Hijab ; Antara Trend, Hak dan Kewajiban




Hijab Tak Lagi Asing

Dahulu, ketika ada perempuan yang mengenakan kerudung, predikat kuno dan kampungan akan melekat pada diri mereka. Ketinggalan zaman, tidak gaul, kuper, sok alim bahkan radikal dan eksklusif adalah cap yang selalu dialamatkan kepada para muslimah yang mengenakannya. Tapi kini, kerudung atau yang sekarang lebih ngetrend dengan sebutan hijab sudah menjelma menjadi bagian dari trend dan gaya hidup muslimah. Banyak muslimah dengan percaya diri mengenakan hijab di tengah-tengah masyarakat. Hijab kini sudah tidak asing lagi. Bahkan, sekarang ada Hari Hijab Sedunia (World Hijab Day).

World Hijab Day dikenalkan oleh seorang muslimah bernama Nazma Khan asal Bangladesh yang tinggal di New York. Ide ini bermula dari dirinya yang sering kali mengalami penindasan dan diskriminasi dari orang-orang di sekitarnya karena ia mengenakan hijab. Ia juga mengaku prihatin dengan diskriminasi yang dirasakan oleh muslimah di belahan dunia lain, terutama negara-negara barat. Ia pun menyerukan ke seluruh dunia melalui sosial media bahwa hijab tidak perlu lagi menjadi kontroversi, bahkan mengajak muslimah dan non muslim untuk berhijab agar saling memahami.

Seruan yang ia utarakan didukung oleh lebih dari 50 negara. Sejak saat itu, tanggal 1 Februari ditetapkan sebagai World Hijab Day. Animo positif dari masyarakat begitu terasa, begitupun di Indonesia. Di Jakarta para muslimah begitu antusias meramaikan acara Hari Hijab Sedunia, sekalipun saat itu ibukota diguyur hujan. Para muslimah tersebut berkumpul di lobi mall Fx Sudirman untuk mengikuti senam bersama dan menyumbangkan hijab yang masih layak pakai.

Di Solo, para muslimah yang tergabung dalam Hijaber Solo pada Minggu, 1 Februari 2015 menempelkan tulisan yang memuat pengalaman mereka mengenakan busana muslimah. Acara ini diselenggrakan di Car free Day sepanjang Jalan Slamet Riyadi. 

Upaya Barat Mendistorsi Makna Hijab

Pengukuhan hari Hijab Sedunia, telah mengingatkan public bahwa mengenakan hijab adalah hak seorang muslimah, mengingat di negara barat seringkali terjadi diskriminasi. Namun, kini solidaritas hijab yang dilaksanakan tidak mengarah kepada kewajiban muslimah untuk menutup auratnya. Para aktivis solidaritas hanya mencukupkan diri dengan mengatasnamakan hak asasi manusia ketika ingin berhijab.  Berarti secara tidak langsung, juga menyamakan dengan hak seseorang ketika ia mengenakan rok mini atau pakaian yang terbuka. Inilah yang sebenarnya disayangkan. 

Barat yang kini menjadi kiblat fashion dunia, memang selalu senantiasa melakukan berbagai cara agar umat islam tidak menjalankan syariat-Nya. Termasuk di dalamnya adalah berhijab. Pendistorsian ayat tentang hijab kerapkali dilakukan. Mulai dari memelintir ayat Al-Qur’an yang mengatakan bahwa hijab tidaklah wajib, sampai kepada makna hijab itu sendiri. Sehingga muslimah sekarang banyak yang berhijab, tetapi tetap tampil trendi dan menampakkan kecantikkannya. 

Barat terus mengeluarkan produk-produk pakaian yang menarik hati para wanita, termasuk wanita berhijab. Akhirnya, para muslimah ikut terjebak pada arus trend hijab gaul, hijab modis dan sejenisnya. Mereka berpikir, selama sudah “menutup auratnya” itu sudah cukup dalam menjalankan perintah Allah SWT. 

Seharusnya animo positif dari masyarakat tentang pemakaian hijab juga diiringi edukasi tentang syariat berhijab yang sempurna. Hal ini dikarenakan berhijab adalah salah satu perintah Allah SWT dan merupakan dari bagian hukum syara. 

Hijab Syar’I dalam Islam

Islam adalah agama sempurna yang mengatur seluruh aktivitas manusia. Termasuk di dalamnya mengatur tentang menutup aurat dan berhijab.


Di dalam sebuha hadist diriwayatkan : “Wahai Asma ! Sesunggunya wanita apa bila sudah baligh, tidak boleh dilihat darinya kecuali ini dan ini.” Beliau menunjuk ke muka dan telapak tangannya.(HR Abu Daud)

Dari hadist tersebut, telah jelas bahwa menutup aurat adalah perintah Allah SWT. Hukumnya adalah wajib. Karena menutup aurat adalah kewajiban, maka Allah SWT mengatur pula bagaimana cara muslimah menutup aurat. 

Dalam QS. Al-Ahzab ayat 59 dan An-Nuur ayat 31 dijelaskan aturan yang harus ditaati muslimah dalam menutup aurat.  Menutup aurat harus menggunakan pakaian syar’i. Pakaian syar’i ini yang disebut dengan HIJAB. HIJAB terdiri dari 3 komponen, yaitu pakaian rumah, kerudung (khimar), dan jilbab. Panjang kerudung minimal harus menutupi dada dan tidak boleh transparan. Sementara jilbab adalah pakaian longgar seperti terowongan sehingga tidak menampakkan bentuk tubuh. Pakaian rumah adalah pakaian yang sehari-hari digunakan wanita di dalam rumah. 3 komponen pakaian ini wajib dikenakan muslimah ketika ia berada dalam kehidupan umum. Inilah cara yang benar bagi wanita muslimah dalam menutup aurat.

Maka, pengertian HIJAB yang sekarang sedang trend di masyarakat adalah keliru, karena belum memenuhi kriteria yang disyari’atkan dalam islam. Hijab sempurna bukanlah hijab yang sengaja memamerkan kecantikan seorang muslimah ke khalayak umum. Kecantikan muslimah hanyalah boleh dilihat oleh suami dan mahramnya. Hijab membuat kehormatan seorang wanita akan terlindungi. 

Hijab sempurna juga tidak akan menghalangi aktivitas muslimah. Muslimah bisa tetap melakukan aktivitas bahkan memberikan perannya ke public, selama tidak melanggar hukum syara’. Tidak sekedar hak seorang wanita, apalagi trend. Ini adalah perintah Allah SWT dan melaksanakannya adalah sebagai bukti ketaatan kita kepada-Nya. Namun, jangan mencukupkan diri dengan memakai HIJAB sempurna saja, kita juga harus total dalam melaksanakan hukum syari’at Allah yang lainnya. [Hanum Hanindita, S.Si (Guru SD Khoiru Ummah 25 Bekasi)] [www.visimuslim.com]

Posting Komentar untuk "Hijab ; Antara Trend, Hak dan Kewajiban"