Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Liberalisasi Gula & Karet, Wujud Nyata Penjajahan di Bidang Pertanian


Perlahan tapi pasti, tidak peduli pergantian pemimpin dan rezim, liberalisasi di berbagai sektor yang menjadi hajat hidup rakyat banyak semakin tampak di negeri ini.

Setelah melakukan liberalisasi di sektor hilir migas, kini pemerintah semakin memantapkan liberalisasi di sektor pertanian. Kali ini komoditas pertanian karet dan gula menjadi sasaran. Yang beberapa tahun terakhir keadaannya memang mengalami kesuraman. 

Pemerintah telah memutuskan untuk membuka 100 persen investasi asing di sektor gula dan karet. Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin 18/01/2016.

Franky menambahkan, namun perusahaan tersebut harus bermitra dengan pelaku usaha setempat atau petani tebu Indonesia. 

Kalimat terakhir itu hanya pemanis, basa basi. Agar liberalisasi ini tidak terkesan obral aset-aset rakyat. Karena hakikatnya, kalimat tersebut tidak ada manfaatnya ketika memang sektor karet dan gula ini sudah diliberalisasi 100 persen.

Liberalisasi sektor pertanian ini jelas akan menimbulkan berbagai persoalan bagi masyarakat dalam jangka pendek maupun jangka panjang. 

Liberalisasi pertanian sektor karet dan gula akan membuka jalan lebar beralihnya aset-aset penting milik rakyat atau negara tersebut ke pihak swasta, Asing maupun Aseng. Karena regulasi ini adalah mensahkan pihak mana saja bisa membeli sektor-sektor tersebut. 

Dan ini bukan isapan jempol. Sektor pertanahan saat ini adalah bukti nyata. Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan bahwa saat ini non pribumi (Asing) nenguasai 74% tanah di Indonesia.

“0,2% orang Indonesia menguasai 74% tanah di Indonesia melalui konglomerasi, PT ini PT itu, real estate, pertambangan, perkebunan sawit, HPH. 

Ini hanya menunggu bom waktu, apalagi yang 0,2% itu maaf-maaf kalau pakai bahasa lama itu non pribumi” ujar Prof Yusril dalam dalam acara Indonesia Lawyer CLub (ILC) dengan judul “TAHUN GADUH BERLALU, TAHUN —- DATANG” edisi selasa 12 Januari 2016 di TV ONE.

Keputusan pemerintah membuka 100 persen investasi asing di sektor karet dan gula juga membuktikan bahwa pemerintah tidak memiliki politik pertanian yang berpihak kepada rakyat. 

Saat ini kondisi pertanian karet dalam keadaan "sekarat". Di sepanjang tahun 2015 harga karet terus anjlok selaras dengan buramnya ekonomi dunia. 

Harga karet alam dunia anjlok dari US$ 4,9/kg pada 2011 menjadi tinggal US$ 1,2/kg tahun 2015 (detikFinance). 

Sementara dari sekitar 3,1 juta ton yang diproduksi Indonesia setiap tahun, hanya 10%-15% saja yang diserap pasar domestik, sisanya diekspor. Janji pemerintah untuk memaksimalkan penggunakan karet lokal untuk industri dalam negeri sampai saat ini nol dalam realitas. 

Anjloknya harga karet ini semakin diperberat lagi oleh kebijakan pemerintah yang mengenakan Bea Keluar (BK) sebesar 10% untuk ekspor karet. BK tersebut membuat harga karet di petani semakin tertekan. 

Ketua Asosiasi Petani Karet Indonesia (Apkrindo), Lukman Zakaria, mengungkapkan bahwa harga karet di tingkat petani saat ini sudah di bawah Rp 5.000/kg. Padahal, biaya produksinya sekitar Rp 12.000/kg, artinya petani tekor sedikitnya Rp 7.000/kg, bahkan ada yang rugi sampai Rp 10.000/kg. 

Demikian pula halnya dengan gula (tebu). PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) menilai tahun 2015 adalah tahun kematian bagi petani tebu Indonesia. Direktur Utama RNI Ismed Hasan Putro memaparkan, derasnya impor gula rafinasi yang masuk ke Indonesia, semakin tak terbendung. 

Harga lelang gula rafinasi diketahui di kisaran Rp 3.500 hingga Rp 4.000 per kilogram, dengan harga jual ke konsumen bisa Rp 5.000 per kilogram. Sedangkan harga lelang gula tebu petani nasional mencapai kisaran Rp 6.000 hingga Rp 8.000 per kilogram dengan harga jual ke konsumen mencapai Rp 11.000 hingga Rp 12.000 per kilogram.

Artinya semua regulasi pemerintah ini sangat tidak berpihak kepada rakyat, jika tidak dikatakan adalah realisasi kepentingan asing. Ini sama saja dengan obral aset negara. Pemodal akan memiliki kesempatan untuk membeli aset-aset karet dan gula tersebut dengan harga semurah-murahnya. 

Kaum muslimin...
Kapitalisme sebagai ideologi memiliki metode tetap dalam menyebarkan ideoliginya, yakni penjajahan. Wujud nyata dari penjajahan dalam ekonomi adalah liberalisasi dalam berbagai sektor penting. Tidak terkecuali bidang pertanian atau perkebunan. 

Liberalisasi 100 persen sektor pertanian karet dan gula adalah bentuk ketundukan pemerintah kepada penjajahan Kapitalis. Ini sama artinya memberikan jalan bagi orang-orang kafir menguasai kaum muslimin. Firman Allah SWT. 

(وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا)

"Allah sekali kali tidak memberikan jalan bagi orang-orang kafir untuk menguasai kaum muslimin". (An Nisa 141). [Luthfi Hidayat] [VM]

Posting Komentar untuk "Liberalisasi Gula & Karet, Wujud Nyata Penjajahan di Bidang Pertanian"

close