Menilai Modul Pembelajaran Berbasis Islam Damai


Kementerian Agama (Kemenag) meluncurkan sebuah modul pembelajaran berbasis Islam damai untuk sekolah umum. Modul itu diadaptasi dari salah satu universitas tertua dan terbaik di dunia, yaitu Oxford University, Inggris.  Menag menjelaskan, tujuan penyusunan modul itu sebagai respon pemerintah untuk membekali guru-guru agama di sekolah umum agar siswa mempunyai pemahanaman yang baik tentang agama Islam. Modul itu juga menjadi salah satu cara mencegah penyebaran paham radikal, yang mungkin bisa timbul di institusi pendidikan.   
  
Soal alasan pemilihan Inggris sebagai acuan pembuatan modul itu, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag Kamarudin Amin mengatakan, gaya pendidikan agama di negara-negara Eropa lebih mengajarkan perilaku menghargai perbedaan. Berbeda dengan di negara-negara Timur Tengah yang lebih mengajarkan hubungan manusia dengan Tuhan. (nasional.news.viva.co.id, 11/8)

Tepatkah kebijakan pemerintah mengeluarkan modul berbasis islam damai sebagai upaya memantapkan pemahaman islam kepada para pelajar? Mampukah modul berbasis islam damai memperkuat identitas para pelajar muslim ?

Membahayakan Identitas Pelajar Muslim 

Pertama, modul berbasis islam damai yang menjadi kebijakan Kemenag diadaptasi dari universitas Oxford, di Inggris. Ini berarti isinya berkiblat pada Barat yang notabene berpijak pada sistem sekulerisme atau pemisahan agama dari kehidupan dan sarat dengan ide-ide kebebasan. Menilai ini semua sudah jelas bahwa tujuan modul yang menginginkan siswa memiliki pemahaman islam yang kuat tidak akan terlaksana. Bagaimana mugkin menjadikan landasan sekuler untuk memperkuat pemahaman agama islam. Ini adalah hal yang bertolak belakang.   

Kedua, pihak Kemenag mengungkapkan bahwa program ini sudah diawali dengan pengiriman  40-an guru-guru agama pilihan dari berbagai kota untuk mendapatkan pelatihan metode pengajaran agama yang menarik dari Oxford University Inggris.   Sudah pasti yang dipelajari bukan  hanya teknik mengajar yang baik, namun juga nilai-nilai yang menjadi landasan kurikulum di negara barat yang sekuler dan liberal. Mereka disusupi bahwa peradaban barat  begitu maju dan baik, sehingga layak untuk ditiru. Ini jelas upaya meracuni para pendidik muslim agar menerima nilai barat, bahkan mengunggulkan peradaban barat yang rusak. Dalam langkah berikutnya, para guru yang sudah "terlatih" akan "disetting" untuk memberikan dan mengajarkan ide-ide tersebut pada anak didiknya, dalam hal ini pelajar muslim.   

Ketiga, kebijakan modul berbasis islam damai ini sejatinya adalah upaya sistematis untuk menjauhkan umat Islam dan generasi penerusnya dari kebangkitan Islam yang hakiki. Kebijakan ini akan mengarahkan mereka menjadi generasi pengikut budaya barat yang akan membiarkan terus bercokolnya penjajahan politik dan ekonomi negara-negara barat atas negeri ini.  

Mengapa demikian? karena islam radikal yang dimaksud disini adalah islam yang mampu menghantarkan kebangkitan pemikiran, sehingga akan menggerakkan aksi berupa penolakan penjajahan barat dalam bentuk apa pun. Termasuk di dalamnya penolakan terhadap sistem demokrasi, kapitalisme dan sekulerisme. Pemerintah menganggap hal ini akan berbahaya, sehingga segala cara ditempuh untuk mencegah itu semua.
  
Dengan penilaian tersebut, maka Kebijakan Menteri Agama yang menerapkan modul islam damai yang berkiblat kepada barat tersebut harus ditolak dan dihentikan. Pasalnya kebijakan Kemenag ini membahayakan identitas anak-anak muslim di Indonesia.

Modul pembelajaran tersebut merupakan  upaya pengkaburan bahkan penyesatan ajaran Islam melalui program deradikalisasi. Bagaimana nasib pemahaman pelajar muslim terhadap ajaran agamanya sendiri bila yang diajarkan adalah nilai-nilai sekuler dan kebebasan seperti HAM, pemahaman tentang toleransi yang kebablasan, hukum jihad, hudud dan khilafah yang penjelasannya disalahtafsirkan?

Seharusnya pelajaran agama bisa menumbuhkan kebanggaan dan kecintaan terhadap Islam serta perjuangan atas seluruh syariat islam. Juga secara pasti melahirkan semangat perlawanan atas segala bentuk penindasan dan penjajahan. Inilah seharusnya yang patut dipikirkan oleh pemerintah. Bukan dengan jalan menghalang-halanginya melalui institusi pendidikan.  

Sikap Kaum Muslim   

Dalam kacamata islam (yang tepat dan benar) pelajaran agama semestinya mendorong lahirnya generasi yang siap berjuang menegakkan kembali khilafah Islam. Untuk mewujudkan itu semua dibutuhkan sistem pendidikan yang bersumber dari akidah Islam. Sistem pendidikan islam akan membentuk generasi berkepribadian islam yang terimplementasikan dalam sistem pembelajarannya.   

Oleh karena itu kita harus meninggalkan sistem sekuler dan segala produk turunannya.  Sebagai gantinya kita terapkan sistem pendidikan Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyah. Hal itu tidak bisa dilakukan oleh individu. Butuh kesatuan umat islam untuk memperjuangkannya. Maka sudah selayaknya umat islam bersama menyadari itu dan bersegera berjuang menegakannya. Wallâh a'lam bi ash-shawâb. [Hanum Hanindita (Guru SD Khoiru Ummah 25 Bekasi)]  [www.visimuslim.com]

Posting Komentar untuk "Menilai Modul Pembelajaran Berbasis Islam Damai"