MEA, Penjajahan Rezim Pasar Bebas, Solusi Semu Masalah Ekonomi Indonesia
Penulis : Riani, SE (Pengusaha dan Aktivis MHTI)
Akhir Desember 2015 MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) telah resmi dimulai meski sebenarnya sebagian dari isi kesepakatan telah diimplementasikan secara bertahap beberapa tahun terakhir. MEA merupakan realisasi pasar bebas di kawasan Asia Tenggara yang telah dilakukan secara bertahap mulai KTT ASEAN di Singapura pada tahun 1992. Tujuan utama dari MEA adalah menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi yang meniscayakan terjadinya aliran barang, jasa, investasi, modal dan buruh terampil secara bebas. Pelaksanaan MEA diharapkan dapat meningkatkan stabilitas perekonomian di kawasan ASEAN serta mampu mengatasi masalah bidang ekonomi antar negara-negara ASEAN. Konsekuensi atas kesepakatan MEA adalah adanya aliran bebas barang, bebas jasa, bebas investasi, bebas tenaga kerja dan bebas modal bagi negara-negara ASEAN.
1. Liberalisasi perdagangan barang
2. Liberalisasi perdagangan jasa
Sektor kesehatan, telekomunikasi, teknologi informasi, pariwisata, logistic, pendidikan dan financial menjadi cakupannya.
3. Liberalisasi tenaga kerja profesional
Salah satu perwujudannya adalah dengan Adanya penghapusan aturan yang menghalangi perekrutan tenaga kerja asing. Tahap awal MEA arus bebas tenaga Kerja dibatasi pada 12 sektor , meliputi 5 sektor jasa pelayanan : kesehatan, pariwisata, logistik, telematika, dan transportasi udara. 7 sektor produk : pertanian, perikanan, karet, kayu, otomotif, elektronik, dan tekstil. Pasar bebas tenaga kerja diatur melalui MRA ( Mutual Recognition Agreement Framework), melalui pengakuan kesetaraan, seorang pekerja yang memiliki sertifikasi kompetensi di level tertentu akan diakui kemampuannya secara sama di semua negara ASEAN.
4. Liberalisasi Investasi
Menjadikan peran sektor swasta atau pemilik modal sebagai pelaku ekonomi utama lebih dominan.
5. Liberalisasi Modal
Meniadakan aturan admistratif yang menghambat masuknya modal.
Ancaman Besar, Indonesia Belum Siap
Konsekuensi adanya pasar bebas, semua pihak akan diberi peluang yang sama, semua Negara diberi kebebasan untuk melakukan persaingan tanpa ada batasan. Siapa yang kuat, ia yang menang, yang berdaya saing lemah akan tertindas. Bagaimana dengan Indonesia? Banyak kalangan yang beranggapan Indonesia belum seratus persen siap. Berdasar kajian yang diriIlis Sekretariat ASEAN pada tahap penilaian ke-3 , skor kesiapan Indonesia 81,3% alias di urutan ke-6 di ASEAN. Total ekspor Indonesia masih berada di urutan 4 di ASEAN, itupun didominasi bahan baku alam. Daya saing Indonesia rendah akibat buruknya infrastruktur. Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia menjadikan kualitas SDM Indonesia terkategori rendah. Paradigma pendidikan yang dimiliki pemerintah justru mencetak tenaga-tenaga pekerja siap pakai yang hanya menjasi pekerja level bawah. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia menempati urutan 124 dari 182 negara. SDM Indonesia kompetensinya masih jauh disbanding Negara anggota ASEAN lainnya yang sudah tersertifikasi. Meski pemerintah berencana melakukan sertifikasi pada 68.000 pekerja Indonesia,itu hanya akan jadi syarat tertulis karena secara soft skill jauh tertinggal. Contohnya, dari insinyur yang bekerja sesuai bidangnya, yang terdaftar di PII sekitar 20.000 orang, yang mengikuti program sertifikasi hanya 9000 orang dan hanya 154 insinyur Indonesia yang teregistrasi di ASEAN. Indonesia juga tertinggal dari segi SDA, bukan karena jumlahnya yang minim tapi tersanderanya SDA Indonesia yang melimpah ruah, Indonesia terikat dengan beberapa perjanjian dengan Negara asing. SDA Indonesia banyak dikelola korporasi dan dikuasai asing. Hal ini tidak menjadikan Indonesia berdaulat dan menyebabkan keterbatasan pasokan energi serta semakin menjadikan sektor industri rapuh akibat ketergantungan impor bahan baku dan bahan setengah jadi. Minimnya peralatan produksi , kinerja logistik yang rendah yang menyebabkan biaya logistik menjadi tinggi, serta kebijakan fiskal yang memberatkan, semakin menunjukkan betapa terancamnya dan belum siapnya Indonesia menghadapi MEA.
MEA = “ BUNUH DIRI”
Dengan MEA, diakui atau tidak , pemerintah telah membunuh usaha dan industri dalam negeri. Bagaimana tidak? Penguasaan lahan oleh korporasi terus mengalami pertumbuhan sampai 24,57% terhitung mulai 2003-2013. Hal ini mengakibatkan petani tersisih , angka kemiskinan dan pengangguran meningkat dan berpeluang meningkatnya jumlah TKI non professional keluar negeri.
Pengusaha lokal gulung tikar karena kalah bersaing dengan pemodal besar, berteknologi canggih, ditambah keberpihakan Negara dapat menghasilkan produk lebih berkualitas dengan harga lebih murah.
Terlebih lagi jika korporasi asing menguasai sektor vital maka barang milik umum akan menjadi milik mereka sehingga masyarakat kehilangan haknya sementara Negara tidak bias mengintervensi.
Jadilah akhirnya korporasi asing menyetir penguasa. Bisa dibayangkan bagaimana akibatnya.?..
MEA, Bertentangan Dengan ISLAM
Kesepakatan negara berkembang dalam MEA merupakan bentuk kelalaian dan ketidakmandirian negara untuk mennyejahterakan rakyatnya. Mereka masuk hegemoni kapitalis. Mereka hanya diperalat untuk memuaskan kerakusan kapitalis dalam menjajah baik secara fisik maupun nonfisik. Liberalisasi dengan segala bentuknya jelas bertentangan dengan islam.
- Dihilangkannya peran negara di tengah masyarakat, yang notabene harus berperan dan bertanggung jawab terhadap seluruh urusan rakyatnya serta menyerahkannya pada individu dan mekanisme pasar. Padahal dengan tegas Rosululloh saw bersabda : pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan mereka (HR Muslim).
- Dalam perdagangan bebas, semua pemain bisa bermain. Semua pemain, siapapun dan dari manapun dia, bisa bermain di dalam pasar dometik tanpa hambatan. Islam memandang perdagangan internasional berdasar asal pelakunya.
- Perdagangan bebas, dari aspek kebebasan masuknya investasi dan dominasi asing di dalam pasar domestik, akan menjadi sarana paling efektif dan membahayakan perekonomian. Perjanjian perdagangan bebas merupakan bentuk pengkhianatan terhadap rakyat yang seharusnya dilindungi dari ketidakberdayaan ekonomi. Firman Alloh :” Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang mukmin “. QS An Nisa’ : 141 dan sabda nabi Muhammad SAW “ tidak boleh ada bahaya dan dhirar di dalam islam” (HR. Ibnu Majah).
Konsep Ekonomi Islam yang Menyejahterakan
Sistem ekonomi islam yang diterapkan oleh institusi pemerintahan islam dalam bentuk khilafah islamiyah, memiliki aturan yang khas dan jelas terhadap pengelolaan ekonomi. Sistem ekonomi islam membangun kemandirian Negara dan menjamin berkembangnya industry dalam negeri dan sector ekonomi lainnya.
- Pengaturan kepemilikan. Islam tidak akan member kebebasan penuh pada individu maupun swasta untuk memiliki dan menguasai berbagai jenis harta kekayaan. Dalam islam, individu atau swasta hanya berhak menguasai barang-barang yang masuk dalam kategori kepemilikan individu. Adapun kepemilikan umum dan kepemilikan Negara harus berada di tangan pemerintah, yang pengelolaannya semata-mata adalah untuk kepentingan kemaslahatan rakyat.
- Negara berkewajiban untuk memastikan tersedianya bahan baku, ketersediaan energi, modal dan pembinaan pelaku ekonomi rakyatnya.
- Negara mengatur lalu lintas Ekspor impor barang sehingga betul-betul mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat.
Prinsip dasar perdagangan internasional khilafah :
- Dalam perdagangan luar negeri (Foreign Trade), Negara akan campur tangan untuk mencegah dikeluarkannya beberapa komoditi dan membolehkan beberapa komoditi lain, serta campurtangan terhadap para pelaku bisnis kafir harbi dan mu’ahid.
- Dalam perjanjian perdagangan luar negerinya, khilafah membuat kesepakatan berdasarkan asas kewarganegaraan pedagang, bukan asas komoditas.
Oleh karena itu para pelaku bisnis yang keluar masuk Negara khilafah, terbagi menjadi 3 kelompok dengan perlakuan berbeda: warga Negara khilafah (muslim dan non muslim ahli dzimmah), Orang –orang kafir mu’ahid, orang orang kafir harbi.
Masyarakat Dunia Butuh Khilafah
Dampak buruk perdagangan bebas telah nyata, MEA dirancang untuk mengeruk potensi kekayaan yang ada di kawasan Asia Tenggara. MEA hanyalah solusi semu untuk mengatasi masalah ekonomi mereka. Kesepakatan negara-negara berkembang dalam MEA merupakan bentuk kelalaian dan ketidakmandirian negara untuk mensejahterakan rakyatnya. Sehingga tak ada alasan bagi seorang muslim melirik solusi selain system islam untuk menjadi tatanan ekonomi dunia. Sudah saatnya kaum musllim mengembalikan penerapan ideology dalam system khilafah islamiyah yang ditetapkan oleh nashsyara’ bukan system demokrasi buatan manusia. Penerapan Islam dalam kehidupaan akan membawa kesejahteraan bagi rakyat selain menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Saatnya kembali pada islam dengan mengikuti thoriqoh rosulullah dalam suatu pergerakan politik di seluruh dunia bersatu dengan satu tujuan yang sama. Wallohua’lam. [VM]
Posting Komentar untuk "MEA, Penjajahan Rezim Pasar Bebas, Solusi Semu Masalah Ekonomi Indonesia"