Teladan Dari Keluarga Pejabat
Suatu hari Khalifah Umar bin Abdul Aziz kedatangan seorang tamu yang tidak lain adalah bibinya sendiri. Kedatangannya untuk meminta tambahan jatah dana dari Baitul Mal (kas negara). Mungkin sang bibi berpikir karena yang menjadi penguasa adalah kemenakannya sendiri, sehingga akan mudah baginya meminta tambahan dana dari kas negara. Ketika sang bibi masuk, Khalifah Umar sedang makan kacang (adas) dan bawang sebagaimana makanan rakyat jelata. Melihat sang bibi datang ia segera menghentikan makannya. ''Wahai Amirul Mukminin, aku ingin tambahan dana subsidi dari Baitul Mal,'' pinta sang bibi.
''Tunggu sebentar,'' kata Umar. Kemudian, Umar pun mengambil satu dirham uang perak dan membakarnya di atas api. Setelah tampak panas, ia membungkusnya dengan kain. ''Inilah uang tambahan yang bibi minta,'' kata sang khalifah sembari menyerahkan bungkusan tersebut ke tangan bibinya. Begitu menggenggamnya, spontan sang bibi melemparkannya sambil menjerit kesakitan dan kepanasan. Umar berkata, ''Wahai bibi, kalau api dunia saja begitu panas dan menyakitkan, bagaimana dengan api akhirat kelak yang akan membakar aku dan bibi karena menyelewengkan harta negara?'' Umar adalah manusia biasa sebagaimana para pemimpin dunia pada umumnya. Ia juga memiliki rasa cinta terhadap istri, anak, dan kerabatnya. (Ali Imran: 14).
Ilustrasi |
Namun, ia tidak ingin salah dalam merealisasikan rasa cintanya. Baginya, mudah sekali melakukan apa saja atas nama kekuasaannya, termasuk menggunakan harta negara. Namun, itu tidak ia lakukan. Beruntung, keluarga sang khalifah mempunyai pemahaman yang sama dengan bapaknya. Suatu malam, selepas Isya, Khalifah Umar menemui anak-anaknya. Melihat sang ayah datang, mereka segera memasukkan tangan ke mulut, dan segera pergi.
Melihat itu, Umar merasa ada sesuatu yang tidak biasa pada diri para anak-anaknya. ''Mengapa mereka menutupi mulutnya dan cepat-cepat menjauhiku,'' tanya Umar keheranan kepada pembantunya. ''Mereka tidak memiliki makanan selain makanan kebanyakan orang, yaitu kacang (adas) dan bawang. Mereka tidak ingin tuan mengetahui hal itu,'' jawab sang pembantu.
Mendengar itu Umar pun menangis, lalu ia berkata kepada anak-anaknya, ''Wahai anak-anakku, apa artinya kalian memakan bermacam-macam makanan yang enak dan lezat kalau toh nantinya dapat mengantarkan ayah kalian ini ke lembah api neraka?'' Para anaknya pun menangis terharu, merasakan betapa beratnya tanggung jawab ayah mereka sebagai penguasa.
Sikap yang dimiliki Umar dan keluarganya itu merupakan cermin keimanan dan ketakwaan mereka kepada Allah SAW. Mereka paham betul sabda Rasulullah SAW, ''Wahai manusia, siapa saja di antara kalian yang diangkat menjadi pegawai kami untuk melakukan pekerjaan tertentu, kemudian menipu kami tentang penghasilannya, maka (ketahuilah) sesungguhnya apa yang lebih dari penghasilannya adalah harta haram yang membuatnya tersiksa pada hari kiamat.'' (HR Abu Dawud). Wallahu a'lam. [Ust. Muhammad Bajuri]
Posting Komentar untuk "Teladan Dari Keluarga Pejabat"