Apakah Mendidik Generasi Muda Muslim Adalah Tindakan Kriminal?
Shohana Khan berpendapat bahwa mendidik generasi muda umat Islam yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dan pendidikan sedang dikriminalisasikan.
Bagi setiap orang, anak-anak adalah investasi terbesar karena kita dapat membangun setiap elemen kehidupan kita di dunia ini. Namun, dalam beberapa dekade, hal ini tidak lebih berharga bagi Anda dan saya daripada debu yang mengelilingi kita yang ada di dalam tanah. Namun, bagi anak-anak kami, yang merupakan generasi mendatang, yang kami bangun saat ini sungguh berarti.
Sebagai Muslim kita memahami ide ini, lebih dari apa pun yang Anda lakukan pada anak-anak Anda. Warisan kaum Muslim yang agung dan bersinar ada pada anak-anak mereka atau cucu-cucu mereka. Umar bin Abdul Aziz (rh.), yang dianggap sebagai Khulufaur Rasyidin kelima adalah keturunan dari Umar ibn al Khaththab (ra.) dan seorang gadis, yang terkenal karena dia tidak mencampurkan susu dengan air. Kisahnya adalah salah satu kisah yang kami ceritakan kepada anak-anak kami pada hari ini untuk mengajarkan mereka tentang arti takwa, sebagaimana kisah cucunya – yakni Umar bin Abdul Aziz (rh), seorang yang juga terkemuka. Itu adalah di antara cerita-cerita lain dari ulama yang salih, yang lahir dari ibu yang ikhlas dan salih, di sepanjang sejarah Islam. Muhammad (saw.) berdoa untuk Hasan (ra.) dan Hussain (ra.) agar masa depannya dilindungi. Itulah doa sunnah yang kami gunakan juga untuk mendoakan anak-anak kami pada hari ini.
Abu Hurairah (ra.) meriwayatkan bahwa Rasulullah (saw.) bersabda, “Ketika manusia wafat, semua amalnya terputus kecuali tiga hal: sedekah, ilmu (Islam) yang manfaat, dan anak saleh yang mendoakan orang tuanya.” (HR Muslim).
Kriminalisasi Sekolah-sekolah Muslim
Sebagai komunitas Muslim, kami tahu bahwa kami memiliki tanggung jawab besar untuk membesarkan anak-anak kami agar mereka berpegang pada agama ini. Kami ingin mendidik orang-orang dewasa yang akan merawat kami di usia tua kami. Mereka adalah generasi yang diharapkan selalu berpegang teguh pada Al-Qur’an di hati mereka, yang peduli kepada tetangga mereka, yang mengatakan kebenaran apapun situasinya, yang berjalan dengan kerendahan hati. Dengan begitu ketika kami mati dan tidak ada lagi, Islam adalah cahaya yang memimpin komunitas ini.
Namun, kami tahu hambatan-hambatan untuk membawa Islam dengan cara ini, yang sedang mendapat penentangan pada hari ini. Laporan draft Ofsted yang tidak bermutu yang dirilis mengenai sekolah-sekolah Islam di Luton dan skandal “Trojan Horse” di sekolah-sekolah Birmingham, telah membuat para orangtua Muslim dan para pendidik merasa bahwa upaya kami untuk mendidik umat bagi masa depan menjadi masalah.
Sebagai anggota masyarakat, kami diminta untuk tidak mengisolasi diri, memencilkan diri kita sendiri. Para orangtua Muslim selama bertahun-tahun telah terlibat, mengambil posisi seperti orangtua pengawas yang mengatasi kebutuhan para siswa Muslim di lingkungan sekolah negeri. Namun, gembar-gembor dan retorika dokumen dari ‘Trojan Horse’ kini telah dianggap upaya sedemikian rupa seperti adanya infiltrasi “kaum ekstremis”. Dokumen tersebut mengirim pesan kepada semua orang bahwa umat Islam tidak bisa aktif di sekolah anak-anak mereka tanpa melepaskan keinginan yang timbul dari agama mereka yang haus darah, yang dilakukan dengan pedang. Sebelum memberikan bukti apapun, sekolah-sekolah Birmingham dianggap telah mengalami “kudeta tak berdarah” yang dilakukan oleh umat Islam garis keras dan bahwa Islam mengambil-alih setiap aspek kehidupan sekolah.
Jadi, jika aktif di sekolah negeri dianggap sebagai “infiltrasi”, lalu bagaimana dengan sekolah-sekolah independen kami? Sekolah-sekolah kami yang didirikan secara independen lepas dari komunitas kami juga telah menyebabkan kehebohan serupa.
Ofsted telah datang ke sekolah kami untuk menyelamatkan “pusat-pusat teroris yang berkembang” (ketika mereka telah datang untuk melihatnya). Ofsted diam-diam menanyai siswa berusia sembilan tahun tentang pengetahuan mereka atas praktik-praktik sosial yang lebih luas. Interogasi yang tidak pantas dilakukan atas anak-anak di Luton Olive Tree Primary ini, menunjukkan seberapa jauh suatu organisasi obyektif seperti Ofsted akan lakukan, untuk “memeriksa” sekolah-sekolah Muslim.
Penyelidikan Terhadap Kaum Muslim
Penyelidikan komunitas Muslim menunjukkan satu hal, bahwa meskipun banyak sekolah agama dari sejumlah komunitas Kristen, Yahudi, Hindu, sekolah-sekolah dan upaya-upaya orangtua Muslimlah yang merupakan ancaman. Komunitas Kristen, yang merupakan jumlah terbesar dari sekolah-sekolah agama di seluruh negeri, masih jauh percaya bahwa homoseksualitas adalah dosa. Uskup Agung Inggris baru-baru ini menerbitkan pedoman untuk mengatasi intimidasi homophobic di sekolah dan masih mengakui pandangan keagamaan secara signifikan.
Yahudi Ortodoks percaya pada pemisahan gender, dengan sekolah-sekolah untuk satu jenis gender di Inggris. Namun, Islam tampak menjadi satu-satunya sasaran tembak atas pandangan seperti ini oleh Michael Gove, dengan melakukan tindakan sweeping sensasionalnya di berbagai sekolah Muslim. Semuanya karena apa pun bisa dilakukan atas nama mengatasi ekstremisme dalam komunitas Muslim saat ini.
Kemarahan ini mungkin tampak seperti raksasa besar bagi kami untuk diatasi, sebagaimana telah terjadinya perdebatan pemisahan gender dan seruan untuk melarang niqab. Namun, itu adalah raksasa yang kami harus dorong kembali, dengan keyakinan kepada Allah (Swt.) bahwa Dia akan menolong kami dan membantu kami. Sebagai komunitas, kami harus bersatu untuk melawan tekanan ini untuk mendidik generasi mendatang kami. Ini adalah sesuatu yang kami tidak bisa kompromikan sedikitpun, dan jika kami harus melakukan apa-apa, tekanan ini tidak bisa melakukan apapun selain melegitimasi fitnah tersebut. Kami akan dicap menyebarkan ide bahwa kami mencoba mengajarkan anak-anak kami hal-hal yang merugikan masyarakat, menumbuhkan kebencian dan mendidik teroris. Yang kami tahu, hal ini tidak bisa lebih jauh dari kebenaran: “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (TQS at-Tahrim: 6).
Ayat ini berlaku hari ini seperti juga kemarin dan esok hari. Kami harus melakukan segala daya upaya untuk menyelamatkan anak-anak kami dari neraka meskipun ada tekanan luar biasa yang kami rasakan dari media raksasa dan para politisi anti-Islam. Banyak dari kami yang masih memiliki poin untuk meningkatkan pertemuan Persatuan Orang Tua Murid & Guru (PTA) tentang bagaimana anak-anak kami akan melewati hari-hari sekolahnya pada bulan Ramadhan dalam keadaan seperti ini; kami mungkin memiliki anak-anak yang akan belajar ke sebuah sekolah Muslim di mana mereka akan mempelajari agama. Kita harus berani dan terus maju. Sudah saatnya untuk meningkatkan upaya kita bukan menurunkannya.
Keyakinan
Sekolah Muslim harus percaya diri dengan menyatakan bahwa mereka adalah salah satu prestasi terbesar dari penduduk Inggris. Komunitas Muslim telah mengumpulkan dana bersama-sama yang sangat dibutuhkan untuk membangun kekayaan sekolah di seluruh negara. Sekolah-sekolah itu telah berusaha menanamkan nilai-nilainya pada generasi mendatang yang dapat menguntungkan masyarakat dimana mereka akan hidup; memiliki keyakinan bahwa gagasan kesadaran akan Tuhan, rasa tanggung jawab, nilai-nilai kasih sayang, peduli dan tanggung jawab untuk menjadi anggota masyarakat yang bisa menolong dimana pendidikan islami sangat penting bagi orang dewasa di kemudian hari.
Yang benar, sekolah Muslim memproduksi anak-anak yang sangat dibutuhkan masyarakat ketika materialisme, individualisme dan budaya hedonistik meningkat dan melanda kaum muda. Menuduh sekolah-sekolah Muslim menciptakan orang-orang yang berbahaya bagi masyarakat tidak hanya merupakan pencemaran nama baik yang menjijikan, tetapi juga menggelikan, saat sejumlah sekolah negeri menemukan kesulitan untuk mendapatkan anak-anak yang menghormati gurunya.
Namun, pada akhirnya inilah serangan lain atas agama kami dan gaya hidup Islam; kita mungkin merasa tidak cukup kuat untuk berdiri melawannya. Nabi Dawud (as.) berdiri di depan raksasa Jalut, dan mengetahui bahwa pertempuran itu terlihat tidak menjanjikan kemenangan jika dilihat dari luar. Namun, Nabi Dawud (as.) tahu betapa pentingnya berdiri menentang untuk membela yang haqq.
Dawud (as.) diberitahu agar jangan berperang karena ayahnya merasa dia terlalu muda dan lemah. Namun, dia pergi ke arah depan, dengan keteguhan sebagaimana firman Allah yang akhirnya memberinya keputusan: “Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan kepadanya hikmah dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan.” (QS Shad: 20)
Perasaan kami merasa dipojokkan adalah benar dengan menjadi komunitas minoritas dengan sedikit akses ke media. Namun, kisah-kisah para nabi (as.) yang kami baca untuk anak-anak kami, memberi kami pelajaran yang kuat tentang ketekunan meskipun betapa sulitnya hal ini karena kita tidak membentuk apa yang terjadi, sebagai hasil dari usaha kita. Hanya Allah (Swt.) yang memiliki kekuatan untuk melakukannya.
Akhirnya, jika kami masuk ke masa depan kami lima puluh tahun kemudian, dengan melihat sebuah komunitas saat Islam hanyalah namanya saja dan tidak ada yang lain, kami akan hancur karena tidak ada artinya hidup, tanpa hidup dengan agama Pencipta kita (Swt.).
Misi untuk menjaga Islam bukan hanya misi Rasulullah (saw.) utusan terakhir Allah (Swt.), namun telah menjadi misi komunitas kelompok minoritas ini di Inggris pada abad ke-21. [rz] [Shohana Khan (Perwakilan Media Muslimah Hizbut-Tahrir Inggris)]
**Shohana Khan adalah Perwakilan Media Muslimah Hizbut-Tahrir Inggris. Dia menulis dan memiliki blog tentang isu-isu yang mempengaruhi kaum perempuan dalam masyarakat masa kini dan mengkhususkan diri mengenai Islam. Dia telah menulis surat terbuka kepada anggota Parlemen Sarah Wollaston menyusul serangannya atas niqab. Dia berbicara di banyak acara dan telah memperdebatkan feminisme di Universitas London. Dan ia menulis untuk surat kabar Huffington Post.
Posting Komentar untuk "Apakah Mendidik Generasi Muda Muslim Adalah Tindakan Kriminal?"