FASHION “REFLECTION OF SYARIAT”


"The Standart of Fashion is Not Only Your Passion"

Indonesia Fashion Week setiap tahunnya sering mengadakan pagelaran dengan tema yang berbeda. Tercatat telah lima kali diselenggarakan. Pada 2016 ini berlangsung pada tanggal 10-13 Maret 2016 di Jakarta Convention Center dengan tema "Reflection of Culture". Opini dibalik tema ini dinyatakan dalam kutipan, "Budaya Indonesia yang sangat berwarna kita olah, dan berselera global sehingga bisa diakses berbagai kalangan," ujar Musa Widyamodjo selaku Ketua Koordinator event IFW yang juga desainer APPMI (Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia). Dan secercah harapan dari Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Irman Gusman berharap suatu saat Jakarta bisa jadi pusat mode dunia, sejajar dengan Milan atau Paris. 

Adanya acara terkait fashion tak terlepas dari fashion yang menjadi kebutuhan setiap individu manusia. Dan berbicara fashion juga tak akan lekang oleh waktu karena perubahannya begitu cepat berkembang. Mengikuti arus globalisasi saat ini, dunia fashion seolah-olah berubah kearah yang semakin keren dilihat dari pemanfaatan bahan, harga, desain, dan yang paling penting adalah tingkat kenyamanan pemakai. Namun cukupkah kita hanya melihat pada beberapa aspek ini? Adapun harapan dalam menjadikan Jakarta sebagai pusat mode dunia, perlu kita pikirkan mode seperti apa yang ingin ditawarkan? Juga menyikapi tema yang diusung oleh IFW “Reflection Of Culture”, sejauh mana budaya Indonesia yang perlu diangkat dalam merefleksikan fashion didalamnya?

Aspek paling penting yang terlupakan saat ini oleh orang-orang yang menggandrungi fashion adalah fungsi dari fashion itu sendiri. Fashion dalam bahasa Indonesia berbicara tentang pakaian. Tentu memandang hal ini bukanlah permasalahan yang sepele dan dibebaskan pada setiap individu sesuai dengan passionnya ataupun disesuaikan dengan budaya daerah. 

Ketentuan dalam berpakaian sesungguhnya telah dijelaskan dalam beberapa aspek kewajiban yaitu kewajiban menutup aurat dan berpakaian syar’i ketika keluar rumah sesuai dengan firman Allah Swt dalam QS.An-Nuur:31 dan QS.Al-Ahzab:56. Standarnya bukan lagi pada passion ataupun culture. Fashion saat ini terutama dikalangan muda cenderung mengikuti gaya dari Barat. Misalnya “hotpant” Yang tentunya barat yang tak mengenal batasan aurat. Sama juga halnya dengan culture Indonesia yang seakan-akan lebih ditinggikan dibanding ketentuan syara di atas. Misalnya “kemben”. Ketika standar kedua ini digunakan, maka kerusakanlah yang terjadi. Faktanya jelas terlihat disekitar kita. Bagaimana tingkat pemerkosaan semakin tinggi yang salah satu pemicunya adalah cara berpakaian yang salah (terbuka, ketat, dll).  Mari kita renungi hadits berikut : “Hai anak Adam janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana Ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu  dari Syurga. Ia menanggalkan dari keduanya pakaian untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya." (QS. Al-A’raf:27). 

Namun hadits diatas kurang direnungi oleh masyarakat saat ini. Terlihat dari terus dikembangkannya mode fashion ini oleh para desainer dalam bisnisnya dan tingkat konsumtif masyarakat Indonesia semakin tinggi. Seakan syetan itu telah merasuk dalam hawa nafsu mereka. Atau jika melihat pada pernyataan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani yang mewakili Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, “ajang mode seperti ini memberi kesempatan bagi orang-orang berbakat di Indonesia untuk memamerkan karyanya” (antaranews.com). Hal ini tak terlepas dari standar kehidupan manusia hanya pada materi saja. Sekalipun saat ini di Indonesia, fashion yang mengarah ke fashion islami banyak membanjiri pasar, namun sangat disayangkan hal ini terkadang hanya mengikuti trend atau tertarik karena melihat sosok terkenal yang mempromosikannya. Misalkan artis-artis. Disisi lain mereka belum paham terkait aturan berpakaian itu sendiri. Dan kembali standar yang dikejar juga pada materi belaka.

Berbeda ketika aturan syariat Islam yang turun dari Allah Swt dijalankan. Kemaslahatan yang akan kita rasakan. Sebagaimana dalil QS Al-Ahzab : 56 “...yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu...”. Juga dalam memahami kewajiban dalam berpakaian secara syar’i inilah yang seharusnya menjadi passion kita karena Allah yang memerintahkannya. Sami’na wa ‘ato’na (kami dengar dan kami taat). Wallah a’lam bi ash-shawab.

Oleh : Nola Dwi Naya Sari, Mahasiswi UPI Bandung

Posting Komentar untuk "FASHION “REFLECTION OF SYARIAT” "