Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ketahanan Energi dalam Pandangan Islam


Dewan Energi Nasional (DEN) mendefinisikan ketahanan energi sebagai suatu kondisi terjaminnya ketersediaan energi, akses masyarakat terhadap energi pada harga terjangkau dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan perlindungan terhadap lingkungan hidup (DEN, 2015).

World Economic Forum menjelaskan bahwa ketahanan energi adalah  kemampuan ekonomi untuk menjamin ketersediaan pasokan semberdaya energi secara berkelanjutan dan tepat waktu dengan harga energi yang sewaktu-waktu akan meningkat sehingga mempengaruhi kinerja perekonomian.

Beberapa faktor yang mempengaruhi ketahanan energi: (1) Penyediaan cadangan bahan bakar baik di dalam negeri maupun tujuan ekspor, (2) Kemampuan ekonomi dalam mengeksplorasi pasokan atau sumber energi untuk memenuhi permintaan, (3) Aksebilitas sumber daya energi, ini terkait dalam ketersediaan infrastruktur energi dan transportasi, (4) Kestabilan dan keamanan geopolitik sekitar sumber daya energi.

Ketahanan energi merupakan salah satu elemen pokok dari proses pembahasan agenda pembangunan global pasca 2015 terutama terkait peranan energi dalam pemberantasan kemiskinan dan perubahan iklim. Namun kondisi geopolitik dan krisis ekonomi global ikut mempengaruhi pasokan dan harga energi global khususnya minyak dan gas.

Diperkirakan sekitar tahun 2030 populasi dunia bertambah 1,3 milyar hingga mencapai 8,3 milyar, sedangkan total Gross Domestic Product dunia akan mencapai dua kali lipat dibanding tahun 2011. Tingkat konsumsi energi dunia rata-rata akan tumbuh 1,6% per tahun sehingga akan bertambah 36% pada tahun 2030. Maka dari itu dalam penyediaan sumber energi yang mencukupi dan terjangkau merupakan keharusan untuk menyokong pertumbuhan dan pembangunan berkelanjutan.

Ketahanan energi Nasional saat ini masih kalah dengan Malaysia dan Singapura, Indonesia hanya memiliki stok Bahan Bakar Minyak (BBM) 22 hari, lebih singkat daripada dua negara tetangganya. Selain stok yang minim, kapasitas dan kulaitas kilang Indonesia juga sudah tidak lagi memumpuni. Saat ini kilang Indonesia hanya bisa mengolah minyak mentah 800 ribu barel. Malaysia dengan jumlah penduduk lebih sedikit mampu mengolah 722 ribu barel minyak mentah.

Dana Ketahanan Energi Dari Rakyat;

Seperti diketahui, pemerintahan Jokowi-JK memutuskan untuk menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) per 5 Januari mendatang. Di mana, Premium turun sebesar Rp 150 menjadi Rp 7.150 per liter dari saat ini Rp 7.300 per liter. sedangkan solar turun Rp 800 menjadi Rp 5.950 per liter dari Rp 6.700 per liter.

Meski mengalami penurunan, harga Premium dan Solar di Tanah Air masih di atas harga keekonomian. pemerintah memungut dana ketahanan energi, di mana besarannya Rp 200 per liter untuk Premium dan Solar Rp 300 per liter.

Jika mengecualikan pungutan itu, maka harga keekonomian Solar hanya sebesar Rp 5.650 per liter dan Premium Rp 6.950 per liter. (merdeka.com, 24/12/2015).

Direktur Energy Watch Indonesia (EWI), Ferdinand Hutahaean menilai bahwa pemerintah bertindak ngawur, pungutan dana Ketahanan Energi yang dibebankan kepada rakyat tersebut tidak ada dasar hukumnya.

“pemerintah ngawur di sektor BBM, regulasi tak jelas, publik hanya bisa berpasrah. Padahal publik harus dilindungi. Ada ketidakadilan dari pemerintah atas rakyatnya sendiri,” kata Ferdinand dalam sebuah diskusi bertajuk ‘Refleksi Kabinet Kerja Jokowi-Jk Tahun 2015′ di Matraman, Jakarta Timur, Kamis (24/12).

Kritik juga datang dari pakar ekonomi, Ichsanudin Noorsy: “Dana ini tidak seharusnya dipungut dari rakyat. Ini menunjukkan pemerintah tidak simpatik karena di tengah penurunan harga minyak dunia malah menambah beban masyarakat,” kata Noorsy, Kamis (Kompas.com, 24/12).

Karena banyak pihak yang menolak kebijakan ini, maka dengan terpaksa pemerintah Jokowi-JK harus menunda eksekusinya dengan alasan paying hukumnya belum tegas dan menimbulkan reaksi penolakan dari berbagai elemen, sehingga kebijakan tersebut akan dibawa ke parlemen pada pembahasan APBN-2016.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengaku, pemerintah menyadari terlalu banyak perbedaan pendapat mengenai pungutan dana ketahanan energi sehingga harus diserahkan melalui mekanisme APBN. Dana ketahanan energi akan diusulkan dalam pembahasan APBN-P 2016 paling cepat Februari mendatang.

“Masih ada perbedaan pendapat, sehingga diputuskan akan dibahas di APBN-P 2016. Keputusannya ya tergantung pembahasan nanti. Jadi memang bisa dibaca begitu (ditunda),” tegas Darmin di kantornya, Jakarta, Senin (4/1/2015).

Kebijakan ini, disamping tidak ada payung hukumnya juga sebagai kebijakan yang zholim tidak berpihak pada rakyat. Bagaimana tidak, baru saja menaikkan beban rakyat melalui kenaikan TDL awal Desember 2015 lalu, kemudian mengumumkan penyesuaian harga minyak dunia sehingga terdapat penurunan harga BBM, namun karena mindset (pola pikir) pemerintahnya adalah Kapital maka tidak mau menyia-nyiakan momentum penurunan harga BBM dengan dalih Dana Ketahanan Energi.

Energi Dalam Pandangan Islam

Energi merupakan sarana hidup yang dibutuhkan manusia untuk mempertahankan eksistensinya dan merupakan pemberian dari Allah SWT. Sarana hidup ini berupa Energi terdapat di mana saja; di dalam tanah, air, permukaan tanah, udara, dan lain sebagainya, seperti tambang, minyak, gas, sinar matahari, tumbuhan, hewan dan banyak lagi lainnya. Jadi, Energi bagian adalah segala sesuatu yang terkandung di dalam bumi, air, maupun di udara untuk kelangsungan hidup manusia.

Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa bumi berfungsi sebagai tempat tinggal manusia, langit sebagai atap dan air hujan yang diturunkan serta buah-buahan sebagai rezki bagi manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Allah SWT berfirman :

] الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (٢٢) [

“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, Padahal kamu mengetahui”. (Q.S. Al-Baqarah [2]:22)

Lebih tegas lagi, Allah SWT menyatakan bahwa manusia telah diberikan sarana hidup yang terdapat disekelilingnya:

] هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا … (٢٩) [

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu …”. (Q.S. Al-Baqarah [2]:29)
Dengan demikian, Energi yang ada berfungsi sebagai sarana hidup untuk memenuhi kebutuhan manusia di dunia ini sebagai kabaikan, rahmat dan sara hidup untuk dimanfaatkan oleh manusia dalam rangka mengabdi dan menjalankan perintah Allah I.[1]

Lalu siapakah yang seharusnya melakukan pengelolaan Energi yang jumlahnya tidak sedikit? Jawabannya menurut Ideologi Kapitalis yang juga merupakan pandangan pemerintah saat ini adalah bahwa kekayaan alam termasuk Energi harus dikelola oleh individu atau perusahaan swasta karena ini merupakan ciri utama sistem ekonomi kapitalis dimana kepemilikan privat (individu) atas alat-alat produksi dan ditribusi dalam rangka mencapai keuntungan yang besar dalam kondisi-kondisi yang sangat konpetatif sehingga perusahaan milik swasta merupakan elemen paling pokok dari kapitalis[2].

Sementara jawabannya menurut Ideologi Islam, adalah bahwa kekayaan alam seperti Energi merupakan harta milik umum yang menguasai hajat hidup masyarakat harus dikelola oleh negara. Negaralah mewakili rakyat melakukan eksplorasi dan eksploitasi energy, menjamin ketersediaannya untuk kebutuhan rakyat dan jika telah terpenuhi dan masih ada kelebihan Negara boleh mengekspornya keluar serta mengelola penghasilannya, Negara bukanlah sebagai pemilik atau yang menguasai kekayaan itu.[3] Semua hasil bersihnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pelayanan yang lain, bisa berupa; pelayanan kesehatan, pendidikan, keamanan, listrik, air, transportasi, dan sebagainya[4].

Keharusan pengelolaan energi tersebut, karena status sumber energy berasal dari tambang-tambang dari tanah yang jumlah tidak sedikit, laksana air mengalir, maka individu dan swasta dilarang menguasainya sebab Energi tersebut dari aspek sumber dan kebutuhan rakyat termasuk harta milik umum yang menguasai hajat hidup masyarakat, harus dikelola oleh Negara sebagai wakil rakyat bukanlah sebagai pemilik atau yang menguasai kekayaan tersebut sedangkan hasil pengelolaannya dimasukkan dalam kas Bait al-Mâl, selanjutnya dikembalikan kepada rakyat.[5]

Rasulullah SAW bersabda :

« الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِى ثَلاَثٍ : فِي الْمَاءِ وَالْكَلإِ وَالنَّارِ» (رواه أحمد)[6]

Rasûlullâh SAW bersabda :“Kaum muslim bersekutu dalam tiga hal; air, padang dan api” (H.R. Ahmad).

Dalam riwayat yang lain, Rasulullah SAW bersabda:

« النَّاسُ شُرَكَاءُ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَأِ وَالنَّارِ » (رواه أبو عبيد)[7]

“Orang-orang (Masyarakat) bersekutu dalam hal; air, padang gembalaan dan api” (H.R. Abû ‘Ubaid).
Hadits ini juga menegaskan bahwa yang termasuk harta milik umum yang menguasai hajat hidup masyarakat adalah semua kekayaan alam yang sifat pembentukannya menghalangi individu untuk mengeksploitasinya.[8]

Kebijakan Negara Dalam Pengelolaan Energi

Minyak dan gas adalah dua komoditas yang paling penting di dunia. Laju industrialisasi bergantung pada tingkat ketersediaan energi. Bahkan pertanian modern bergantung pada gas alam sebagai bahan baku pembuat pupuk. Sumber-sumber itu sangat penting untuk kehidupan masyarakat, yang berarti bahwa keuntungannya harus dinikmati bersama oleh masyarakat dan tidak dapat diprivatisasi.

Kebijakan energi yang seharusnya diambil oleh pemerintah adalah dengan memperhatikan realitas sebagai berikut:
  1. Karena energi adalah penting untuk industrialisasi, maka kebijakan energi harus dilihat dan dianalisis lebih dalam.
  2. Karena energi dibutuhkan untuk berbagai tugas, maka pemerintah perlu membangun infrastruktur energi modern.
  3. Minyak dan gas bumi harus dialokasikan untuk pemakaian yang penting seperti bahan mentah untuk industri manufaktur, pertanian dan petrokimia, karena sampai saat ini tidak ada alternatif untuk bahan-bahan itu.
  4. Minyak dan gas bumi juga harus digunakan untuk transportasi dan penghasil energi karena teknologi saat ini, utamanya dijalankan dengan sumber energi itu. Meski alternatif lain harus tetap dicari. Ini akan membantu pemanfaatan yang berkelanjutan atas sumberdaya Negara, yang memungkinkan fleksibilitas dalam penjualan minyak menghasilkan pendapatan, dan sebagai bantuan untuk membantu membawa negara-negara lain lebih dekat ke dalam pangkuan Islam.

Selain itu, hal yang paling mendasar adalah bahwa energi ini merupakan hak umum (public ownership), sehingga tidak boleh diprivatisasi. Sebaliknya, Negara harus bisa menjamin kebutuhan rakyat akan energi ini dan menjadikannya sebagai sumber kekuatan negara. Karena itu, pengelolaan energi harus diintegrasikan dengan kebijakan negara di bidang industri dan bahan baku sehingga masing-masing tidak berjalan sendiri-sendiri.

Untuk memenuhi konsumsi kebutuhan domestik rakyatnya, Negara bisa menempuh dua kebijakan: Pertama, mendistribusikan minyak, gas dan energi lainnya kepada rakyat dengan harga murah. Kedua, mengambil keuntungan dari pengelolaan energi untuk menjamin kebutuhan rakyat yang lainnya, seperti pendidikan, kesehatan, keamanan termasuk terpenuhinya sandang, papan dan pangan.
Dengan begitu, Negara benar-benar akan bisa mengelola energinya secara mandiri dan tidak diintervensi oleh negara manapun. Jika itu terjadi, maka hasil dari pengelolaan energi itu bukan hanya akan membawa kemakmuran bagi rakyatnya tetapi juga menjadi kekuatan bagi negara. Negara bukan saja mengalami swasembada energi tetapi juga bisa menjadikan energinya sebagai kekuatan diplomasi, sebagaimana yang dilakukan oleh Rusia terhadap Uni Eropa dan AS.

Tentu ini semua bisa dijalankan jika Islam dengan Syariatnya menjadi asas dalam pengambilan kebijakan, dan sistemnya adalah sistem Negara Khilafah. Untuk itu, Negara Khilafah sejak pertama kali berdiri segera melakukan pengembangan infrastruktur energi yang diperlukan untuk menjamin kebutuhannya dan memastikan agar energi tersebut tidak keluar dari negara dan jatuh ke tangan negara-negara penjajah.

Selain itu, pengembangan infrastruktur ini kenyataannya akan menciptakan berjuta-juta lapangan pekerjaan yang akan mengangkat berjuta-juta orang keluar dari kemiskinan baik di Indonesia maupun di dunia muslim lainnya. Pada gilirannya pengembangan energi akan memberikan efek luar biasa dengan merangsang ekonomi yang lebih luas melalui pengembangan industri berat, kompleks-kompleks manufaktur, industri-industri militer, industri-industri penyulingan dan pabrik-pabrik.

Dengan demikian, hanya dengan penerapan syariat dalam bingkai Khilafah Islam Rahmatan lil ‘Alamin dapat diwujudkan.

“Dan Tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad Saw), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (Qs. Al-Anbiya’ [21] : 107).

Wallâhu A’lam wa Ahkam [AH] [VM]

[1] ‘Abdurrahmân bin Nâshir as-Sa’dî, Taisîr al-Karîm ar-Rahmân fî Tafsîr al-Kalâm alMannân, Juz 1, (t.tp.: Muassasah ar-risâlah, 2000), Cet. ke-1, h. 48.
[2] Veithzal Rivai dan Andi Buchari, Islamic Economics, (Jakarta : Bumi Aksara, 2009), Cet. ke-1, h. 261.
[3] ‘Abd as-Sâmi’ al-Mishrî, Pilar-pilar ekonomi Islam, terj. Muqawwimât al-Iqtishâd fî al-Islâm, oleh Dimyauddin Djuwaini, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), Cet. ke-1, h. 66.
[4] Arif. B. Iskandar, Tetralogi Dasar Islam, (Bogor: Al-Azhar Press, Bantarjati, 2009), Cet. ke-1, h. 141.
[5] Abd al-Sâmi’ al-Mishrî, Pilar-pilar ekonomi Islam, terj. Muqawwimât al-Iqtishâd fî al-Islam, oleh Dimyauddin Djuwaini, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), Cet. ke-1, h. 66., Rivai, dan Andi Buchari, Islamic Economics: ekonomi syariah bukan opsi tapi solusi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. ke-1, h. 370.
[6] Abû Abdullâh Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilâl bin Asad asy-Syaibânî, Musnad Imâm Ahmad, Juz 38, Nomor 23082, (t.tp.: Muassasah ar-Risâlah, 2001), Cet. ke-1, h. 174.
[7] Abû ‘Ubaid al-Qâsim bin Sallâm, al-Amwâl, (Bairût: Dâr asy-Syurûq, 1989), Cet. ke-1, h. 386-387.
[8] An-Nabhânî, an-Nizhâm al-Iqtishâdî fî al-Islâm, edisi Mu’tamadah, (Bairut: Dâr al-Ummah, 2004), Cet. ke-4, h. 218.

Posting Komentar untuk "Ketahanan Energi dalam Pandangan Islam"

close