Tinggalkan Konsep Smart and Resilience Cities Liberal Terapkan Konsep Smart and Resilience Cities Khilafah
Ilustrasi Kota Istambul Turki |
Kongres tingkat dunia Eastern Region Organization for Planning and Human Settlements,EAROPH, 24th tahun ini diselenggarakan di Jakarta 10-13 Agustus, pekan lalu, bertema “Towards Smart and Resilient Cities. Innovation, Planning, Determinating ini Managing Major Cities of the World”.
EAROPH merupakan organisasi multisektoral non pemerintah yang terafiliasi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kongres EAROPH ini membahas pembenahan permukiman perkotaan dari berbagai persoalan perkotaan seperti kawasan kumuh, kualitas infrastruktur dan kemiskinan.
Dalam kongres ini EAROPH menyampaikan pandangannya mengenai tata kelola kota menuju kota pintar dan berketahanan di masa depan. Manager of Institution Partnership IAP, Andira Reoputra menegaskan bahwa EAROPH sangat fokus terhadap kerjasama berbagai lembaga baik pemerintah dan swasta serta lembaga donor internasional dalam merealisasi program pembangunan perkotaan (1).
EAROPH menganggap penting menyelenggarakan kongres ini di Indonesia sebagai negara demokrasi ke-3 terbesar dunia (2). Presiden EAROPH menyatakan Indonesia sebagai bagian penting sistem kota-kota regional memberikan komitmen untuk mendukung usaha-usaha nyata dalam perencanaa dan pembanguna kota yang berketahanan, pintar serta membangun dialog bagi pengambil kebijakan untuk mendesain kebijakan pembangunan kota berkelanjutan (3).
Yang menarik, EAROPH kali ini berhasil mengumpulkan 1 orang walikota dari Spanyol, 2 walikota dari Malaysia dan 22 orang walikota beserta pemimpin daerah dari Indonesia dalam agenda khusus berupa sidang para walikota, Mayor Caucus (4).
Sidang tersebut menghasilkan pernyataan bersama para walikota dan pemimpin daerah mengenai “Governance Toward Smart and Resilient Cities”. Menurut Head of Program EAROPH, Dani Muttaqin, pernyataan bersama para walikota tersebut berisi beberapa kesepahaman dan kesepakatan para walikota di bidang permukiman, kependudukan, kreativitas dan inovasi pembangunan,pemerintahan dan lingkungan (1).
Artinya telah terjadi kesepahaman khususnya para walikota-walikota Indonesia, sebagai ujung tombak kebijakan pengelola kota-kota di Indonesia, dengan EAROPH mengenai konsep tata kelola menuju kota pintar dan berketahanan sesuai dengan arus utama tata global kapitalisme saat ini.
“Smart and Resilience Cities” Liberalistik
Pada dasarnya masyarakat manapun secara teknis memerlukan lingkungan tinggal yang layak hidup, di dalamnya tersedia secara memadai dan terintegrasi segala sarana kehidupan seperti perumahan, dukungan air dan udara bersih, ruang publik hijau, sarana sanitasi, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana transportasi publik, aman dari bencana, serta pelayanan administratif pemerintahan yang mudah dengan didukung sarana informasi yang lengkap dan terintegrasi. Sebagaimana aplikasi fisik yang dimaksud “smart and resilience cities”. Sehingga dengannya setiap orang dapat hidup dan tinggal secara mudah, harmonis, dan inheren dengan lingkungan.
Hanya saja agar sarana-sarana tersebut dapat tersedia sangat tergantung dari cara pandang tertentu tentang tata kelola kehidupan masyarakat. Arus global saat ini adalah kapitalisme, meyakini konsep mekanisme pasar, yakni memposisikan pemerintah sebagai regulator semata dalam pengambilan kebijakan, sementara di sisi lain swasta lah yang berperan untuk membangun kehidupan tersebut. Dalam hal ini, EAROPH yang notabene merupakan afiliasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa mempunyai peran besar dalam mengarus utamakan konsep tersebut dalam perencanaan tata kelola kota.
Sebagaimana tampak pada agenda penghargaan, Mayor Recognition’s Awards (MRA), yang diberikan EAROPH kepada para walikota. Salah satunya kepada walikota Tangsel atas keberhasilannya membangun kerja sama pemerintah dan swasta untuk Publik & Private Partnership for Publik Space Division, yakni para pengembang swasta menjadi tombak pembangunan karena keterbatasan anggaran pemerintah. Sebagai contoh taman-taman kota di Tangsel terutama dibangun oleh Sinar Mas Land.
Pada kongres ini pun ditampilkan gambaran kota-kota mandiri yang dibangun oleh pengembang swasta, sebagai gambaran kota yang bagus (5). Pada hakikatnya ketika pemerintah berperan sebagai regulator semata dan swasta sebagai penyediaan prasarana-prasarana publik, maka yang terjadi adalah kualitas, beserta harganya ditentukan oleh swasta. Segalanya akan diukur oleh swasta dari kacamata bisnis.
Keberhasilan Jepang dalam penerapan smart city pun lantaran sebagian besar dilakukan oleh swasta. Mereka, perusahaan swasta itu memperlakukan masyarakat seperti layaknya konsumen yang harus dilayani seperti raja dan selalu harus didengar setiap keluhannya. Tentu semangat yang berbeda antara motif pelayanan dengan motif bisnis.
Swasta akan terus bergerak secara dinamis memperbaiki pelayanan dan teknologi penunjangnya apabila ada keuntungan bisnis, objeknya tentu orang yang berduit. Jika demikian adanya tentu segala fasilitas lengkap smart city bukan ditujukan untuk orang miskin. Fakta terdekat saat ini adakah orang-orang miskin tinggal di kota satelit ataupun kota mandiri ? Pada akhirnya orang-orang miskin bisa jadi bekerja di kota-kota tersebut, namun bukan penduduk kota karena tinggal jauh di pinggir-pinggir kota bahkan terlempar di luar kota.
Di samping itu, ketika pembangunan kawasan diserahkan kepada pengembang swasta maka kebijakan pelayanan publik berada dalam kendali pengembang kawasan yang pertimbangan kebijakan juga berdasar kaca mata bisnis bukan kaca mata kemaslahatan umat. Sebagai contoh pembangunan pada lahan dalam kawasan yang sudah menjadi hak milik tetap memerlukan izin ketat dari pengembang swasta tersebut dengan alasan penyesuaian desain tata ruang, misal sulit mendapat izin untuk pembangunan gedung TPA di lahan milik yayasan masjid, kecuali setelah tukar guling lahan yayasan ke posisi bagian belakang lahan mati milik pengembang. Demikian juga kendali pelayanan air bersih, air kotor, sampah, pemakaman, keamanan, dsb dikuasai pengembang maupun rekanan pengembang. Dengan demikian, kebutuhan publik menjadi berada dalam kendali swasta. Smart and Resilience Cities inikah yang kita inginkan ?
“Smart and Resilience Cities” Khilafah
Konsep tata kelola perkotaan Khilafah bertentangan dengan liberal. Dalam Islam, pemerintah tidak hanya berperan sebagai regulator melainkan juga bertanggung jawab penuh mengurusi rakyatnya. Artinya dalam hal tata kelola perkotaan Khilafah memiliki kewenangan dan tanggung jawab penuh yang tidak boleh menyerahkannya kepada korporasi pengembang dengan alasan apa pun. “Seorang imam (khalifah) adalah junnah (tameng atau perisai), di belakangnya umat berperang, dan kepada dirinya umat berlindung.” (HR Muslim).
Demikian juga hadits “Imam adalah penjaga, dan bertanggungjawab terhadap rakyatnya”(HR.Bukhari). Imam Badrudin al-Aini, menyatakan, “Hadits ini menunjukkan bahwa urusan dan kepentingan rakyat menjadi tanggungjawab seorang Imam (Khalifah). Tugas seorang Imam dalam hal ini adalah memikul urusan rakyat dengan memenuhi semua hak mereka.” (6)
Kewajiban Negara untuk memastikan warganya hidup dilingkungan layak. Khilafah akan membangun kota yang tidak hanya mudah diakses, nyaman, aman dari bencana dan terakses oleh semua rakyat (kaya maupun miskin). Selain itu, konsep pembangunan kota memastikan terjaganya atmosfir ketakwaan penduduknya, semangat dan kedinamisan hidup sebagai seorang muslim, termasuk semangat untuk melakukan aktifitas dakwah dan jihad. Sebagaimana kemasyuran kota-kota kaum muslim yang telah dibangun pada masa lalu seperti Cordova, Baghdad, Basrah, atau yang lainnya.
Hal tersebut di atas tidak berarti swasta dilarang ikut berperan dalam pembangunan perkotaan dan bisnis perumahan. Hanya saja hal tersebut tidak menghilangkan tanggung jawab dan wewenang Negara membangun kota termasuk membangun sarana dan prasarana pelayanan publik. Sehingga, perkotaan dan pemenuhan kebutuhan publik tidak dibawah kendali bisnis segelintir korporasi.
Inilah konsep pengelolaan kota yang benar-benar dapat mewujudkan “smart and resilience cities” yang menyejahterakan seluruh rakyat dan mendatangkan keridhaan Allah SWT. Wallahua’lam. [Bintoro Siswayanti, M.Si. (Lajnah Mashlahiyah MHTI)]
Daftar Referensi :
- http://politik.rmol.co/read/2014/08/12/167371/11-Walikota/Bupati-Terima-Penghargaan-EAROPH-Mayor-Caucus-
- http://www.earoph-indonesia.org/events/24th-earoph-world-congress-august-10-13-2014-hotel-borobudur-jakarta
- http://bisnis.liputan6.com/read/2089237/puluhan-walikota-se-asia-pasifik-kumpul-di-kongres-earoph
- http://jakarta.bisnis.com/read/20140805/77/247859/pertemuan-wali-kota-asia-pasifik-hanya-dihadiri-3-wali-kota-dari-malaysia-spanyol
- http://www.indopos.co.id/2014/08/konferensi-24th-earoph-world-congress.html
- Imam Badruddin Al-Aini, Umdah al-Qari, Syarh Shahih al-Bukhari, jld. XXIV, hal. 221.
- Taqiyuddin An Nabhani, 1953, Asy Syakhshiyah Al Islamiyah Juz III, hal. 36-37
- Hizbut Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah fi al-Hukm wa al-Idârah, hlm. 133
Posting Komentar untuk "Tinggalkan Konsep Smart and Resilience Cities Liberal Terapkan Konsep Smart and Resilience Cities Khilafah"