Golput Menang, Demokrasi Tumbang?
Hampir
bisa dipastikan angka golput untuk pemilu capres/cawapres 2014 masih tinggi.
Berkaca dari pemilu caleg beberapa waktu yang lalu, angka golput bahkan
mencapai 43,18%.Inilah fenomena ganjil di negara yang mendapat gelar paling
demokratis. Demokrasi yang katanya “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”
seharusnya membuat rakyat bergairah.Rakyat pun akan semangat untuk menyukseskannya,
demi masa depan lebih baik. Sebaliknya, rakyat
cenderung apatis.Buktinya dari awal pemilu digelar sampai sekarang sudah
sebelas kali diadakan, angka golput selalu naik dan diprediksi akan terus naik.Mengacu
pada data tingkat partisipasi pemilih sejak Pemilu 1971, angka Golput terus merangkak
hingga pesta demokrasi 2009 lalu. Pada Pemilu 1971, partisipasi pemilih
mencapai 96,62 %. Pada Pemilu 1977 turun tipis menjadi 96,52 %. Pada Pemilu
1982, menurun ke angka 96,47 %. Penurunan berlanjut pada Pemilu 1987 yakni
menjadi 96,43 %. Di Pemilu 1992 merosot menjadi 95,06 %. Penurunan agak tajam
terjadi pada Pemilu 1997 yakni menjadi 93,55 %. Pada Pemilu 1999, turun lagi ke
angka 92,74 %. Kemudian pada Pemilu 2004, jumlah partisipasi pemilih menurun
tajam menjadi 84,07 %. Nah, pada Pemilu 2009 lalu, terjun bebas ke angka 70,99 %.
Jadi faktanya, Golput semakin berjaya dari masa ke
masa.
Padahal pemerintah dan KPU sudah mensosialisasikan agar
tidak golput.Ormas, para tokoh, pejabat dan parpol juga sudah jauh-jauh hari
mengingatkan jangan golput.Bahkan mengeluarkan fatwa haramnya golput atas
fenomena ganjil ini.Wakil Sekretaris MUI, Amir Syah mengatakan, ijtima' ulama
di Padang Panjang pada 2009 patut 'digemborkan' kembali. Dalam ijtima tersebut
MUI mengajak masyarakat untuk memilih pemimpin.''Haram hukumnya jika
pemimpinnya baik tapi tidak dipilih,'' kata dia, Kamis (20/3).Amir mengatakan,
pemilihan pemimpin sangat penting agar roda pemerintahan tetap berjalan.
Pemerintahan yang baik nantinya akan membuat rakyat sejahtera. Menurut Amir,
pemilihan imamah dalam Islam diwajibkan.(republika,jum’at, 21 Maret
2014,02:31 wib). Ketua umum Pengurus Besar Nahdalatul Ulama Said Aqil Sirajd
juga angkat bicara sela-sela acara Harlah ke-64
Fatayat NU, di Gedung PBNU, Jalan Salemba Raya,
Jakarta, Kamis (24/4/2014)"Insya Allah kita imbau warga NU menggunakan hak
pilihnya di Pilpres untuk menentukan masa depan bangsa ini,". Beliau
berharap warga NU menggunakan hak pilihnya.
Wajar saja sejumlah pimpinan parpol dan ormas sangat
khawatir peningkatan golput. Pasalnya, semakin besar angka golput menunjukkan
bahwa demokrasi yang katanya akan menjadikan kehidupan lebih baik, meningkatkan
kesejehteraan dan keadilan dipertanyakan oleh pengikutnya sendiri. Masyarakat
sudah mulai memahami dan mengerti bahwa demokrasi adalah sistem yang rusak dan
merusak.Sebuah sistem yang tidak akan berpihak kepada rakyat dan mereka mulai
mengetahui bahwa dibalik ini semua adalah para kapitalis dan kongmelarat hitam
bermain. Rakyat hanya dijadikan korban, tumbal nafsu kekuasaan mereka.
Menurut
juru bicara (jubir) Hizbut Tahrir Indonesia Ustadz Ismail Yusanto, bahwa “Banyak
faktor mengapa orang tidak memilih. Ada karena masalah teknis. Sebutlah golput
teknis, misalnya karena sakit, hujan atau TPS-nya jauh di kampung sana, dan
sebagainya. Ada juga masalah psikologis (golput psikologis), yakni kekecewaan
seseorang pada partai-partai yang ada akibat perilaku korup, abai terhadap
kepentingan rakyat dan sebagainya. Bisa juga karena masalah politik dan
ideologi (golput ideologis). Partai-partai yang ada dinilai tidak sesuai dengan
pandangan politik dan ideologi yang dianut. Apapun latar belakangnya, golput
adalah juga hak rakyat yang tidak bisa atau tidak boleh dipersoalkan.”
Sehingga tingginya
angka golput tiap pemilu patut menjadi perhatian seluruh rakyat negeri ini,
khususnya umat Islam. Dana puluhan triliyun sudah dihabiskan oleh pemerintah,
parpol, para kontestan caleg yang bertarung. Sebaliknya tidak menghasilkan
apa-apa.Malah semakin menyuburkan angka golput, dari hasil rekapitulasi
diberbagai daerah baik tingkat kota/kabupaten maupun propinsi terlihat angka
golput selalu bersaing dengan angka pemilih. Ini membuktikan bahwa golput sudah
merata dan menjadi pilihan sebagian besar rakyat indonesia. Umat Islam yang
mayoritas menghuni negeri patutnya mulai bertanya-tanya apa maunya rakyat
indonesia.Apakah sistem yang sudah dijalankan puluhan tahun sudah saatnya
diganti dengan sebuah sistem yang memang benar-benar akan mewujudkan
kesejateraan dan keadilan yang rakyat inginkan. Sebuah sistem yang sesuai
dengan fitrah manusia dan berasal dari yang Maha Segalanya.
Demokrasi Tumbang
Pilihan
untuk tidak memilih alias golput merebak diberbagai daerah bukan tanpa alasan.Janjimanis
para caleg dan capres/cawapres selama ini hanya bualan belaka. Jauh panggang dari
api. Janji hanyalah tinggal janji, tapi yang pasti rakyatlah dikibuli.
Demokrasi digembar-gemborkan sebagai pemerintahan yang kedaulatanya terletak
ditangan rakyat.Rakyat bebas menentukan keinginan dan kehendaknya, ditangan
rakyatlah berkuasa. Semua itu adalah kebohongan yang diumbar oleh pengikut
demokrasi sebagai penutup kedok buruk mereka untuk berkuasa. Lihatlah pasca
pileg, partai sibuk koalisi untuk suksesi menuju kursi presiden. Lantas, di
mana untuk rakyat?
Amerika
Serikat sebagai negara pengekspor utama demokrasi ke berbagai negara.
Membuktikan sendiri kebohongan mereka, presiden Abraham Lincoln (1860-1865)
mengatakan bahwa demokrasi adalah, “from
the people, by the people, and for the people.”.( dari rakyat, oleh rakyat
dan untuk rakyat). Namun hanya sebelas tahun kemudian setelah sang presiden
meninggal dunia. Presiden Amerika Serikat Rutherford B. Hayes, pada tahun 1876
mengatakan bahwa kondisi Amerika Serikat pada tahun itu adalah. “ from company, by company and for
company”. (dari perusahan, oleh perusahaan dan untuk perusahaan).
Presidennya sendiri mengakui kebohongan demokrasi.Kebrutalan mereka memaksa
semua negera didunia untuk menerima paham sesat ini. Ada saja negara yang
dengan senang hati dan bangga menerima dan memaksa rakyatnya untuk mengakui.
Demokrasi hanya memberikan perubahan orang/ rezim. Bukan perubahan sistem.
Justru demokrasi melanggengkan kapitalisme-sekuler dan liberalisme. Sekedar
contoh, Indonesia dari awal kemerdekaan tetap menjalankan sekularisme. Memang,
terjadi perubahan pendekatan mulai dari sosialisme pada orde baru, dan
Noeliberalisme pada era orde reformasi. Sebaliknya, sistemnya tetapsekularisme.
Perubahan yang terjadi hanyalah perubahan rezim penguasa. Dengan demikian,
berharap adanya perubahan hakiki pada demokrasi ibarat punduk merindukan bulan,
sangat utopis. Sungguh terlalu. Demokrasi pun menuju ketumbangan dan perlu ada
sistem alternatif pengganti. Mempertahankan demokrasi, sama dengan
mempertahankan kerusakan.
Kembali
ke Islam, Sistem dari Yang Maha Kuasa.
Ide
kufur demokrasi, prinsip dasar yang tidak bisa dilepaskan adalah kedaulatan dan
kekuasaan berada di tangan rakyat (as-siyadah
wa as-sulthan li al-ummah). Kekuasaan di tangan rakyat tersebut diberikan
oleh rakyat kepada wakil-wakilnya yang ada di parlemen sehingga mereka
berdaulat guna membuat hukum-hukum sesuai dengan keinginan mereka. Di dalam
Islam kedaulatan berda di tangan Asy-Syar’i, yakni Allah SWT, artinya kedaulatan
berada di tangan syariah (as-siyadah li
asy-syari). Adapun kekuasaan berada di tangan rakyat, dalam demokrasi
kekuasaan diberikan kepada wakil-wakil
rakyat untuk membuat hukum (bukan menjalankan hukum dari Allah SWT). Adapun
dalam Islam, kekuasaan diberikan oleh rakyat kepada penguasa (khilafah) namun
untuk menjalankan hukum-hukum Allah SWT, yakni syariah Islam yang bersumber
dari al-Qur’an, as-sunnah, ijma sahabat dan Qiyas syar’i.
Di
dalam demokrasi, hukum yang dibuat untuk mengurusi rakyat adalah bersumber dari
akal manusia yang lemah dan serba terbatas. Akal yang tidak bisa mengetahui apa
kebutuhan manusia yang lain. Sebaliknya, di dalam Islam sumber hukum untuk
mengatur persioalan setiap sendi kehidupan manusia berasal dari Zat yang
menciptakan akal manusia itu sendiri. Dialah Allah SWT, Zat yanh maha tahu apa
saja yang dibutuhkan oleh manusia. Allah SWT telah menurunkan Syariah Islam
untuk mengatur semua persoalan tersebut (lihat:QS an –Nahl :89).
Saatnya
menumbangkan demokrasi sistem kufur
dengan sistem Islam yang berasal dari Dzat Yang Maha Tahu dan Maha
Segalanya. Hanya dengan sistem Islam sajalah dapat menghantarkan kebahagian
dunia dan diakhirat mewujudkan keadilan dan kesejehteraan, mengangkat harkat
dan martabat, memanusiakan manusia. Sudah saatnya juga umat Islam bangkit dan
bersatu menegakkan sistem Islam kaffah yaitu sistem Khilafah’ ala minhaj an –Nubuwwah. Semua itu
hanya bisa dilakukan dengan menempuh thariqah
dakwah Rasullullah Saw.Bukan dengan jalan demokrasi. [Rudini (Lajnah Siyasiyah HTI Surabaya)]
Sumber Rujukan:
- Detiknews. Rabu, 09/04/2014, 16:31 WIB
- Detiknews.kamis, 24/04/2014, 16:27 WIB
- Media al- wa’ie edisi no 158 tahun XIV dan 134 tahun XII)
- www.hizbut-tahri.or.id
Posting Komentar untuk "Golput Menang, Demokrasi Tumbang?"