Sedekah Tak Selamanya Hukumnya Sunnah
Salah satu amal yang banyak dilakukan umat muslim di bulan ini
adalah bersedekah. Rasulullah Saw pun melakukan yang demikian.
Diriwayatkan dalam sebuah hadist
“Rasulullah Saw adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau
lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan saat beliau bertemu Jibril. Jibril
menemuinya setiap malam untuk mengajarkan Al Qur’an. Dan kedermawanan
Rasulullah Saw melebihi angin yang berhembus.” (HR. Bukhari, no.6)
Dan, memang sudah seharusnya kita bersedah karena begitu banyaknya keutamaan sedekah. Diantaranya adalah : 1. Sedekah dapat menghapus dosa. (HR. Tirmidzi, di shahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi, 614) 2. Orang yang bersedekah akan mendapatkan naungan di hari akhir.(HR. Bukhari no. 1421) 3. Sedekah memberi keberkahan pada harta. (HR. Muslim, no. 2588) 4. Allah melipatgandakan pahala orang yang bersedekah.(Qs. Al Hadid: 18) 5. Terdapat pintu surga yang hanya dapat dimasuki oleh orang yang bersedekah. (HR. Bukhari no.3666, Muslim no. 1027) 6. Sedekah akan menjadi bukti keimanan seseorang. (HR. Muslim no.223)7. Sedekah dapat membebaskan dari siksa kubur. (HR. Thabrani, di shahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib, 873) 8. Sedekah dapat mencegah pedagang melakukan maksiat dalam jual-beli (HR. Tirmidzi no. 1208, ia berkata: “Hasan shahih”) 9. Orang yang bersedekah merasakan dada yang lapang dan hati yang bahagia. (HR. Bukhari no. 1443)
Tetapi, tak selalu bersedekah itu dianjurkan. Tak banyak di antara
kita yang tahu bahwa sedekah tak selamanya berhukum sunnah. Sedekah
bisa menjadi haram dalam kondisi tertentu. Di dalam kitab Nidzom
Iqtishody karangan Syekh Taqiyuddin an Nabhani disebutkan bahwa sedekah
menjadi haram ketika : a. bersedekah kepada musuh di medan perang yang
bisa menguatkan musuh dan mengalahkan kaum muslim ; b. bersedekah yang
menyebabkan diri dan keluarga kekurangan (dalam memenuhi kebutuhan
pokok/primernya ).
Status pemberian orang yang bersedekah hingga memudhorotkan diri dan
keluarganya, dinyatakan rusak (fasad) berdasarkan sabda Nabi Saw.
“Sebaik-baik sedekah adalah yang diberikan karena kecukupan dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu” (HR Bukhari, dari Abu Hurairah).
Yang diperkuat dengan sabda beliau Saw di hadist yang lain.
Diriwayatkan bahwa Nabi Saw didatangi seseorang yang ingin menyedekahkan
hartanya. Lalu ia berkata “Ya Rasulullah, ambillah harta ini dariku
sebagai sedekah. Namun demi Allah, aku tidak memiliki lagi harta selain
ini.”. mendengar ini Rasul Saw menolaknya. Lalu beliau didatangi lagi
oleh yang lain dengan maksud yang sama. Beliau mengatakan hal yang sama.
Kemudian beliau bersabda “Ada salah seorang di antara kalian yang
sangat bergantung pada hartanya. Dia tidak memiliki harta lain. Dia
kemudian menyedekahkannya. Namun setelah itu ia mengemis-ngemis kepada
orang lain. Ingatlah, sesungguhnya sedekah itu hanyalah berasal dari
orang yang mampu. Ambillah harta yang engkau butuhkan ini. Kami tidak
membutuhkannya”. Akhirnya orang tersebut mengambil kembali hartanya (HR ad-Darimi).
Hadist di atas jelas sekali menggambarkan bagaimana Rasulullah Saw
menolak sedekah dari orang yang sebenarnya belum terpenuhi kebutuhan
pokoknya sehingga seharusnya ia (orang tersebut) menerima sedekah bukan
memberi sedekah.
Islam mengatur, bahwa setiap orang memiliki kewajiban untuk memenuhi
kebutuhan pokoknya (primer) juga keluarga dan kerabat yang menjadi
tanggungannya, baru kemudian mendorongnya untuk menyedekahkan hartanya
kepada orang lain. Rasulullah Saw bersabda.
“Mulailah dari dirimu. Karena itu nafkahilah dirimu. Jika ada
kelebihan maka berikanlah kepada keluargamu. Jika ada kelebihan, maka
berikanlah kepada kerabat dekatmu. Jika masih ada kelebihan terhadap
kerabatmu maka demikianlah seterusnya. Begitulah (beliau mengatakan) :
mulailah dari yang di depanmu, lalu di sebelah kananmu dan kemudian di
sebelah kirimu” (HR Muslim).
Hanya perlu dipahami bahwa yang dimaksud dengan kebutuhan pokok
menurut syariat adalah berupa tiga hal yaitu sandang/pakaian (HR Ibn
Majah), pangan /makanan(QS 2: 233) dan papan/tempat tinggal (QS 65: 6).
Adapun selain ke tiga hal tersebut maka termasuk kebutuhan sekunder
dan tersier yang tidak harus dipenuhi. Dan syariat juga menentukan
bahwa kebutuhan pokok adalah kebutuhan dengan standar layak. Yaitu
kebutuhan untuk makan dengan makanan layak sehingga bisa meneruskan
hidupnya dan juga dalam keadaan sehat, pakaian layak(sekalipun
sederhana) yang bisa menutupi auratnya atau melindungi dirinya dari
udara panas dan dingin, serta tempat tinggal layak (sekalipun sederhana)
untuk berteduh dari panas dan hujan atau cuaca yang tidak mendukung.
Ini artinya, orang miskin yang tidak mampu memenuhi kebutuhan
pokoknya, maka ia tidak boleh menyedekahkan sesuatu yang sangat penting
bagi dirinya untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Sebab, sedekah hanya
diperintahkan bagi orang yang berkecukupan yaitu orang yang tidak
meminta-minta lagi untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Adapun orang yang
dia sudah mampu memenuhi kebutuhan primernya, maka ia disunnahkan
mengutamakan orang-orang fakir miskin dari pada dirinya meskipun ia
sendiri butuh harta tersebut untuk memenuhi kebutuhan sekundernya.
Tetapi harus diperhatikan juga bahwa tak seharusnya ketentuan
sedekah (yang hanya boleh bagi orang yang mampu sebagaimana dijelaskan
sebelumnya) mengakibatkan sedikitnya kaum muslim yang mau bersedekah
dengan alasan tak mampu. Padahal, jelas-jelas ia mampu membeli baju
bagus, rumah bagus, punya televisi bagus, handphone, laptop, komputer
dan lain-lain yang tidak termasuk kebutuhan pokok/dasar. Ia juga
memiliki persediaan harta yang cukup untuk membeli makanan untuk hari
besok, lusa atau bahkan cukup untuk satu bulan, satu tahun dan
seterusnya. Maka orang seperti ini tak hanya sudah memenuhi kebutuhan
pokoknya, melainkan sudah pula memenuhi kebutuhan sekunder bahkan
tersiernya. Pada orang-orang semacam mereka inilah yang sangat dituntut
untuk bersedekah. Mereka wajib menolong kaum muslim yang miskin dan
kekurangan sebagaimana sabda Nabi Saw.
“Siapa saja yang menjadi penduduk suatu daerah, lalu di antara
mereka terdapat seseorang yang kelaparan, maka perlindungan Allah SWT
terlepas dari mereka” (HR Ahmad).
Nabi juga menuturkan suatu hadist berupa hadist qudsi yang diriwayatkan dari Tuhannya
“Tidaklah beriman kepadaKu, siapa saja yang tidur kekenyangan, sedangkan tetangga di sampingnya kelaparan dan ia mengetahuinya” (HR al Bazzar dari Anas).
Allah SWT juga berfirman
“Di dalam harta mereka terdapat hak bagi orang miskin yang meminta-minta dan orang miskin yang tidak meminta-minta” (TQS adz-Dzariyat 19).
Walhasil, siapapun kita, ketika kita menyadari bahwa kita termasuk
orang-orang yang mampu dalam arti tercukupi kebutuhan pokok/dasar kita,
maka kita diseru untuk memperbanyak sedekah (sunah). Adapun sedekah
wajib yaitu zakat, hendaknya ditunaikan bagi setiap muslim yang memiliki
harta yang sudah mencapai kadar sebagaimana ketentuan zakat yang
dibahas khusus di bab zakat di dalam kitab-kitab fikih Islam.
Mari, kita jadikan sisa hari di bulan Ramadhan ini untuk memperbanyak
sedekah yang akan membersihkan harta-harta kita, meraih ridho Allah,
menghapus dosa, dan memberi keberkahan bagi hidup kita di dunia maupun
di akhirat. Aamiin. [visimuslim.org]
Posting Komentar untuk "Sedekah Tak Selamanya Hukumnya Sunnah"