Mewaspadai Manuver Dua Duta Besar di Papua
Ramai diberitakan Duta Besar Amerika berkunjung ke papua, dan dalam hitungan hari kemudian disusul oleh Duta Besar Inggris. Bukan rahasia umum jika kedua negara tersebut mempunyai kepentingan yang sangat besar di papua. "Dubes AS mengatakan kepada kami bahwa Papua itu penting bagi Amerika, makanya dia merasa penting untuk berkunjung ke tanah Papua," kata Ketua Sekretariat Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (SKPKC) Yuliano Languwuyo di Kota Jayapura, Papua, (Rabu, 20/1/2016, www.republika.co.id).
Amerika berkepentingan agar PT. Freeport tetap menguasai emas Papua dan Inggris berkepentingan memastikan penambangan LNG / Gas alam cair di blok tangguh teluk Bintuni oleh British proteleum tetap berjalan lancar. Melihat waktu kunjungan kedua duta besar ini bukan merupakan kebetulan karena bersamaan dengan batas waktu divestasi saham PT. Freeport dan proses perpanjangan kontrak karya yang masih belum disetujui oleh pemerintah Indonesia.
Waspada dan Siaga
Hal yang perlu diwaspadai adalah tujuan kedatangan kedua dubes tersebut. Wajarkah seorang Duta besar Amerika melakukan rapat tertutup yang tidak mengijinkan media untuk meliputi jalannya rapat bersama dengan beberapa aktifis HAM Papua yang diantaranya termasuk Kepala Kantor Perwakilan Komnasham Papua, Frits Ramandey, Sekertaris Eksekutif Elemen Jaringan Kerja Rakyat, Sekter Manupandu, Sekertaris Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan Papua, Yuliana Lamuluyo dan juga salah satu koordinator jaringan damai Papua, Neles Tebay di sebuah Restoran yang terdapat di Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, Papua. seperti di beritakan oleh harian papua. (http://www.harianpapua.com/20160122/4083).
Apakah tidak keblinger pejabat daerah setingkat Gubenur, Kapolda, dan para akademisi di Papua mau menerima kunjungan Duta besar Inggris yang di negaranya sana mengijinkan pembukaan kantor Organisasi Papua Merdeka atau Free West Papua Campaign sejak tahun 2013 silam dan dipimpin langsung oleh salah satu aktifis Papua Merdeka, Benny Wenda.
Bukan rahasia umum kalau selama ini Amerika maupun inggris sebenarnya mengiginkan Papua lepas dari Indonesia bahkan Sejak pertengahan 2000-an, US House of Representatives, telah mengagendakan agar DPR Amerika tersebut mengeluarkan rancangan FOREIGN RELATION AUTHORIZATION ACT (FRAA) yang secara spesifik memuat referensi khusus mengenai Papua. Setali tiga uang dengan Inggris pembukaan kantor perwakilan OPM di Inggris dihadiri oleh Walikota Oxford Mohammaed Niaz Abbasi, anggota Parlemen Inggris, Andrew Smith, dan mantan Walikota Oxford, Elise Benjamin. Bagaimanapun juga hal ini secara terang-benderang menggambarkan adanya dukungan nyata dari berbagai elemen strategis Inggris baik di pemerintahan, parlemen dan tentu saja Lembaga Swadaya Masyarakat disana.
Memang Amerika dan Inggris dalam setiap diplomasi dengan Pemerintah Indonesia selalu menyatakan menghormati dan mengakui kedaulatan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) termasuk Papua. Namun diplomasi itu tentu saja dilakukan demi kepentingan ekonomi negaranya. Namun jika kebijakan Indonesia atas Papua mengganggu kepentingan ekonomi mereka, pengakuan kedaulatan bisa saja berubah. Inilah sebenarnya tujuan dari kedatangan kedua duta besar musuh tersebut ke papua yakni mencari dukungan dari elemen masyarakat papua apabila nanti papua bisa di pisahkan dari Indonesia maka kepentingan ekonominya pun ikut aman.
Selama ini yang terjadi di papua adalah kekayaan alam mereka diambil dan dibawa keluar oleh asing dan itu atas persetujuan pemerintah pusat di Jakarta. Sehingga masyarakat Papua merasa terjadi ketidakadilan terhadap mereka. Maka dengan keadaan seperti ini akan sangat mudah pihak asing untuk mempengaruhi masyarakat Papua memisahkan diri dari Indonesia. Padahal sumber masalahnya adalah perampokan sumber daya alam papua oleh asing itu sendiri. pertanyaannya apakah kalau sudah lepas dari indonesia maka pihak asing akan dengan sukarela menyerahkan pengelolaan tambangnya ke masyarakat Papua ? Tentu tidak!
Perlu diingat, AS dan Inggris sebagai negara tetap bersaudara, karena berideologi kapitalisme. Gaya santun selama ini adalah untuk menutupi kebobrokan mereka dalam menyebarkan ide separatisme di tengah masyarakat Papua. Dalam lintasan sejarah kemerdekaan Indonesia, tanah Papua diincar imprealis Barat yang kapitalisme. Dahulu dengan menggunakan persenjataan dan lobi-lobi hingga Dewan PBB. Di saat ini pun, muncullah neo-imprelisme melalui orang lokal yang menggadaikan idealismenya untuk meraih keuntungan sesaat. Serta memasukan perusahaan multinasional asing untuk mengeruk SDA Papua.
Papua Damai dalam Islam
Melalui Pendekatan ekonomi, sejatinya SDA bumi Papua baik emas, minyak dan gas atau apapun itu adalah milik umat. Negara hanya mengelolanya untuk kepentingan umat khususnya masyarakat Papua. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 Tentang Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia pasal 32 ayat 1 menyatakan Pengamanan sumber daya alam dan sumber daya buatan dilaksanakan dengan konservasi dan diversifikasi serta didayagunakan bagi kepentingan pertahanan keamanan negara.
Rosulullah bersabda:
"Kaum Muslimin berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api "(HR. Abu Daud, Sunan Abu Daud, 2/596 - 952)
"Tiga hal yang tidak boleh dihalangi (dari manusia) yaitu air, padang dan api ". (HR. Ibn Majah, Sunan ibn Majah, 3/177 - 606)
Bedasarkan dalil di atas maka negara akan mengambil alih pengelolaan tambang - tambang yang ada di Papua dari tangan Swasta Asing maupun swasta nasional. yang hasilnya akan di gunakan untuk kemakmuran masyarakat, jadi apabila masyarakat sudah makmur maka ke inginan untuk melepaskan diri akan hilang dengan sendirinya
Melalui Pendekatan Diplomatik, dalam islam negara dilarang menjalin hubungan diplomatik dengan Negara Kafir Harbi Fi’lan yaitu negara yang sedang memerangi umat muslim, sedangkan Amerika dan Inggris secara nyata telah memerangi umat islam di Afganistan dan Irak, maka tidak mungkin Amerika dan Inggris bisa mempunyai kedutaan di negara kita apalagi dubesnya sampai bisa "blusukan" di Papua.
Melalui Pendekatan keamanan, untuk menyelesaikan masalah keamanan dalam negeri maka negara yang menerapkan sistem islam akan memerangi setiap bentuk bughât, yakni keluar melepaskan diri dari negara. Baik dengan aktivitas-aktivitas pengrusakan dan penghancuran, seperti berbagai bentuk serangan dan pendudukan pusat-pusat (tempat-tempat) strategis di dalam negara dan menguasainya, disertai dengan pelanggaran terhadap berbagai kepemilikan individu atau kepemilikan umum atau kepemilikan negara; ataupun dengan keluar menentang negara dengan menggunakan senjata untuk memerangi negara ( Ajhizatu ad-Daulah al-Khilâfah bab keamanan dalam negeri hal 156)
“Barangsiapa yang keluar dari ketaatan (kepada khalifah) dan memisahkan diri dari jamaah dan mati, maka matinya adalah mati jahiliyyah.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah, Subulus Salam III/258).
“Barangsiapa yang membawa senjata untuk memerangi kami, maka ia bukanlah golongan kami.” (Muttafaqun ‘alayhi. Subulus Salam, III/257. Kitab Qitâl Ahl Al-Baghi, Imam Asy-Syairazi, Al-Muhadzdzab, II/217).
Berdasarkan dalil diatas telah menyatakan bahwa hukuman terhadap pelaku bughat adalah diperangi sampai mereka kembali kepada perintah Allah, yaitu kembali taat kepada khalifah atau negara dan menghentikan pembangkangan mereka. Namun sebelum sampai kepada perang tersebut, imam atau khalifah harus mengontak mereka dan menanyakan apa yang mereka tuntut dari negara. Jika mereka menyebutkan kezaliman maka kezaliman itu harus dihilangkan.
Selain itu untuk mengatasi gangguan keamanan dari luar negeri, maka negara dengan segala daya dan upaya akan memperkuat militernya sebagaimana yang di perintahkan oleh Allah dalam Qur'an Surat Al-Anfal ayat 60 :
“Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambatkan unuk berperang (yang dengan persiapan itu) kalian menggentarkan musuh Allah, musuh kalian, dan orang-orang selain mereka yg tidak kalian ketahui sedangkan Allah mengetahuinya.”
Maka hanya dengan sistem islam yang di terapkan secara kafah dan dalam bingkai Khilafah lah maka permasalahan yang ada di bumi Papua dan wilayah - wilayah lain akan terselesaikan. [Agung Sumartono (Anggota Lajnah Siyasiyah HTI Jawa Timur)] [VM]
Posting Komentar untuk "Mewaspadai Manuver Dua Duta Besar di Papua"