Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cara Khilafah Agar Tidak Dikuasai Konglomerat


Oleh : KH Hafidz Abdurrahman

Negara dikuasai oleh konglomerat merupakan ciri negara Kapitalis di mana-mana. Amerika, misalnya, sebagaimana diungkap dalam buku al-‘Ulamah hal yastathi’u al-‘Alam an yaqula: La, dikuasai oleh kelompok 1 persen. Sembilan puluh sembilan persen sisanya adalah rakyat. Mereka dikuasai oleh kelompok 1 persen ini. Kelompok 1 persen ini tak lain adalah pengusaha.

Dalam sistem Kapitalisme, dengan Demokrasinya, yang menempatkan kekuasaan di tangan rakyat, memang telah terjadi simbiosis mutualisme antara penguasa dan pengusaha. Penguasa untuk berkuasa membutuhkan modal besar. Modal yang besar ini diperoleh dari pengusaha. Setelah penguasa yang didukung pengusaha ini sukses menjadi penguasa, maka para cukong ini mendapatkan konsesi, berupa proyek dari penguasa. Di Australia, menurut ABC: Radio Australia, 80% konglomeratnya menguasai bisnis melalui koneksi politik. Inilah simbiosis mutualisme Penguasa-Pengusaha dalam sistem Kapitalisme.

Akibatnya, penguasa di negara Kapitalis tidak ada yang merdeka. Mereka dinaikkan oleh para cukong. Para cukong itu bisa menjatuhkan mereka melalui partai, opini yang digalang di media, dan people power bayaran. Para cukong ini pun tidak sendiri, mereka bisa bekerjasama dengan konglomerasi global, dan negara-negara penjajah. Pendek kata, para penguasa itu tak ubahnya seperti boneka para cukong di belakangnya.

Khilafah bukan Negara Demokrasi, Bukan Negara Cukong

Khilafah adalah Khalifah. Kekuasaan Khalifah terhadap negara [Khilafah] betul-betul bulat. Tidak terbagi, sebagaimana yang dikenal dalam konsep Trias Politica Montesque. Kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif, semuanya di tangan Khalifah. Karena itu, Khalifah dalam sistem Khilafah sangat kuat. Karena kekuasaannya benar-benar penuh dan bulat.

Agar kekuasaan yang begitu besar, penuh dan bulat ini tidak merusak, maka syarat Khalifah pun sangat ketat. Harus Muslim, adil [tidak fasik], laki-laki, baligh, berakal, merdeka dan mampu. Ketujuh syarat ini disebut syarat in’iqad, yang menentukan sah dan tidaknya seseorang menjadi Khalifah, juga menentukan diberhentikan atau tidaknya seseorang dari jabatan Khilafah. Meski kekuasaan seorang Khalifah itu begitu besar, tetapi dia tetap tunduk kepada hukum syara’.

Jika dia dan aparatur negara lainnya melakukan pelanggaran hukum syara’, maka bisa dilihat: Pertama, jika pelanggaran tersebut terkait dengan kebijakan, atau penyalahgunaan wewenang, maka untuk menghentikan pelanggaran ini adalah tugas Mahkamah Mazalim. Kedua, jika pelanggaran tersebut terkait dengan syarat in’iqad-nya, seperti menjadi murtad, berubah menjadi perempuan, fasik, tidak merdeka, hilang ingatan, dan tidak mampu, misalnya, maka ini juga tugas Mahkamah Mazalim untuk menghentikannya. Ketiga, terlibat kasus hukum sebagai rakyat biasa, maka kasusnya bisa diadili di Mahkamah Khushumat, atau cukup Qadhi Hisbah, bergantung kasusnya.

Karena itu, meski kekuasaan Khalifah begitu kuat, tetapi tidak berarti dia tidak tersentuh hukum. Dia juga tidak mempunyai kekebalan hukum. Sebaliknya, dia tunduk kepada hukum, karena kedaulatan Negara Khilafah di tangan hukum [syara’]. Bukan di tangan manusia. Karena itulah, Khalifah juga tidak bisa bersembunyi di balik baju kekuasaannya untuk melanggar hukum.

Sekalipun kekuasaan di tangan umat, tetapi kekuasaan itu tidak bisa digunakan rakyat untuk menjatuhkan Khalifah. Karena, hak pemakzulan dirinya diberikan kepada Mahkamah Mazalim, bukan kepada Majelis Umat, partai politik atau rakyat. Keputusan pemakzulan oleh Mahkamah Mazalim juga tidak ditentukan oleh desakan rakyat, Majelis Umat, partai politik, militer atau pengusaha, tetapi ditentukan oleh hukum syara’.

Dengan begitu, Khalifah benar-benar merdeka, independen dan hanya tunduk kepada Allah dan hukum syara’, bukan kepada yang lain. Selain itu, dengan ketakwaannya, dia pun menjadi pribadi yang luar biasa. Dengan berpegang teguh pada syara’, dia pun bisa bersikap adil kepada siapapun. Dia mengurus seluruh urusan rakyatnya, tanpa pandang bulu. Satu-satunya pertimbangannya adalah hukum syara’. Karena itu, Khilafah menjadi negara semua pemeluk agama, semua etnis, bangsa, kelompok dan golongan. Bukan negara bagi kelompok atau etnis tertentu, apalagi cukong.

Regulasi Ekonomi dan Bisnis

Sebagai negara yang berdiri di atas landasan akidah Islam dan terikat sepenuhnya dengan ketentuan syariah, maka struktur ekonomi dan bisnis Khilafah pun sepenuhnya terikat dengan ketentuan syara’. Khilafah tidak membatasi pemilikan dan pengembangan harta dengan jumlah, sebagaimana yang dianut Sosialisme-Komunisme, atau dengan liberalisasi, sebagaimana yang dianut Kapitalisme. Tetapi, pemilikan dan pengembangan harta diatur berdasarkan syariah.

Dalam hal ini, semua warga negara mempunyai hak yang sama, baik Muslim maupun non-Muslim, apapun etnis, suku dan bangsanya. Semuanya juga mempunyai kewajiban yang sama, terikat dengan hukum syariah. Meski mereka bukan Muslim. Jika melanggar, mereka pun dikenai sanksi yang sama dengan orang Islam. Karena itu, semua warga negara bisa berkompetisi dengan sehat dan profesional, karena negara berdiri dalam posisi yang sama bagi mereka.

Empat sumber ekonomi utama, seperti pertanian, perdagangan, jasa dan industri bisa dimiliki dan dijalankan oleh seluruh rakyat, sesuai dengan ketentuan syariah. Setiap rakyat bisa memiliki lahan pertanian, dan dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya. Begitu juga setiap rakyat bisa melakukan jual-beli, menyediakan dan memanfaatkan jasa yang halal. Sedangkan industri, bergantung pada barang yang diproduksi. Jika barang tersebut barang milik umum, maka industri seperti ini harus dikuasai dan dijalankan oleh negara.

Karena itu, industri Migas, Batubara, Listrik, Panas Bumi, Perhutani dan kepemilikan umum lainnya, serta industri strategis dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai dan dijalankan oleh negara. Tidak diserahkan kepada swasta, baik domestik maupun asing, apapun pertimbangannya. Dengan demikian, Negara Khilafah menjadi negara yang kuat, karena mempunyai sumber pendapatan yang luar biasa, dan nyaris tak terhingga. Pada saat yang sama, dengan ketersediaan sumber kekayaan yang berlimpah, kewajiban negara untuk menjamin distribusi barang dan jasa juga bisa dilakukan dengan sempurna.

Di sisi lain, regulasi, dominasi, kontrol dan posisi negara yang menjaga jarak yang sama terhadap seluruh rakyatnya, membuat Negara Khilafah dan Khalifah tidak bisa dikontrol oleh kelompok atau etnis tertentu. Satu-satunya yang bisa mengendalikan dan mengontrol negara adalah hukum syariah. Karena itu, di dalam Negara Khilafah tidak akan pernah ada simbiosis mutualisme, antara Penguasa dan Pengusaha, atau Penguasa dengan etnis tertentu.

Kolusi, korupsi dan nepotisme tidak ada. Praktik suap dan sejenisnya juga tidak ada. Karena seluruh rakyat dan aparatur negara terikat dengan hukum syariah, apapun agama mereka. Ketakwaan yang menjadi pondasi Negara Khilafah, individu dan masyarakat juga menjadikan mereka sangat disiplin, bersih dan profesional. Bahkan, jika ada indikasi KKN, Negara Khilafah akan mengambil tindakan tegas terhadap pelakunya.

Kesimpulan

Dengan sistem politik, ekonomi dan peradilan seperti ini, serta dasar akidah Islam dan terikat sepenuhya pada hukum syara’, Negara Khilafah merupakan satu-satunya negara yang benar-benar kuat, merdeka, bersih, profesional dan bisa bertahan selama ribuan tahun. Prestasi seperti ini belum pernah bisa diraih oleh peradaban manapun dalam sejarah, kecuali Islam.

Inilah uniknya sistem Khilafah. Keunikan yang tidak terdapat dalam sistem manapun di muka bumi ini, kecuali sistem Khilafah. Hanya orang yang buta mata dan hatinya, yang selalu menutup mata terhadap realitas ini. [VM]

Posting Komentar untuk "Cara Khilafah Agar Tidak Dikuasai Konglomerat"

close