siyasatisy Syar’iyyah]:
  1. Terbangun suasana dakwah Islam di negeri kaum Muslim sehingga opini umum di negeri tersebut yang mengimani dakwah Islam menampilkkan tuntutan pemikiran dan peraturan. Disertai dengan persiapan untuk menolong dakwah dan pengorbanan di jalan dakwah.
  2. Ketika hal itu terwujud dan prasyarat negara terwujud – sebagaimana negara madinah masa Rasulullah saaw – maka tibalah waktunya dicari ahlu nushroh yang bersedia menyerahkan kekuasaan kepada orang yang memperoleh baiat, dimana kekuatan ahlu nushroh ini mampu memadamkan semua perlawanan dari dalam terhadap kondisi baru tersebut serta melawan potensi kekuatan luar yang berusaha menghancurkan kondisi baru tersebut.
  3. Jika ahlu nushroh sudah dikumpulkan, baiat sudah ditunaikan, khilafah sudah diumumkan, sistem telah menjadi Islami, maka kekuatan ahlu nushroh ditempatkan untuk selalu siap menghancurkan dengan telak siapa saja tergoda untuk memerangi pemerintahan Islam yang telah menjadi opini umum di negeri tersebut.

Posisi jihad, menurut Beliau, adalah menjaga keberlangsungan daulah, bukan dalam masa pendirian daulah. Hal ini digali dari beberapa riwayat siroh nabawiyyah, khususnya dalam lafadz Baiat Perang, seperti:
  • Dalam riwayat Ahmad, Baihaqi yang dishohihkan al Hakim dan disetujui oleh adz Dzahabi: “untuk menolongku, jika aku mendatangi kalian, serta melindungiku sebagaimana kalian melindungi istri, dan anak-anak kalian.”Beliau menolak tawaran para pemimpin Madinah untuk memerangi penduduk Mina (jama’ah haji dari seluruh Jazirah Arab) dengan pedang. Beliau tidak mengatakan kepada mereka: “Kita belum mampu”, tetapi beliau mengatakan: “Kita belum diperintahkan melakukan hal itu”. Imam Adz-Dzahabi berkomentar dalam kitabnya As Sirah An Nabawiyah bahwa “Rasulullah saw hanya mengizinkan mereka berperang setelah beliau bersama kaum Muhajirin berhijrah ke Madinah dan setelah berdirinya Daulah Islam di sana.”
  • Dalam Sirah Ibnu Hisyam: Ibnu Ishaq berkata: “Pada saat Baiat Perang – ketika Alloh telah mengizinkan RasulNya untuk berperang – Beliau menetapkan syarat yang berbeda dengan syarat yang Beliau tetapkan pada mereka dalam Baiat al Aqobah yang pertama. Itu karena Alloh belum mengizinkan RasulNya untuk berperang. Ketika Alloh telah mengizinkan Beliau saw berperang dan mereka telah dibaiat oleh Rasulullah saw dalam baiat terakhir untuk memerangi orang-orang berkulit merah maupun hitam … “ Ibnu Hisyam kemudian meriwayatkan dari Ubadah bin Shomit ra, salah seorang pemuka Madinah yang ikut dalam Baiat al Aqobah kedua: “Kami telah membaiat Rasulullah dengan Baiat Perang … “
  • Dalam Kanzul ‘Ummal diungkapkan, As’ad bin Zurarah dalam baiat ini menyeru Rasulullah saw: “Engkau mengajak kami, sementara kami adalah kelompok yang mempunyai kemuliaan dan kekuatan pertahanan, yang tak seorangpun berani macam-macam terhadap kami, supaya ada seorang lelaki di luar kami yang berani memimpin kami. Sementara, Engkau telah ditinggalkan oleh kaummu dan orang yang memeluk Islam bersamamu adalah orang-orang yang biasa saja. Itu merupakan situasi yang sangat sulit. Namun, kami memenuhi seruanmu untuk melakukannya.”

Hizbut Tahrir dan Jihad di Suriah

Mengapa HT tidak berjihad ke Suriah? Mengapa HT tidak menggerakkan syababnya ke Suriah? Sebenarnya ungkapan seperti itu tidak ubahnya dengan pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan ke para syabab terdahulu. Mengapa HT tidak membuat sekolah? Mengapa HT tidak mendirikan pesantren? Mengapa HT tidak mendirikan pasar syariah? Mengapa HT tidak membangun angkatan bersenjata?

Dan sudah lama pula Hizbut Tahrir memberikan respon atas berbagai pertanyaan tersebut. Sebagai amal individu silahkan saja, tetapi itu bukan aktivitas gerakan dakwah. Karenanya, syabab Hizb tidak boleh meninggalkan tempatnya ketika kewajiban syar’iy berlangsung atasnya. Posisi Hizb jelas sebagai kiyan fikriyyan dan bukan kiyan tanfidziyyan, sehingga apapun aktivitasnya adalah sebagai kiyan fikriyyan, termasuk dalam tabanni masholih adalah untuk menjelaskan bagaimana seharusnya masholih di-ri’ayah. Karena bukan kiyan tanfidziyyan, Hizbut Tahrir tidak melakukan ri’ayyah kemasalahatan umat sehingga Hizbut Tahrir bagaikan sebuah negara.

Karena itu, Hizbut Tahrir tidak mengadopsi tindakan bersenjata, tidak di Suriah dan di luar Suriah, tidakhari ini atau sebelumnya. Namun, Hizbut Tahrir meyakini bahwa perjuangan rakyat Suriah untuk mempertahankan diri sendiri diawalnya dan kemudian berupaya mengambil alih kekuasaan dan menggantinya dengan kedaulatan syariat adalah perjuangan yang sah. Individu syabab juga terlibat didalamnya, bukan dalam perintah dan kendali Hizbut Tahrir, tetapi karena perintah Islam itu sendiri. Perangnya juga tidak diorganisasi oleh Hizbut Tahrir, dan Hizb tidak menjadi sebuah batalion dalam perang tersebut, tidak pula memberikan pelatihan perang ataupun menyimpan senjata bagi mereka.  Batasan bagi Hizb adalah aktivitas ideologi dan politik [Ust. Ahmad al Qashsash dalam Q&A on the stance of Hizb ut-Tahrir with regard to armed action in Syria's revolution].

Sumber : DakwahMedia.Com

Posting Komentar untuk "Jihad, Antara Kewajiban dan Metode Perubahan"

close