Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Demokrasi, Senjata Ampuh Disintegrasi Papua

“Papua Merdeka”. Itulah kalimat  yang sesekali diteriakkan dengan semangat  lebih kurang 300 Mahasiswa asal Papua di bundaran HI Jakarta. Ketua umum aliansi mahasiswa Papua, Jefri Wanda, mengatakan aksi ini untuk menuntut agar Papua diberikan hak untuk menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis. Aksi yang dilakukan tanggal 1 Desember jelas merupakan upaya disintegrasi, menuntut kemerdekaan Papua. Apalagi 1 Desember merupakan hari  yang diklaim sebagai hari kemerdekaan Papua.

Demo Mengatasnamakan Rakyat Papua di Jakarta
Sangat disayangkan rezim Jokowi yang mengklaim nasionalis justru sepertinya abai terhadap kegiatan yang memecahbelah kesatuan Indonesia. Sikap pemerintah Indonesia memang terkesan melakukan pembiaran dan tampak lemah. Meskipun telah berulang kali melakukan pembunuhan terhadap aparat keamanan Indonesia, Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang diduga keras sebagai pelakunya hanya disebut GPK (gerombolan pengacau keamanan) atau KKB (kelompok kriminal bersenjata) bukan organisasi teroris dan makar.

Sikap berbeda ditunjukkan kalau berhadapan dengan kelompok dari umat Islam yang dituduh teroris. Pemerintah sangat serius memberantasnya. Yang masih diduga pelaku teroris saja banyak yang ditembak mati. Dengan bantuan Australia dan Amerika Serikat, Densus pun dibentuk menyukseskan agenda politik Amerika, agenda perang melawan terorisme dengan sasaran khusus umat Islam.

Lemahnya sikap pemerintah juga terlihat dari sikap pemerintah yang cendrung diam, tidak melakukan  protes terhadap negara-negara yang memberikan jalan dibukanya kantor kelompok separatis Papua. Dalam waktu dua tahun sejak dibukanya kantor pertama di Kota Oxford Inggris April 2013,  kelompok separatis Free West Papua pimpinan Bennya Wenda membuka kantor di beberapa negara seperti Australia, dan Belanda. Celakanya, Pemerintah Indonesia malah bekerjasama erat dengan negara-negara imperialis ini.

Pemerintah juga membiarkan kelompok-kelompok LSM liberal asing maupun lokal yang dengan gencar menyerukan Papua Merdeka. Termasuk pihak Gereja yang  mendorong disintegrasi Papua. Gereja diketahui aktif mendorong disintegrasi Papua. Terlihat dari dari hasil sidang sinode GKI (Gereja KristenIndonesia) Oktober 2011 yang mengeluarkan pesan mendorong Hak Menentukan Nasib Sendiri orang Papua. Pesan yang sejalan dengan rekomendasi World Allinance of Reform Churche 2004. Padahal berdasarkan pengalaman disintegrasi di Timor Timur, Gereja bekerja sama dengan kekuatan imperialis asing dan LSM komprador berperan penting memuluskan disintegrasi.

Seperti yang berulang kita ingatkan, senjata ampuh yang digunakan adalah demokrasi. Sebelumnya, nilai penting demokrasi  yaitu hak menentukan nasib sendiri telah terbukti sukses memecah Timor Timur dari Indonesia. Seharusnya ini menjadi alasan yang kuat bagi kita untuk menolak sistem demokrasi. Bayangkan, kalau setiap wilayah di Indonesia, atas nama hak menentukan nasib sendiri, menuntut kemerdekaan diri, maka dipastikan Indonesia akan terpecah menjadi beberapa negara kecil yang lemah tak berdaya.

Mulusnya upaya disintegrasi tidak bisa dilepaskan dari  kegagalan pemerintah rezim liberal untuk mensejahtrakan rakyat Papua. Meskipun memiliki kekayaan alam yang luar biasa, rakyatnya hidup dalam kemeskinan. Lagi-lagi pangkalnya adalah sistem demokrasi, yang telah memuluskan berbagai UU liberal. Inilah yang melegitimasi perusahaan mancanegara seperti FreePort untuk merampok kekayaan alam Papua untuk kepentingan mereka sendiri.

Kepada rakyat Papua, kami menasehati, disintegrasi bukanlah solusi bagi persoalan rakyat Papua. Meminta bantuan negara-negara imperialis untuk memisahkan diri, justru merupakan bunuh diri politik. Perangkap yang akan akan memangsa kita dengan rakus. Memisahkan diri justru akan memperlemah Papua. Negara-negara imperialis yang rakus justru akan lebih leluasa memangsa kekayaan alam negeri Papua. Disintegrasi hanyalah untuk kepentingan segelintir elit yang berkerjasama dengan negara-negara asing untuk mendapatkan tahta dan harta.

Apa yang menjadi penderitaan rakyat Papua, sesungguhnya juga dialami oleh wilayah-wilayah lain di Indonesia. Pangkal persoalannya, adalah diterapkannya sistem Kapitalisme dengan pilar pentingnya demokrasi dalam sistem politik dan liberalism dalam ekonomi. Inilah penyebab utama kemiskinan rakyat Papua , rakyat Indonesia dan negeri-negeri Islam lainnya.

Intervensi negara-negara imperialis yang melakukan berbagai makar justru menjadi penyebab pertumpahan darah di berbagai kawasan negeri termasuk Papua. Negara buas ini menggunakan penguasa-penguasa boneka mereka sebagai ‘bodyguard’. Mengamankan kepentingan penjajahan tuan-tuan mereka  dengan cara yang represif. Tidak peduli meskipun harus menumpahkan darah rakyat mereka sendiri.
Karena itu, tidak ada jalan lain untuk keluar dari persoalan ini, kecuali kita mencampakkan sistem kapitalisme. Menerapkan syariah Islam secara totalitas di bawah naungan Khilafah. Syariah Islam inilah yang akan mampu menjaga keamanan rakyat dan menjamin kesejahteraan rakyat tanpa pandang bulu, tidak melihat suku, bangsa, warna kulit dan agama.

Kebijakan politik ekonomi negara Khilafah yang berdasarkan syariah Islam berlaku sama untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan dan papan, setiap individu rakyat. Menjamin pendidikan dan kesehatan gratis bagi seluruh rakyat.

Syariah Islam juga akan menghentikan penjajahan negara-negara imperialis seperti Amerika, Inggris, dan Australia. Status mereka sebagai negara muhariban fi’lan yang memusuhi dan membunuh kaum muslim, mengharuskan pelarangan setiap bentuk hubungan dengan negara-negara kapitalis itu, baik hubungan politik, ekonomi, termasuk perdagangan.

Tidak hanya itu, syariah Islam dengan konsep pemilikan umumnya (al milkiyah al ‘amah) akan menghentikan perampokan perusahan-perusahaan asing. Sebab dalam Islam, barang-barang yang strategis seperti air,hutan dan energi, demikian juga barang tambang yang jumlahnya melimpah, tidak boleh dimiliki oleh swasta (individu) apalagi asing. Semua itu merupakan milik rakyat (milkiyah ‘amah) yang wajib dikelola negara dengan baik dan hasilnya untuk kepentingan rakyat.

Walhasil, pesan penting kami, marilah kita sama-sama memperjuangkan tegaknya Khilafah Islam yang akan menerapkan seluruh syariah Islam. Aturan Islam yang rahmatan lil ‘alamin, kalau diterapkan secara totalitas pasti akan memberikan kebaikan kepada siapapun termasuk non muslim. Syariah Islam inilah yang akan memberikan kebaikan kepada kita di dunia dan di akhirat. Allahu Akbar [Farid Wadjdi]

Posting Komentar untuk "Demokrasi, Senjata Ampuh Disintegrasi Papua"

close