Zakat, Pilar Membangun Masyarakat
Tidak dapat kita pungkiri, bahwa angka kemiskinan negeri ini semakin
terus meningkat. Ironis memang, di negeri yang sangat melimpah sumber
daya alamnya bahkan dikenal dengan ‘negeri agraris’ jumlah kemiskinan
semakin tinggi. Ternyata, potensi tersebut tidak mampu dimanfaatkan
dengan baik untuk membangun pilar-pilar kesejahteraan rakyat.
Sebaliknya, hampir di setiap pelosok negeri, terjadi eksploitasi alam
yang tidak terkendali. Sebagian besar hutan terus mengalami deforestasi
secara drastis. Minyak bumi dan beraneka barang tambang lainnya yang
dahulu menjanjikan sebuah harapan, tidak juga dapat teroptimalkan untuk
menciptakan kesejahteraan. Laju kerusakan alam berbanding lurus dengan
kerugian negara. Pada saat yang bersamaan, ketimpangan kesejahteraan
terus terjadi, ini dikarenakan kekayaan itu terkonsentrasi pada
segelintir kelompok elite masyarakat saja.
Kondisi tersebut merupakan gambaran umum dari kemiskinan struktural,
kemiskinan yang ada tidak disebabkan oleh ‘budaya kemiskinan’ yang
berimplikasi pada lemahnya mental juang kelompok yang disebut masyarakat
miskin tersebut, melainkan disebabkan oleh ketidakadilan sistem.
Kehidupan sosial-ekonomi dirasakan tidak memberikan proteksi bagi
kelompok lemah, sehingga entitas ini sangat mudah ditindas oleh golongan
yang memiliki modal besar. Kondisi ini tentunya sangat membahayakan
keberlangsungan kehidupan masyarakat. Untuk itu, diperlukan sebuah
sistem yang mampu mengatur kepemilikan harta, sehingga kesejahteraan
dapat terdistribusikan dengan adil.
Zakat merupakan salah satu pilar syari’at Islam yang memiliki kaitan
dengan permasalahan tersebut. Zakat merupakan ibadah dalam Islam yang
memiliki dimensi sosial-ekonomi. Zakat berfungsi sebagai media
redistribusi kekayaan dari kelompok yang mampu (aghniya’) kepada golongan yang kurang mampu (dhuafa’) dan yang tertindas (mustadh’afin).
Zakat merupakan institusi resmi syari’at Islam untuk menciptakan
kesejahteraan sosial-ekonomi yang berkeadilan, sehingga pembangunan
ekonomi mampu menghadirkan kesejahteraan bagi masyarakat.
Apa Hakekat Zakat?
Tidak sedikit orang masa sekarang yang menyamakan pajak dan zakat.
Sehingga ketika seseorang sudah membayar pajak menganggap dirinya sudah
membayar zakat. Padahal keduanya merupakan hal yang berbeda.
Masing-masing memiliki kekhasan tersendiri. Dalam Islam, pelaksanaan
zakat merupakan sebuah perintah Allah SWT yang memiliki pesan sebagai
sebuah kewajiban yang mutlak harus dilakukan oleh setiap orang yang
mengaku dirinya beriman. Hakikat perintah yang disyari’atkan dalam Islam
menurut Sayyid Quthb, tidaklah patut dipertanyakan alasan mengapa hal
itu ada oleh setiap mu’min yang baik. Tetapi, sikap yang harus
ditunjukkan adalah menjalankannya dengan penuh ketaatan, sami’na wa
atho‘na untuk mendapat keridhaan Allah SWT dan mencari hikmah yang
terkandung dalam perintah tersebut (Muhammad, 2004: 177). Karena itu,
dalam mengkaji zakat, hal yang memungkinkan bisa dilakukan adalah dengan
mencari hikmah dan implementasi dari perintah itu.
Zakat secara bahasa berarti berkembang (an-namaau) berarti juga pensucian (tathhir), keberkahan (al-barakah), dan baik (thayyib).
Sedangkan menurut istilah syara‘, zakat memiliki makna-makna tersebut.
Karena dengan mengeluarkan zakat menjadi sebab timbulnya berkah pada
harta. Sebagaimana yang dinyatakan dalam sebuah hadits, yang artinya :
Tidak berkurang harta karena shadaqoh (dikeluarkan zakatnya) (HR
Tirmidzi). Sebab lain karena zakat itu menambah banyak pahala,
mensucikan diri dari sifat bakhil (kikir) dan membersihkan dari dosa.
Definisi zakat secara syar’iy adalah sejumlah (nilai/ukuran) tertentu
yang wajib dikeluarkan dari harta (yang jenisnya) tertentu pula. Zakat
adalah salah satu ibadah dan salah satu rukun dari rukun-rukun Islam,
seperti shalat, puasa dan haji. Zakat hanya wajib atas kaum muslim, hal
ini ditegaskan dalam QS Al-Baqarah : 43. Demikian pula hadits-hadits
Rasulullah, di antaranya, Beritahukanlah kepada mereka, bahwa Allah
SWT telah mewajibkan atas mereka zakat, yang diambil dari orang-orang
kaya di antara mereka, untuk kemudian dikembalikan kepada orang-orang
fakir di antara mereka (HR Ibnu Majah dan Abu Daud).
Senada dengan definisi tersebut, dalam rumusan fiqh, zakat diartikan sebagai sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu. Dari sumber dana sosial kaum muslimin yang ada, zakat merupakan elemen yang sangat penting. Mengapa ?
Pertama,
zakat merupakan perintah yang diwajibkan kepada kaum muslimin yang
mampu (Q.S. At-Taubah [9]: 103). Zakat adalah fardhu ain atas setiap
muslim, pada zakat terdapat nishab sebagai syarat pengeluarannya, di
samping telah mencapai satu tahun (haul). Kewajiban zakat tidak
mengikuti keperluan negara serta kemaslahatan umat seperti yang terjadi
pada harta pajak yang dipungut dari umat. Dalam konteks sebagai
perintah, dana zakat memungkinkan untuk ditarik dari para muzakki.
Sehingga akan memungkinkan dana zakat ini menjadi sumber utama dari dana
sosial kaum muslimin.
Kedua,
mengenai pemanfaatannya, zakat memiliki aturan yang jelas mengenai
siapa yang berhak menerimanya sebagaimana telah dirincikan Al-Qur’an ke
dalam delapan ashnaf penerima zakat (Q.S. At-Taubah [9]: 60).
Mereka itu adalah : orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil zakat,
mualaf, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang
(gharimiin), fii sabilillah, orang-orang yang sedang dalam perjalanan.
Zakat adalah hak bagi 8 ashnaf ini, yang wajib dimasukkan ke dalam
baitul maal, baik ada keperluan ataupun tidak. Zakat bukan hak baitul
maal demikian juga bukan mustahik baitul maal. Baitul maal hanya tempat
penyimpanan harta zakat, untuk kemudian didistribusikan kepada
orang-orang yang telah ditentukan oleh Allah dalam Al-Qur’an.
Ketiga,dalam
dimensi pembangunan masyarakat, zakat merupakan salah satu instrumen
distribusi atau pemerataan pendapatan. Dengan pengelolaan zakat yang
baik, sangat dimungkinkan membangun suatu pertumbuhan ekonomi sekaligus
pemerataan pendapatan pada saat yang bersamaan. Melalui mekanisme ini,
secara tidak langsung, pilar ukhuwah ummat Islam tengah terbangun,
melalui solidaritas sosial dalam zakat.
Zakat dan Pembangunan Masyarakat
Kewajiban zakat dalam pembangunan pada hakekatnya merupakan
implementasi dari pembangunan sosial. Penerapan zakat dalam pembangunan
dan aktifitas ekonomi ditujukan untuk menciptakan harmoni antara
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan ekonomi. Setidaknya, dalam
pelaksanaan zakat, terdapat fungsi-fungsi dari pembangunan sosial yang
secara umum terlihat dalam dua hal, yaitu agenda pendistribusian harta
kekayaan dan upaya pemberdayaan masyarakat.
Perintah zakat, pada dasarnya, merupakan sebuah upaya agar harta
kekayaan dapat terdistribusi di tengah-tengah masyarakat, tidak hanya
mengumpul di kalangan orang-orang kaya saja, karena Islam tidak
menginginkan harta kekayaan tersebut hanya beredar dikalangan tertentu
saja dalam masyarakat, sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Hasyr
[59]: 7. Sebuah peringatan yang justru tengah terjadi dalam sistem
kapitalis saat ini, di mana para pemilik modal dapat leluasa
mengakumulasi modal mereka secara tersistematis dan mampu menikmati
kesejahteraan yang sangat layak. Sementara, kelompok masyarakat miskin
selalu tertindas karena mereka tidak memiliki modal (harta) sedikitpun
untuk dapat menjalani kehidupan ekonomi mereka.
Karena Islam memandang bahwa status kepemilikan harta bukanlah
otoritas absolut individu. Artinya, manusia bukanlah pemilik mutlak dari
harta kekayaan yang mereka dapati. Semua itu merupakan titipan dari
Allah SWT, yang dengan izin Allah manusia berhak untuk memanfaatkannya.
Lebih lanjut, Islam menegaskan bahwa dalam harta yang diperoleh
tersebut, di dalamnya, terdapat hak-hak orang lain dari harta yang
mereka hasilkan (Q.S. Al-Ma’aarij [70]: 24-25). Karena itu, distribusi
harta kekayaan melalui zakat, dalam pandangan Islam, memiliki landasan
yang jelas.
Terlebih lagi melalui mekanisme distribusi harta kekayaan ini, zakat
akan meminimalisir terjadinya kesenjangan antara kemajuan ekonomi
dengan kesejahteraan sosial. Dengan distribusi kekayaan tersebut, maka
tujuan yang lebih spesifik yaitu penyebaran kesejahteraan secara
progresif akan terwujud. Laju pertumbuhan ekonomi mampu memberikan kontribusi pendapatan
bagi masyarakat yang kurang beruntung, sehingga pertumbuhan ekonomi
tidak hanya terjadi pada kelompok yang memiliki modal saja. Tetapi juga
tersebar merata bagi mereka yang tergolong miskin, karena adanya
tambahan distribusi pendapatan melalui zakat. Oleh karenanya, penerapan
zakat dalam pembangunan mampu memacu pembangunan kesejahteraan sosial,
bersamaan dengan laju pertumbuhan ekonomi.
Dalam pembangunan sektor riil, zakat memiliki peranan yang cukup
besar. Peran tersebut diimplementasikan dalam agenda pemberdayaan
masyarakat melalui produktifitas dana zakat. Pada dasarnya, zakat
merupakan sebuah proses yang produktif dalam pemberdayaan masyarakat.
Artinya, pemanfaatan zakat semestinya bukan hanya terpaku pada hal-hal
yang bersifat konsumtif, melainkan memiliki agenda pembangunan
masyarakat yang terpadu melalui pemberdayaan masyarakat. Seorang
mustahiq dengan dorongan keimanan yang tinggi tidak hanya sekedar
mencukupkan dirinya untuk menjadi mustahiq selamanya, tetapi ia akan
berusaha memanfaatkan dengan baik harta yang dimilikinya, mandiri dalam
mengelola harta yang datang kepadanya. Sehingga suatu saat ia tidak
lagi menjadi mustahiq, tetapi justru menjadi muzakki baru.
Dari penjelasan di atas, jelaslaha bahwa zakat tidak hanya sebagai
perwujudan keimanan kepada Allah, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan
akhlaq mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sikap
kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan ketenangan hidup saja, tapi
sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki (QS.
Attaubah: 103, Ar-Rum: 39, Ibrahim: 7). Selain itu zakat merupakan hak
mustahik, karena itu zakat berfungsi untuk menolong, membantu dan
membina mereka kearah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera,
sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidunya dengan layak, dapat
beribadah, terhindar dari kekufuran, menghilangkan sifat iri, dengki
(QS. An-Nisa’ 37).
Selanjutnya, jika kita mendalami masalah zakat ini, maka akan kita temui bahwa dengan zakat ini, kekayaan akan terdistribusi ke seluruh kalangan masyarakat, tidak hanya mengumpul pada orang-orang tertentu, kaum pemilik modal semata. Sehingga kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin tidak akan terjadi. Zakat memiliki kedudukan yang strategis dlam membangun masyarakat, jika pengumpulan dan pendistribuasiannya dikelola dengan baik, maka akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Selanjutnya, jika kita mendalami masalah zakat ini, maka akan kita temui bahwa dengan zakat ini, kekayaan akan terdistribusi ke seluruh kalangan masyarakat, tidak hanya mengumpul pada orang-orang tertentu, kaum pemilik modal semata. Sehingga kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin tidak akan terjadi. Zakat memiliki kedudukan yang strategis dlam membangun masyarakat, jika pengumpulan dan pendistribuasiannya dikelola dengan baik, maka akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Hanya saja praktek zakat akan bisa diwujudkan dengan baik, jika
aturan Islam diterapkan secara kaaffah di muka bumi ini. Oleh karena
itu upaya yang kita lakukan tidak cukup hanya menunaikan zakat dengan
benar saja, tetapi berupaya dengan keras dan berjuang sungguh-sungguh
agar sistem Islam bisa ditegakkan secara sempurna di muka bumi ini.
Karenanya penyadaran dan pencerdasan umuat terhadap aturan Islam serta
perjuangan untuk tegaknya kembali syariat Islam di muka bumi ini,
menjadi agenda utama kita hari ini. Wallahu a’lam bishshawwab. [Najmah Saiidah]
Posting Komentar untuk "Zakat, Pilar Membangun Masyarakat"