Seruan Dari Hizbut Tahrir Indonesia Kepada Para Ulama’ Yang Mulia
بسم الله الرحمن الرحيم
Seruan Dari Hizbut Tahrir Indonesia
Kepada Para Ulama’ Yang Mulia
Kepada para ulama’ yang mulia dan tercinta,
السلامُ عليكم ورحمةُ اللهِ وبركاتُه،
Allah SWT berfirman:
﴿إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ﴾ [فاطر: 28].
“Sesungguhnya di antara hamba-Nya yang paling takut kepada Allah adalah para ulama’.” (Q.s. Fathir: 28)
Nabi saw. juga bersabda:
«العلماءُ وَرَثَةُ الأنبياء» [أخرجَهُ أبو داودَ والتِّرمذيُّ عن طريقِ أبي الدرداءِ رضي اللهُ عنه].
“Para ulama’ itu merupakan pewaris para Nabi.” (H.r. Abu Dawud, at-Tirmidzi melalui jalur Abu Darda’ ra.)
melalui kedudukan yang agung ini, Allah muliakan para ulama’ yang
bertakwa dan bersih, maka kami putuskan untuk menyampaikan seruan kepada
Anda, dengan harapan agar kami dan Anda termasuk di antara mereka yang
berani menyatakan kebenaran, yang tidak takut terhadap cacian orang yang
mencaci, semata karena Allah SWT.
Para ulama’ yang mulia
Sesungguhnya para ulama’ itu menjadi pewaris para Nabi dalam
keilmuan, iman, perjuangan dan sikap mereka. Namun, di manakah ulama’
seperti itu pada zaman sekarang ini? Di manakah pewaris para Nabi itu?
Para Nabi tidak mewariskan Dirham dan Dinar, tetapi mereka mewariskan
ilmu syariat, perjuangan dan sikap mereka yang teguh bagaikan batu
karang. Para ulama’ kaum Muslim di masa lalu tidak terkenal dan dikenal
hingga saat ini semata karena kedalaman ilmu dan keluasan penguasan
fikihnya. Sebab, para ulama’ dan fuqaha’ pada zaman mereka sangat
banyak. Namun, keagungan ulama’ kaum Muslim di masa lalu terkenal dan
dikenal hingga sekarang, karena sikap dan tantangan mereka dalam
menghadapi problematika vital yang mereka hadapi pada zaman mereka.
‘Abdullah bin ‘Abbas menantang kaum Khawarij. Sa’id bin Jubair
menantang al-Hajjaj bin Yusuf. Sufyan at-Tsauri bahkan tidak mau
menyentuh surat Khalifah Harun ar-Rasyid dengan tangannya, karena surat
itu dibawa oleh orang yang zalim. Beliau pun memerintahkan salah seorang
muridnya untuk membalik surat tersebut, dan menulis balasan di
baliknya:
«إلى هارونَ – وليسَ أميرَ المؤمنين – ثم يقولُ
ما خُلاصَتُه: إنّكَ أقْرَرْتَ على نَفْسِكَ أنّكَ تتصرّفُ بأموالِ
المسلمينَ على هَواك، فأنتَ ظالم، وسأشهدُ عليك».
“Kepada Harun ar-Rasyid –bukan ditulis Amirul
Mukminin—lalu beliau teruskan, yang intinya: Anda telah mengakui diri
Anda telah menggunakan harta kaum Muslim dengan hawa nafsu Anda. Anda
jelas zalim. Saya akan bersaksi memberatkan Anda (kelak di hadapan
Allah).”
Abu Hanifah tidak puas dengan kebijakan Khalifah Abu Ja’far
al-Manshur secara umum. Ibu beliau pernah menuturkan kepada beliau,
ketika beliau dijebloskan di penjara:
«يا نعمان، إنّ علماً ما أفادَكَ غيرَ الضّرْبِ
والحَبْسِ لَحَقيقٌ بِكَ أنْ تَنْفِرَ عنه. فأجابها: يا أُمَّهْ، لو
أرَدْتُ الدنيا لَوَصَلْتُ إليها، ولكنّي أرَدْتُ أنْ يعلمَ اللهُ تعالى
أني صُنْتُ العلمَ ولم أُعَرِّضْ نفسيَ فيه للْهَلَكَة»،
“Wahai Nu’man, sesungguhnya ilmu tidak memberikan manfaat
kepadamu selain pukulan dan penjara, maka camkanlah, bahwa mestinya kamu
menghindarinya.” Beliau menjawab nasihat ibunya, “Bunda, andai saja aku
menginginkan dunia, pasti aku telah meraihnya. Tetapi, aku ingin Allah
SWT tahu, bahwa hamba-Nya ini menghasilkan ilmu sementara aku tidak
ingin memaparkan diriku menuju kebinasaan.”
Ahmad bin Hanbal telah menghadapi tantangan dalam masalah kemakhlukan
al-Qur’an. ‘Izzuddin bin ‘Abdus Salam telah menjual Mamalik, dan Ibn
Taimiyyah telah berperang melawan Tatar.
Inilah di antara sikap para ulama’ kaum Muslim yang agung di masa
lalu, lalu di manakah ulama’ kaum Muslim yang agung saat ini? Di manakah
Anda, terhadap berbagai problematika umat dewasa ini? Di manakah posisi
Anda terhadap ucapan Imam al-Ghazali, “Bejatnya rakyat, karena bejatnya para penguasanya. Sementara bejatnya para penguasa itu, karena ulama’nya bejat?” Di manakah Anda terhadap firman Allah SWT:
﴿لتبينُنّه للناس ولا تكتمونَه﴾
“Agar kamu menjelaskannya kepada umat manusia, dan kamu tidak menutup-nutupinya.” (Q.s. Ali ‘Imran: 187)
Mengapa Anda rela menjadi pendukung, pembantu dan alat para penguasa
dan pengkhianat itu? Apa manfaatnya keberadaan Anda? Apa manfaat ilmu
Anda, jika Anda tidak membela kebenaran, dan mencegah kebatilan?
Memerintahkan kepada yang makruf, dan melarang yang munkar, serta
mengoreksi (tindakan) para penguasa?
Saudara kami, para ulama’ yang mulia:
Sesungguhnya berjuang untuk menerapkan hukum syara’ dan menegakkan
Khilafah di muka bumi ini merupakan kewajiban agama yang paling agung.
Merupakan perkara yang sudah diyakini urgensinya dalam Islam. Tidak ada
perbedaan pendapat di kalangan semua ulama’. Karena itu, Imam al-Ghazali
berkata:
«المُلْكُ والدينُ توأمانِ فالدّينُ أصْلٌ والسلطانُ حارسٌ وما لا أصْلَ له فَمَهْدُومٌ وما لا حارِسَ له فَضائِع».
“Kekuasaan dan agama itu merupakan dua saudara kembar. Agama
adalah pangkal (pondasi)-nya, sedangkan kekuasaan adalah penjaga.
Sesuatu tanpa pangkal (pondasi), pasti runtuh, sedangkan sesuatu tanpa
penjaga, pasti akan lenyap.”
Karena itu, berjuang untuk menegakkan Khilafah bukan hanya kewajiban
Hizbut Tahrir saja, tetapi juga marupakan kewajiban seluruh kaum Muslim,
termasuk para ulama’nya. Siapa saja yang melalaikannya, dan tidak
memperjuangkannya, maka dia berdosa.
Khilafah, wahai para ulama’ yang mulia, adalah kewajiban. Ia juga merupakan janji Rabb Anda, serta kabar gembira Nabi Anda. Allah SWT berfirman:
﴿وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا
مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ
كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ
دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ
خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ
كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ﴾.
“Allah berjanji kepada orang yang beriman dan beramal shalih,
bahwa Dia sungguh-sungguh akan memberikan kekuasaan (Khilafah) kepada
mereka di muka bumi, sebagaimana Dia telah memberikan kekuasaan kepada
orang-orang sebelum mereka. Bahwa, Dia sungguh-sungguh akan meneguhkan
untuk mereka agama yang Dia ridhai untuk mereka. Dia juga
sungguh-sungguh akan menggantikan setelah ketakutan mereka dengan
kedamaian. Mereka menyembah-Ku, dan tidak menyekutukan-Ku dengan apapun.
Dan, siapa saja yang mengingkarinya, maka mereka itulah orang-orang
yang Fasik.” (Q.s. an-Nur: 55)
Nabi saw. bersabda:
«تَكُونُ النُّبُوَّةُ
فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ
أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ،
فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ
اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا، فَيَكُونُ مَا
شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ
يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً، فَتَكُونُ مَا شَاءَ
اللَّهُ أَنْ تَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا،
ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ. ثُمَّ سَكَتَ» [رواه أحمد عن حذيفة].
“Akan ada di tengah-tengah kalian kenabian, dengan kehendak
Allah, akan tetap ada. Kemudian Dia akan mengakhirinya, jika Dia
berkehendak untuk mengakhirinya. Kemudian akan ada Khilafah yang
mengikuti metode kenabian, lalu dengan kehendak Allah, akan tetap ada.
Kemudian Dia akan mengakhirinya, jika Dia berkehendak untuk
mengakhirinya. Kemudian akan ada penguasa yang zalim, lalu dengan
kehendak Allah, akan tetap ada. Kemudian Dia akan mengakhirinya, jika
Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Kemudian akan ada penguasa
diktatot, lalu dengan kehendak Allah, akan tetap ada. Kemudian Dia akan
mengakhirinya, jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Kemudian akan
ada Khilafah yang mengikuti metode kenabian. Kemudian Nabi diam.” (H.r. Ahmad dari Hudzaifah)
Terakhir, wahai para ulama’ yang mulia:
Kami tidak akan mengirimkan seruan kami ini kepada Anda, kecuali karena keinginan kuat kami terhadap tiga hal:
Pertama, agar Anda bisa menjadi pembuka
mata dan penasihat. Anda bisa membuka mata mereka sehingga mengetahui
bahayanya berdiam diri terhadap sistem yang rusak dan merusak ini, yaitu
sistem sekular Kapitalis, supaya masyarakat tidak mendapatkan murka
Allah yang dahsyat itu.
Kedua, agar Anda bisa menjadi pembuka mata
dan penasihat. Anda bisa membuka mata mereka sehingga bisa mengetahui
sistem yang diturunkan dari Tuhan semesta alam, yaitu Khilafah Rasyidah
yang mengikuti metode kenabian. Itulah satu-satunya solusi yang mujarab
dan benar untuk negeri kita.
Ketiga, al-Bukhari telah mengeluarkan hadits dari Nabi saw. Baginda bersabda:
«لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأخِيهِ مَا يُحِبُ لِنَفْسِهِ»
“Tidaklah salah seorang di antara kalian beriman, hingga mencintai saudaranya, sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.” (H.r. Bukhari)
Kami menginginkan kebaikan untuk Anda, sebagaimana kami juga
menginginkan Anda sama-sama bisa meraih kemuliaan yang agung bersama
kami, dengan berjuang untuk menegakkan Negara Khilafah. Karena kondisi
yang menyakitkan ini tak lain merupakan buah dari tidak adanya Khilafah.
Lalu, siapakah yang lebih utama untuk menunaikan kewajiban yang agung
ini melebih ulama’? Karena orang alim, yang bertakwa dan bersih itu
adalah orang yang paling layak untuk mengemban tugas ini, sekaligus
menjadi ahlinya. Tempatnya harus di garda terdepan dalam setiap momentum
kebaikan. Maka, kami sampaikan kepada Anda, berjuanglah untuk
menegakkan Khilafah. Masing-masing dari posisinya. Ikutlah bersama kami
dalam kebaikan ini, yang bisa dirasakan oleh semua orang. Kami yakin
dengan pertolongan Allah, dan dekatnya fajar Khilafah yang akan merekah
kembali.
والسلامُ عليكُمْ ورحمةُ اللهِ وبركاتُه
Hizbut Tahrir Indonesia
29 Syawwal 1435 H
25 Agustus 2014 M
Posting Komentar untuk "Seruan Dari Hizbut Tahrir Indonesia Kepada Para Ulama’ Yang Mulia"