Perang Politik, Media dan Opini Publik
Pasukan Denmark |
Kebijakan pers rahasia itu menyatakan: “Ini adalah tujuan dari kegiatan komunikasi kolektif, yakni untuk memperkuat pemahaman dan dukungan dari kontribusi militer di dalam masyarakat dan para pengambil keputusan.”
Komentar:
Semua sistem dan pemerintah memerlukan opini publik untuk mempertahankan masyarakat yang stabil dan produktif, dan ini adalah disinilah pertempuran untuk merebut hati dan pikiran menjadi penting. Untuk membenarkan keputusan politik, politik, media dan opini publik menjadi sangat terkait.
Denmark telah berpartisipasi dalam semua perang oleh pasukan koalisi yang dipimpin oleh AS sejak invasi pertama ke Irak pada tahun 1990, namun tidak ada perdebatan tentang hal itu, dan sekarang 15 tahun kemudian, telah menjadi hal yang alami bagi penduduk untuk mengirimkan anak-anak dan suami mereka ke medan perang tanpa pertimbangan apapun. Hal ini terjadi hingga yang para analis katakan bahwa Denmark telah menjadi lebih Amerika daripada orang Amerika sendiri, karena tidak ada perdebatan tentang keputusan Amerika itu. Ini adalah hal unik di Denmark karena disebabkan oleh dukungan yang hampir total atas perang di seluruh spektrum politik dan dukungan dari semua media nasional utama, suatu hal yang sangat jarang ditemukan tempat seperti ini di dunia.
Seorang Peneliti Senior di Studi Denmark untuk Urusan Internasional (DIIS), yang mempelajari mentalitas perang orang Denmark, sebelumnya menyatakan, bahwa kurangnya perdebatan ini diakibatkan dari pemahaman bahwa, sebagai negara kecil harus ada konsensus politik tentang kebijakan keamanan. Berdasarkan konsensus ini, moral dan argumen diplomatik kepada publik, telah membenarkan kesetiaan selama 15 tahun yang tidak terputus kepada perang yang dipimpin oleh AS.
Semua hal ini didukung dan digambarkan tanpa sikap kritis oleh media utama yang hanya menambahkan dan memperkuat opini publik. Sebuah studi dari University of Copenhagen, yang berjudul: “When Media of a Small Nation Argue for War” (Ketika Media Negara Kecil Berdebat Mengenai Perang), menyatakan bahwa sebagian besar media Denmark mencerminkan pendapat para elit politik. Hal ini diperkuat oleh fakta bahwa pemikiran ini telah tertanam pada semua wartawan Denmark ketika mengunjungi wilayah konflik, dan selalu fokus pada tujuan dan bukan cara. Fokusnya adalah pada tujuan-tujuan kemanusiaan dan bukan korban penduduk sipil.
Sejalan dengan Obama, mereka mengklaim bahwa ini adalah perang melawan teror dan bukan melawan Islam. Hal ini juga sekaligus menciptakan stereotip negatif tentang kaum Muslim dan Islam dan menakut-nakuti penduduk dengan pembicaraan tentang ancaman teror.
Sangat penting bagi umat Islam pada umumnya, dan terutama bagi mereka yang telah mengambil atas dirinya untuk melanjutkan cara hidup Islam, agar memahami hubungan ini, mekanisme dan peran kita. Kita perlu mengungkapkan motivasi yang nyata dan akibat-akibat yang menghancurkan dari perang melawan Islam dan juga akibatnya di negeri-negeri Muslim. Bukan hanya terhadap minoritas Muslim, tetapi juga terhadap penduduk barat pribumi.
Peningkatan kesadaran dalam penduduk pribumi di Barat dapat mengakibatkan kurangnya dukungan publik atas invasi lebih lanjut atas negeri-negeri Muslim. Hal ini tidak hanya akan menguntungkan kita sebagai negara Muslim dalam jangka pendek, tetapi juga dalam jangka panjang. Ketika Khilafah yang berjalan sesuai metode Nabi ﷺ berdiri, hal ini akan melemahkan dukungan untuk menyatakan perang tanpa syarat.
Sudah saatnya bagi kita umat Islam, yang tinggal di barat, untuk melepaskan diri dari rantai mental rendah diri dan rasa takut. Kita perlu untuk menantang sikap stereotip dan propaganda dan terlibat dalam pertempuran untuk merebut hati dan pikiran.
Ditulis untuk Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir oleh
Junes Kock
Posting Komentar untuk "Perang Politik, Media dan Opini Publik"