Kebijakan Khalifah Agar Mudik Lebaran Menyenangkan
Setiap menjelang Hari Raya Idul Fitri rakyat Indonesia memiliki
kebiasaan yang unik yang disebut dengan ‘mudik’ lebaran. Pada tahun ini
saja meski dibayangi naiknya harga tiket dan bahan kebutuhan lainnya
akibat kenaikan harga BBM tampaknya semangat mudik tetap tinggi. Menurut
Kemenhub diperkirakan lonjakan penumpang arus mudik Lebaran tahun ini
naik 7 hingga 10 persen atau sekitar 20 juta orang. Mudik lebaran
seharusnya menjadi momen yang membahagiakan karena dapat berkumpul
dengan karib kerabat yang dirindukan. Namun sayang berbagai permasalahan
rutin mengiringinya mulai dari kemacetan , tingginya angka kecelakaan,
harga tiket melangit namun layanannya buruk , membuat mudik lebaran
menjadi terasa sulit. Apa penyebab kasus mudik lebaran ini terus berulang setiap tahun bahkan semakin kronis?
Penyakit Kronis Mudik lebaran
Kebiasaan mudik lebaran di Indonesia merupakan konsekwensi logis ,
mengingat mayoritas penduduknya merupakan masyarakat urban yang saling
terpisah dengan keluarga besarnya. Sehingga momen lebaran dijadikan
sebagai sarana menjalin silaturahim dengan sanak famili di kampung
halaman. Disamping itu menjalin silaturahim dengan sanak famili
merupakan hal yang sangat dianjurkan dalam islam sebagaimana sabda
Rasulullah : “Sembahlah Allah, janganlah berbuat syirik pada-Nya,
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan jalinlah tali silaturahmi
(dengan orang tua dan kerabat).” (HR. Bukhari no. 5983).
Namun sayang mudik lebaran senantiasa diwarnai dengan berbagai
permasalahan. Seperti tingginya angka kecelakaan dijalan raya.
Sebagaimana dirilis berbagai media, kecelakaan mudik pada tahun lalu
tercatat 820 nyawa melayang. Korban luka berat tercatat 1.366 orang dan
luka ringan 4.474 orang dengan kerugian materi mencapai total Rp 8,95
miliar. Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan di
tahun 2012 dibanding tahun 2011 naik 407 kejadian (9 %), meninggal
dunia naik 113 korban (16%), luka berat naik 129 korban (11%) , sebanyak
69,5% melibatkan kendaraan roda dua dengan kecelakaan tertinggi terjadi
di Pulau Jawa (detik.com). Saking banyaknya kecelakaan mudik yang telah
merenggut nyawa ratusan orang selama dua pekan saja membuat Ketua Umum
Palang Merah Indonesia, M Jusuf Kalla sampai mengusulkan kecelakaan
mudik ditetapkan sebagai bencana nasional.
Permasalahan mudik lainnya yang tak kalah memprihatinkan adalah
kemacetan yang luar biasa disepanjang perjalanan. Perjalanan Jakarta-
Yogyakarta misalnya pada hari-hari biasa dapat ditempuh sekitar 12 jam,
namun pada musim mudik bisa mencapai 36-48 jam. Tentu ini sangat
merugikan masyarakat yang mudik karena berkurangnya waktu untuk bersama
keluarga besar dan memboroskan bahan bakar minyak (BBM) seta kecapean
yang luar biasa.
Penyebab kemacetan ini paling tidak disebabkan oleh tiga hal . Pertama ,
tingginya harga tiket transportasi umum menyebabkan masyarakat ekonomi
lemah terpaksa menggunakan motor, padahal motor bukanlah alat
transportasi yang layak untuk perjalanan jarak jauh. Akibatnya jalan
raya dipenuhi ribuan motor yang menyebabkan kemacetan. Menurut Kepala
Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan Bambang S Ervan
memprediksi, jumlah pemudik yang menggunakan sepeda motor pada arus
lebaran 2013 ini diperkirakan mencapai 3,02 juta kendaraan.
Kedua , buruknya layanan
transportasi publik untuk perjalanan mudik dan di tempat tujuan membuat
masyarakat kalangan menengah atas lebih memilih menggunakan mobil
pribadi . Pada lebaran tahun ini diperkirakan 6 juta orang menggunakan
mobil pribadi sementara pengguna jasa angkutan bus umum, pesawat, kereta
api dan bus angkutan mudik gratis relatif lebih sedikit, 2.5 juta
orang.
Ketiga , Banyaknya infrastruktur jalan yang
rusak dan perbaikan yang tambal sulam. Jalur sepanjang pantai utara
(pantura) Jawa merupakan potret praktik tambal sulam dalam politik
infrastruktur negeri ini. Bayangkan, jalur pantura yang menjadi nadi
infrastruktur jalan Pulau Jawa diperbaiki secara tambal sulam.
Celakanya, perbaikan berlangsung saban tahun menjelang Lebaran. Dengan
metode tambal sulam, tidak mengherankan jika umur jalan tidak bertahan
lama. Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto pun mengakui sebagian besar
perbaikan jalan berupa penambalan. Jalan yang dibeton setiap tahun
hanya 30 kilometer dari total panjang 1.341 kilometer. Banyaknya jalan
yang dibiarkan rusak dan perbaikan tambal sulam yang dilakukan mendekati
lebaran membuat kemacetan semakin parah.
Akar Masalah ‘Penyakit Kronis‘ Mudik Lebaran
Munculnya permasalahan mudik lebaran ini adalah akibat pemerintah
mengadopsi sistem demokrasi kapitalis dalam pengelolaan negara. Menurut
pandangan kapitalis dalam pelaksanaan pelayanan publik seperti
transportasi, negara hanya berfungsi sebagai legislator dan fasilitator
saja, sedangkan yang bertindak sebagai operator atau pelaksana
diserahkan kepada mekanisme pasar. Akibatnya berbagai layanan publik
termasuk layanan transportasi dikelola dalam kaca mata bisnis/komersil
baik dilakukan pihak swasta ataupun pemerintah melalui tangan-tangan
BUMN atau BUMD. Sebagai konsekwensinya dapat kita rasakan harga tiket
transportasi publik mahal namun layanannya buruk. Demi mengejar untung
tidak jarang angkutan umum yang sudah tidak layak jalan tetap
beroperasi , mengabaikan keselamatan penumpang karena rawan
kecelakaan. Demi mengejar setoran kendaraan diisi melebihi kapasitas,
akibatnya penumpang berdesak-desakkan satu sama lain jauh dari rasa aman
dan nyaman. Manusia tidak diperlakukan layaknya manusia.
Akibat diterapkannya sistem kapitalis juga, negara dibikin bangkrut,
karena semua sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak
pengeloaannya diserahkan pada para kapitalis pemilik modal termasuk
pihak asing. Negara hanya mendapatkan sekedar bagi hasil atau
pajak/royalti dari pengelolaan tersebut . Akibatnya pendapatan negara
sebagian besar hanya didukung oleh pajak yang dipungut dari rakyatnya
sendiri. Maka dengan alasan keterbatasan dana, infrastruktur dibiarkan
tidak terurus. Ribuan kilo meter jalan rusak dan berlubang dibiarkan
bertahun-tahun. Kalaupun ada perbaikan hanyalah sekedar tambal sulam .
Lebih parah lagi akibat sistem kapitalis yang mendewakan kenikamatan
materi semata, melahirkan aparat negara bermental korup. Mereka
mengemban tugas dalam rangka berburu rente. Sudah menjadi rahasia umum
aparat negara yang seharusnya menjadi pelayan rakyat tidak segan-segan
berselingkuh dengan pengusaha menyunat dana yang sudah terbatas.
Sehingga kualitas jalan jauh dari harapan. Meskipun setiap tahun
diperbaiki tidak jarang jalan yang baru saja diperbaiki hanya beberapa
bulan sudah kembali rusak bahkan dengan kerusakan yang lebih parah.
Setiap proyek infrastruktur dijadikan ‘proyek abadi’ sebagai lahan
korupsi.
Pengelolaan kapitalistik ini juga mengakibatkan pengembangan wilayah
tidak terencana dan terpadu. Pembangunan hanya dipusatkan pada kota-kota
besar saja sesuai kebutuhan investor, sementara daerah-daerah hampir
tidak tersentuh pembangunan. Padahal seharusnya setiap wilayah dapat
dikembangkan karena memiliki daya dukung masing-masing yang dibutuhkan
masyarakatnya.Inilah yang mendorong masyarakat desa melakukan urbanisasi
besar-besaran ke kota yang jaraknya jauh dari daerah asalnya. Dengan
demikian mereka berada terpisah dari keluarga besar mereka. Dan ketika
lebaran dijadikan momen bersilaturahim dengan sanak keluarga sangat
begantung pada layanan transportasi yang memadai.
Bagaimana Kebijakan Khalifah Agar Mudik Lebaran Menjadi Perjalanan yang Menyenangkan?
Dalam pandangan Islam penguasa hadir dalam rangka mengurusi
kemaslahatan umum umat. Sehingga seorang penguasa dalam hal ini khalifah
beserta para aparat yang membantunya memastikan apakah semua kebutuhan
rakyat baik muslim ataupun non muslim sudah terpenuhi dengan baik. Khilafah mengatur arus mudik setidaknya dengan prinsip berikut: Pertama,
prinsip bahwa pembangunan infrastruktur, pengadaan moda transportasi
dengan segala kelengkapannya adalah tanggung jawab negara, peran negara
tidak dibenarkan direduksi sebatas regulator dan fasilitator saja.
Artinya dengan alasan apapun tidak boleh pengelolaannya diserahkan
kepada investor swasta. Hal ini karena Khalifah adalah pelayanan
masyarakat, sebagai mana ditegaskan Rasulullah saw, yang artinya,
“Pemimpin (Khalifah) adalah pelayan, dan ia bertanggung jawab atas
rakyat yang dipimpinnya” (HR HR Bukhari). Kedua,
sebagai wujud prinsip strategi pelayanan khilafah yang mengacu pada
tiga aspek. Yaitu kesederhanaan aturan, kecepatan memberikan pelayanan,
dan dilaksanakan oleh individu yang mampu dan profesional, karena
Rasulullah saw telah bersabda, yang artinya, “Sesungguhnya Allah swt
mewajibkan berlaku ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh
(melaksanakan qishash) lakukanlah secara ihsan. Jika kalian menyembelih
lakukanlah secara baik/sempurna.” (HR Muslim); maka negara akan
membangun infrastruktur publik dengan standar teknologi terakhir yang
dimiliki, seperti teknologi navigasi, telekomunikasi, fisik jalan hingga
alat transportasinya itu sendiri. Ketiga, anggaran yang bersifat mutlak, dari sumber-sumber yang sesuai syariah, dan dikelola secara jujur dan penuh amanah. Keempat,
tata kelola transportasi dilakukan secara terintegrasi, sehingga tidak
akan terjadi pembangunan transportasi yang bersifat tambal sulam, boros
biaya dan kualitas buruk seperti saat ini. Semua itu dapat menjamin
mudik lebaran menjadi perjalanan yang menyenangkan.
Sementara faktor yang tak kalah penting adalah upaya preventif yang
dilakukan Khalifah dengan perencanaan tata kelola wilayah yang baik
untuk meminimalisasi urbanisasi. Seperti yang pernah direalisasikan
saat pembangunan kota Bagdad di masa kejayaan Islam. Setiap bagian kota
direncanakan hanya untuk jumlah penduduk tertentu, dan di situ
dibangunkan masjid, sekolah, perpustakaan, taman, industri, area
komersial, tempat singgah bagi musafir, hingga pemandian umum yang
terpisah antara laki-laki dan perempuan. Bahkan pemakaman umum dan
tempat pengolahan sampah juga tidak ketinggalan. Sebagian besar warga
tak perlu menempuh perjalanan jauh untuk memenuhi kebutuhan
sehari-harinya serta untuk menuntut ilmu atau bekerja, karena semua
dalam jangkauan perjalanan yang wajar, dan semua memiliki kualitas yang
standar. Dengan demikian memungkinkan seseorang hidup dalam komunitas
keluarga besarnya. Oleh karena itu ketika mereka ingin menjalin
silaturahim dengan kerabatnya tidak membutuhkan perjalanan yang jauh
sehingga dapat dilakukan kapan saja. Untuk mengatasi arus mudik, Daulah
Khilafah sudah memberi contoh lebih dari seabad yang lalu. Sehingga
kembali pada kehidupan Islam adalah kewajiban dari Allah swt dan
merupakan solusi dalam setiap permasalahan kehidupan. Wallahu’alam [Maiyesni ( Lajnah Mashlahiyah MHTI)]
Posting Komentar untuk "Kebijakan Khalifah Agar Mudik Lebaran Menyenangkan"