Ustadz Ahmad al-Qashash di dalam salah satu bukunya, Usus an-Nahdhah ar-Raasyidah
(Pondasi Kebangkitan), menyatakan, “Faktor yang menentukan bangkit dan
mundurnya suatu masyarakat adalah peradaban yang dimiliki masyarakat
tersebut. Jika peradabannya tinggi, niscaya masyarakat di situ akan
bangkit. Jika peradabannya mundur, mereka tidak akan pernah mengetahui
kebangkitan. Ketika kita membicarakan peradaban yang ada di
tengah-tengah masyarakat, berarti kita sedang membicarakan pandangan
hidup (mafaahim, pemahaman), pola perilaku, dan pola hubungan yang menjadikan sebuah masyarakat memiliki kekhasan.”
Sebab, kenyataan menunjukkan bahwa kemajuan ekonomi, majunya ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan akhirnya dicapainya martabat mulia suatu
bangsa melalui akhlak yang baik, ternyata hanyalah hasil dari adanya
proses berpikir untuk memecahkan suatu problem kehidupan, yang dilakukan
secara terus-menerus dan menyeluruh.
Pertanyaannya: berpikir tentang apa yang mampu memecahkan problem kehidupan? Tidak lain adalah berpikir tentang alam semesta, manusia, kehidupan;
apa-apa yang ada sebelum kehidupan dunia; apa-apa yang ada sesudah
kehidupan dunia; serta keterkaitan ketiganya. Inilah yang disebut
sebagai pemikiran menyeluruh (fikrah kulliyah) atau akidah, yakni pemikiran tentang kehidupan dunia (hakikat hidup), sebelum dan sesudahnya, serta hubungan antarkeduanya.
Fikrah atau pemikiran merupakan kekayaan yang tak ternilai harganya.
Dari fikrah itu dihasilkan berbagai kemajuan dan peningkatan taraf
kehidupan. Oleh karena itu, kemajuan sains dan teknologi serta
penemuan-penemuan baru pun hanya dapat dicapai bila fikrah ini sudah
ada. Jika fikrah tidak ada, maka kemajuan sains dan teknologi juga tidak
akan bisa dicapai. Demikian pula meningkatnya taraf kehidupan dan
kejayaan ekonomi suatu bangsa dapat dicapai bila bangsa tersebut sudah
memiliki kerangka berfikir atau fikrah kulliyah untuk maju.
Tanpa adanya fikrah, maka kemajuan ekonomi hanya akan bersifat semu.
Bahkan yang ada justru ketidakadilan ekonomi. Dengan demikian upaya
untuk meraih kemajuan sains dan teknologi, industri dan kekuatan ekonomi
kedudukannya jauh berada di bawah pemikiran menyeluruh atau fikrah kulliyah tersebut.
Dengan fikrah, jika kekayaan maadiyah (materi, atau yang
bersifat benda-benda fisik), yang bisa berupa kemajuan sains dan
teknologi maupun ekonomi yang dimiliki, merosot dan hancur, keadaan
masyarakat masih bisa dipulihkan kembali, selama masyarakat masih
memegang pemikirannya. Sebaliknya, jika fikrah telah rusak, maka secara
berangsur-angsur kekayaan maadiyah (benda-benda fisik) tadi
akan habis dan manusia kehilangan kreativitas untuk menemukan
penemuan-penemuan yang baru, seperti kecenderungan yang kini tengah
dialami oleh negara-negara di kawasan Teluk (seperti Kuwait, Arab Saudi
dan sebagainya). Keadaan yang kedua inilah yang dialami kaum muslimin
dewasa ini. Oleh karena itu, terbukti bahwa kemerosotan umat Islam
akibat dari telah tercabutnya fikrah Islamiyyah, yang menyeluruh dan
sempurna itu, dari dalam diri kaum muslimin.
Dengan demikian, kebangkitan Islam yang sangat didambakan itu
hendaklah pada kebangkitan fikriyah. Yakni dengan terlebih dulu
mengembalikan pemikiran menyeluruh Islam ke dalam diri umat. Pemikiran
menyeluruh, yakni akidah Islam inilah yang dahulu telah membangkitkan
dan kemudian menghantarkan umat Islam pada puncak kejayaan dunia, baik
dari segi politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, maupun sosial budaya. Kesimpulannya, kebangkitan hakiki hanya akan bisa didapat dengan
kebangkitan pemikiran, bukan kebangkitan ekonomi, sains/teknologi, atau
kebangkitan akhlak. [AgusTrisa/DakwahMedia/VisiMuslim.Com]
Berbagi :
Posting Komentar
untuk "Kebangkitan Hakiki Menurut Ahmad Al-Qashash"
Posting Komentar untuk "Kebangkitan Hakiki Menurut Ahmad Al-Qashash"