Seruan Kesadaran Politik dan Ideologis


Sebagai bangsa yang besar, umat Islam di Indonesia menyadari bahwa hidup saat ini tiadalah mudah. Tantangan, hambatan, dan rintangan senantiasa menghadang. Bahkan umat Islam dari hari ke hari kian diuji kesabaran dan sikap keteladanannya. Tak jarang, umat Islam terkadang kikuk dalam bersikap. Khawatir jatuh ke dalam lubang jebakan biawak dan buaya. Di sisi lain, keagungan pemikiran Islam yang bersumber dari quran dan sunnah, sudah tidak lagi dijadikan acuan dalam memandang masalah. Tak heran, umat ini semakin kehilangan arah dan tertarik dengan ideologi lain yang notabenenya berasal bukan dari Islam.

Islam sebagai sumber solusi tidak pernah disangsikan oleh siapa pun. Baik solusi masalah parsial ataupun sistemik. Upaya memberpaiki diri dan bangsa ini terus berkelanjutan, hingga terwujud tatanan hidup yang sesuai dengan Islam. Semua sadar—fakta dan sejarah—umat Islam turut memberikan kontribusi bagi negeri ini. Karena itu tak ayal, gerakan dan jamaah dakwah Islam senantiasa mewarnai di setiap perjuangan dan perubahan.

Seruan jihad untuk melawan penjajah kafir Belanda, Inggris, Portugis, dan Jepang berhasil menggerakan jutaan rakyat Indonesia untuk merdeka dan mempertahankan kedaulatan. Gerakan pencerdasan umat dengan pendidikan model sekolah dan pondok pesantren disadari sebagai gerakan transformasi pemikiran. Umat menyadari kewajibannya untuk meningkatkan taraf berfikir dan memenuhi kewajiban dalam menuntut ilmu. Penyadaran umat dan menjadikan opini Islam besar, tak kurang ulama’ pun menorehkan tinta emasnya dalam surat kabar, majalah, dan buku-buku penggugah. Orang miskin-papa, orang berpenyakit, dan fakir miskin, dibuatkan tempat khusus berupa panti asuhan dan rumah sakit.

Jika demikian adanya, sekilas tugas yang diemban jamaah dan gerakan Islam di Indonesia seperti pemerintahan kecil. Artinya mereka mampu bertahan tatkala penguasa tidak lagi amanah dan mengurusi umatnya. Upaya itu pun masih jauh dari sempurna, karena penyelesaiannya tak bisa tuntas mengatasi masalah. Jelas saja kekuatan negara yang ditopang dengan sumber dana dan kekuatan besar, tak mampu disaingi jamaah/gerakan. Mengingat, penguasa memiliki kekuatan politik yang memaksa dan merealisasikannya. Karena itu merupakan kewajiban yang harus ditunaikan.

Politik Najis?

Tidak banyak jamaah dan gerakan Islam beraktifitas dalam politik. Ketika jamaah dan gerakan Islam dikaitkan dengan politik dalam bingkai demokrasi, mereka menolak. Hal ini wajar, karena pelajaran berharga ketika umat Islam ‘dipolitisasi’ dan ‘dieksploitasi’. Karena orang yang terpilih sering lupa, melupakan, dan pura-pura lupa kepada orang yang mendukungnya. Umat Islam sudah jengah bahkan ogah untuk meleburkan diri dalam politik praktis, meski mereka tidak melarang anggota, kader, dan simpatisan untuk berpolitik praktis. Bahkan mereka didorong untuk masuk ke politik praktis sebagai lahan dakwah dan meluruskan kebijakan agar berpihak pada umat Islam.

Sesungguhnya aktifitas umat Islam ini tidak terlepas dari politik. Suka atau tidak suka. Meski terkesan apatis pada politik. Kesan ini timbul karena taraf berfikir umat rendah dan tidak memiliki gambaran politik Islam yang bersumber dari quran dan sunnah. Jika ditelaah mendalam makna politik berarti mengurusi urusan umat baik dalam negeri (melalui penerapan syariah Islam kaaffah) dan urusan luar negeri (dakwah dan jihad)(sumber: Pemikiran Politik Islam: Abdul Qoadim Zallum). Adapun saat ini kerangka berpolitik praktis dalam bingkai demokrasi yang merusak dan berasas dari pemisahan agama dengan kehidupan. Rumusan demokrasi berasal dari buah pemikiran filosof Yunani dan menjadi trend negara Barat. Kalaupun ada yang mengklaim bahwa demokrasi berdasar dari Islam, sama sekali tidak berdasar. Dr M Dhiaudin Rais menjelaskan “memang benar antara Islam dan demokrasi terdapat banyak kesamaan. Namun, hal itu cocok untuk mendeskripsikan sebagian sistem Islam. Karena pada kenyataannya, keduanya juga mempunyai perbedaan yang sama besar dengan sisi persamaanya. Bahkan, barangkali ungkapan yang tepat adalah sisi-sisi perbedaan antara keduanya lebih besar atau lebih penting dibandingkang dengan sisi persamaannya.”(Sumber: Teori Politik Islam). Lebih jauh lagi, Abdul Qodim Zallum menegaskan demokrasi merupakan sistem kufur. Karena menjadikan kedaulatan (yang berhak membuat hukum) berada pada manusia. Sementara Islam berada di tangan Allah yakni berupa Syariah islam (Sumber: Demokrasi Sistem Kufur).

Kenajisan Politik yang mengakibatkan banyak umat tidak menghiraukan dan malas beraktifitas dengannya karena dikotori oleh sistem politik yang salah. Begitu pula pelakunya kian culas, korup, bengis, bahkan otoriter. Akibatnya rakyat terabaiakan. Bahkan politik pun haram dibicarakan dalam masjid ataupun forum kajian. Sesungguhnya dengan kondisi yang ada saat ini, harus ada kesadaran bersama bahwa berpolitik tidak harus masuk dalam sistem yang ada. Aktifitas muhasabah lil hukam yakni mengoreksi penguasa yang tidak menjalankan amanah dan syariah Islam juga merupakan aktifitas politik. Sangat naif, jika politik diidentikan harus menjadi pejabat, anggota dewan, ikut pemilu, dan pernik lainnya. Begitu pula, sistem politik demokrasi yang rusak akan menghasilkan pejabat nakal. Di titik inilah, umat Islam harus sadar dan tidak mudah terjebak dalam politik oposan dan pragmatis.

Memupuk Kesadaran

Kesadaran menjadi hal yang paling penting. Karena perubahan dimulai dari kesadaran dan orang yang bergerak. Terkait kondisi bangsa ini yang kian hari menyesakan dada rakyat, tampaknya terendus oleh orang yang peduli. Di antara jutaan umat manusia, ada orang-orang yang ikhlas dan tulus yang masih berfikir untuk menyelamatkan negeri ini menjadi lebih baik. Sebagaimana cita-cita semua menjadi negeri gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kertoraharjo. Serta baldatun thaoyibun wa robbun ghofur.

Ada beberapa peristiwa politik yang bisa disaksikan sepanjang tahun 2015. Masa pemerintahan Jokowi-JK ini disikapi beragam oleh jamaah dan gerakan Islam. Perlu diketahui dalam nawacita Jokowi-JK, dicita-citakan Islam yang moderat dan toleran. Tentu definisinya masih kabur dan miskin konsep. Karena itulah umat mulai satu suara yakni ISLAM sebagai SOLUSI. Agenda ini merupakan fastabiqul khoirot bukan sekadar ajang besar-besaran massa. Upaya amal solih setiap jamaah dan gerakan Islam selama dalam rangka amar ma’ruf nahi munkar harus didukung. Jika ada yang masih kurang lurus, perlu juga ada koreksi agar kembali ke jalur yang benar.

(1) Rapat dan Pawai Akbar Hizbut Tahrir Indonesia selama medio Mei 2015 di 33 kota se Indonesia. Tema yang diangkat begitu menantang dan menawarkan konsep solutif. Bertajuk “Indonesia Kita Terancam: Selamatkan dari Neoliberalisme dan Neoimprealisme”. Tentu Hizbut Tahrir ingin meneguhkan kembali dan mengajak umat untuk bersungguh-sungguh dan meneguhkan bersama umat berjuangan dalam penerapan syariah dan penegakkan Khilafah.
(2) Muktamar NU ke 33 pada 1-5 Agustus 2015 di Jombang. Bertajuk “Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia”. Pembahasan persoalan umat baik dalam politik, ekonomi, dan nasib rakyat dibahas dalam forum bahtsul masail ulama NU. Salah satunya fatwa haram janji politik bagi politisi agar tidak ingkar janji.
(3) Muktamar Muhammadiyah ke 47, 3-8 Agustus 2015 di Makassar. Bertajuk “Gerakan Pencerahan untuk Islam Berkemajuan”. Muhamadiyah ingin berperan lebih khususnya di Indonesia dengan tetap mengoreksi kebijakan yang salah pemerintah dan tetap di luar pemerintahan. Di sisi lain upaya internasionalisasi Muhammadiyah untuk bisa berperan dalam kehidupan global dan mempengaruhi keputusan internasional.
(4) Menjelang HUT RI 70, jauh-jauh hari genderang sudah ditabuh. Parade Tauhid pada 16 Agustus 2015 di Jakarta. Kalimat tauhid ‘lailaha illallah’ dipasang sepanjang 3 km. Tokoh masyarakat dan ulama’ memberikan orasi untuk penyelamatan negeri ini. Umat yang hadir tumpah ruah. Mereka menunjukan eksistensi bahwa umat Islam di Indonesia masih kuat.
(5) MUNAS IX MUI pada 24-27 Agustus 2015. Bertajuk “Islam Wasathiyah Untuk Indonesia dan Dunia yang Berkeadilan dan Berkemajuan”. Islam Wasathiyah adalah Islam moderat yang toleran, santun dan damai. Tidak mengehendaki konflik. Selain itu, model tersebut juga tidak memaksakan diri dan menghargai perbedaan. 

Berbagai upaya tersebut mengindikasikan bahwa umat Islam sesungguhnya mempunyai kemuliaan (izzah), pemikiran yang sahih, dan kesatuan dalam aqidah Islam. Persoalan di dalam negeri tentu berpengaruh dengan persoalan dunia internasional. Permasalahan yang terjadi di Indonesia dipengaruhi besar oleh kerusakan sistem politik, ekonomi, dan sosialnya. Dunia luar pun terkadang ikut bermain dengan memaksakan ideologi sesatnya, semacam liberalisme, HAM, demokrasi, dan pluralisme untuk bisa diterima di negeri ini. Sementara itu, meraka asyik mengadu domba umat Islam. Perusahaan mereka begitu rakus menjarah kekayaan alam negeri ini. Meski ini diketahui dan kasat mata, tak banyak yang mempedulikannya.

Kalaulah menjadikan Islam sebagai solusi, tak perlu dengan istilah yang kadang mengaburkan Islam yang mulia ini. Umat pun akan semakin dibuat bingung, lantaran tokoh dan panutannya dalam beragama melontarkan istilah ‘aneh’ dan ‘kabur’ tentang konsep Islam. Penampilan wajah Islam tak seharusnya dibungkus dengan mengambil cara dari orang di luar Islam.

Jamaah dan gerakan Islam kini sadar bahwa mereka pun ingin membumikan Islam ke seluruh dunia. Hal ini bisa dilihat pada tajuk yang dijadikan mainstream ke depan. Think globaly, act localy. Begitulah kiranya gambaran aktifitasnya. Oleh karena itu, untuk semakin mengokohkan aktifitas ke depan perlu ada pemisahan antara gerakan pragmatis dan ideologis. Hal ini sebagai rumusan untuk membangkitkan umat dari keterpurukan total.

Antara Pragmatis dan Ideologis

Seruan pragmatis didasadari dari kerusakan fakta yang ada dalam kehidupan umat, menyhadari pula kewajiban merubahnya, tetapi seruannya langsung berpindah kepada langkah aksi tanpa terlebih dahulu memikirkan haikiat permasalahan yang tengah menimpa masyarakat. Langkah aksi itu dilakukan tanpa memikirkan konsep yang akan dijadikan asas dalam membambangkitkan masyarakat, juga metode yang akan dijalani untuk sampai kepada sasaran yang ditetapkan. Akhirnya, gerakan itu akan melakukan aksis-aksi tanpa perencanaan dan berputar-putar di situ-situ saja tanpa dikaji lebih dahulu bahkan seringkali tanpa sasaran sama sekali.

Gerakan pragmatis menempatkan fakta—walaupun nyata kerusakannya—sebagai sumber penyelesaian, bukan sebagai obyek yang harus diselesaikan. Inilah yang memicu aksinya selalu menyesuaikan diri dengan fakta yang rusak, sekaligus sebagai kursi penyangga asas yang mendasari masyarakat.

Sementara itu, seruan ideologis menyadari kerusakan realitas yang ada dan keterbelakangan masyarakat. Dari hasil penginderaanya berpindah menuju kajian fakta secara mendalam untuk mengetahui hakikat permasalahannya. Sebab, seseorang tidak mengetahui hakikat permasalahan pasti tidak akan mampu menggambarkan cara penyelasaiannya. Seruan ini mengkaji realitas masyarakat sevcara mendalam beserta berbagai pemikiran, ikatan, tolok ukur, perasaan, dan peraturannya. Hal ini akan mengantarkan kepada pengetahuan bagian mana yang benar dari yang rusak lagi berpenyakit, pemikiran dan perasaan mana yang diperlukan masyarkat, serta pemikiran dan perasaan asing lagi rusak mana yang telah merasukinya. Kajian mendalam juga akan mengantarkan pada pemahaman tentang fakta mengenai peraturan yang diterapkan untuk mengurus kepentingan masyarakat. Setelah hal itu dilakukan, barulahberpindah menuju pembahasan ideologi—yang berkaitan dengan Islam—untuk memahami solusi yang benar atas permasalahan yang sedang dihadapi. Solusi itu mewakili sekumpulan pemahaman dan peraturan yang mendasari perubahan masyarakat dapat berlangsung dengan sempurna.

Oleh karena itu, ideologi Islam seharusnya dijadikan landasan dalam perubahan. Seruan-seruan juga harus ideologis. Ulama’ dan cendekiawan islam juga harus lantang mengatakan yang haq di hadapan penguasa yang rusak. Mereka pun tidak akan membiarkan syariah Islam ditelantarkan tidak diterapkan dalam hidup ini. Jika dikaitkan dengan kondisi gaduh di negeri ini, maka saatnya Islam tampil ke depan sebagai solusi kehidupan. Karena bersumber dari Allah Swt. Dzat pencipta dan pengatur kehidupan. Manusia pun bahagia dan sejahterah. Mari himpun kekuatan dan satukan dalam aqidah Islam. Untuk mewujudkan peradaban Islam demi diterapakannya Syariah dalam naungan Khilafah. [Hanif Kristianto (Lajnah Siyasiyah—Divisi Politik—HTI Jawa Timur)] [www.visimuslim.com]

Posting Komentar untuk "Seruan Kesadaran Politik dan Ideologis"