Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

MEA, Perdagangan Bebas dan Ancaman PHK Masal


Oleh : Akif Rahmatillah, MT.
(Dosen Universitas Airlangga Surabaya)

Awal Februari tahun ini publik di negeri ini dikejutkan oleh laporan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dimana 2500 pekerja di-PHK terutama dari pabrik milik PT Thoshiba dan PT Panasonic. Di Jawa Timur sendiri diperkirakan ada sekitar 600 sehingga 700 pekerja yang akan dirumahkan dari pabrik milih PT Panasonic Lighting Pasuruan sejak periode Desember 2015 hingga Januari 2006 (kompas.com, 3/2/2016). Bos PT Panasonic Gobel Indonesia, Rahmat Gobel sendiri mengakui bahwa telah terjadi pengurangan pekerja sebanyak 500 orang (finance.detik.com, 6/2/2016) dan ini juga disampaikan oleh Bupati Pasuruan, Irsyad Yusuf bahwa pihak management PT Panasonic Lighting Indonesia telah melaporkan bahwa pihaknya telah merumahkan 600 karyawannya yang bekerja di pabrik mereka di kawasan industri PIER-Rembang Pasuruan (viva.co.id, 5/2/2016). 

Hal ini jelas menambah panjang gelombang PHK yang terjadi di Indonesia sejak akhir 2015, setelah sebelumnya penutupan pabrik PT Ford Motor Indonesia pada paruh kedua 2016 yang tentunya memberikan efek PHK bagi para pekerjanya (kompas.com, 29/01/2016) dan juga penutupan pabrik PT Toshiba Indonesia di Cikarang yang tentunya memberikan efek PHK bagi para pekerjanya (kompas.com, 3/2/2016). Di luar dua perusahaan elektronik raksasa ini, terdapat dua perusahaan elektronik lain asal Korea Selatan yang juga mengumumkan akan menutup pabriknya di Indonesia, yaitu PT Samoin, yang telah mem-PHK 1.200 karyawannya, dan juga PT Starlink, yang mem-PHK 500 orang pekerja. Kedua perusahaan ini telah selesai beroperasi di Indonesia pada Januari kemarin. Jelas ini merupakan sinyalemen buruk bagi pemerintahan Jokowi-JK dalam usaha mereka memperbaiki perlemahan ekonomi dan lemahnya daya beli masyarakat. Sayangnya pemerintah sendiri masih dinilai lamban dalam merespon masalah ini menurut anggota komisi IX DPR, M. Sarmudji (viva.co.id, 6/2/2016). Jika dibiarkan akan membuat gejolak masyarakat dan juga isu yang memperburuk iklim investasi yang akan menghambat pembangunan ekonomi.

Penyebab PHK Masal

Pasalnya tuntutan akan efisiensi produksi yang akan menekan harga jual produksi sehingga dapat bersaing dalam perdagangan bebas ASEAN atau yang disebut Masyarakat Ekonomi ASEAN menjadi salah satu penyebabnya. Menurut Rahmat Gobel, penyebab perusahaan mereka melakukan pengurangan jumlah pekerja Pengurangan jumlah pekerja ini merupakan langkah efisiensi yang perlu dilakukan untuk memperkuat daya saing di era Masyarakat konomi ASEAN (MEA). Dari 3 pabrik, Panasonic melakukan perampingan dengan merger 2 pabrik menjadi 1, sehingga total menjadi tinggal 2 pabrik."Lebih baik lebih efisien. Dari tiga pabrik jadi dua pabrik karena lebih efisien, apalagi menghadapi persaingan MEA. Ada 5.000 pekerja tapi yang PHK hanya 500," kata Gobel dalam diskusi Perspektif Indonesia, PHK dan Perekonomian Kita, di Gado-Gado Boplo, Jakarta, Sabtu (6/2/2016) (finance.detik.com 6/2/2016). Selain itu kalah bersaingnya berbagai produk elektronik dengan produk elektronik buatan Cina menjadi penyebab yang lain. Kepala BKPM Franky Sibarani juga menyebutkan bahwa persaingan dengan produk asal China pun disinyalir menjadi penyebab bertambah ketatnya persaingan usaha produk elektronik di Indonesia (bisnis.liputan6.com, 3/2/2016). 

Usaha Penanggulangan Gelombang PHK oleh Pemerintah

Program pemerintah Idonesia dalam membuka lapangan kerja yang berskala besar sebagai usaha penanggulangan pengangguran dan mencegah PHK adalah dengan cara membuka investasi yang sebesar - besarnya bagi investor luar negeri untuk membuka usaha di Indonesia dengan membuka pabrik - pabrik yang mampu menyerap tenaga kerja besar - besaran. Kondisi ini menyebabkan pemerintah sangat bergantung kepada para investor asing dalam memastikan rakyat Indonesia mendapatkan penghidupan yang layak. Dengan demikian saat para investor hengkang akibat kalah bersaing atau hal - hal lain pemerintah pun seperti tidak bisa berbuat apa - apa selain berusaha merayu agar tidak menghentikan investasinya atau mencari investor lain sambil membuat agar Indonesia tetap diminati para investor dengan mengunggulkan luasnya pasar karena besarnya penduduk, rendahnya upah buruh dan segala hal yang dapat menarik minat investor asing terutama pada investor yang produknya berhasil membanjiri pasar dan diminati masyarakat sekarang seperti investor asal Cina yang saat ini laku dipasaran2. Dengan demikian ketergantungan Indonesia dengan pihak asing sangat tinggi karena pemerintah harus "merayu" para investor untuk mengatasi pengangguran. Apalagi sebagai konsekuensi MEA dalam hal liberalisasi tenaga kerja terlatih para investor di Indonesia pun tidak musti menerima pekerja dari Indonesia melainkan bebas mempekerjakan pekerja termasuk pekerja asing dan hal ini pun sudah terjadi.

Sedangkan untuk investor lokal, pemerintah lebih banyak menekankan pada unit usaha berskala kecil dan menengah (UMKM) yang pada faktanya tidak banyak menyerap lapangan kerja. Belum lagi sebagai konsekuensi perdagangan bebas UMKM dipaksa untuk bersaing dengan investor besar atau masuk ke wilayah usaha yang tidak diminati investor besar. Ekonom UNAIR, Arif Firmansyah,MM pun telah menegaskan bahwa usaha pemerintah dalam membuka lapangan kerja saat ini adalah dengan memperbanyak UMKM yang dapat bersaing. Namun sampai saat ini belum ada strategi yang jitu agar UMKM tetap dapat bersaing dan terus tumbuh dalam era perdagangan bebas sehingga dapat mengurangi pengangguran. 

Jelas kedua strategi pemerintah dalam mengatasi ancaman tingginya pengangguran akibat adanya PHK masal masih belum cukup karena kedua strategi ini mengakibatkan ketergantungan yang tinggi kepada investor asing dan pemerintah pun akan kesulitan dalam melakukan proteksi terhadap investor lokal akibat konsekuensi perdagangan bebas.

Bukti MEA Bukan Solusi Perbaikan Ekonomi

Dari penjelasan diatas jelaslah dapat kita lihat bahwa MEA sebagai salah satu upaya liberalisasi ekonomi yang selama ini digadang - gadang sebagai salah satu terobosan peningkatan ekonomi nasional malah menjadi salah satu penyebab adanya ancaman pengangguran akibat adanya kemungkinan meningkatnya PHK. Mudahnya para investor asing untuk menanamkan modalnya dan hengkang dari Indonesia, kesulitan investor lokal dan UMKM untuk bersaing dengan investor asing dan posisi negara yang makin tidak mandiri dalam melakukan kebijakan karena sangat tergantung dengan investasi asing cukuplah dijadikan bukti. Lalu adanya ancaman PHK masal yang berakhir dengan pengangguran hanyalah salah satu akibat diterapkannya konsep perdagangan bebas dalam kerangka Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Sistem Islam sebagai Solusi

Islam melarang perdagangan bebas (ambil di alwaie): Islam memiliki aturan yang khas dan jelas terhadap pengelolaan ekonomi. Islam tidak akan memberi kebebasan penuh kepada individu maupun swasta untuk memiliki dan menguasai berbagai jenis harta kekayaan (freedom of ownership), sebagaimana yang ada dalam sistem ekonomi kapitalisme atau liberalisme. Dalam Islam, individu atau swata hanya berhak menguasai barang-barang yang masuk dalam kategori kepemilikan individu (milkiyyah fardiyyah). Adapun kepemilikan umum (milkiyyah ‘âmmah; seperti pertambangan yang besar, minyak bumi, gas alam, kehutanan, dsb) dan kepemilikan negara (milkiyyah ad-dawlah; seperti jizyah, kharaj, ghanîmah, fa’i, ‘usyur, dsb) berada ditangan negara untuk dikelola demi kepentingan ummat.(An-Nabhani, Taqiyyudin. 1990. An-Nizhâm al-Iqtishâdi fî al-Islâm. Beirut: Darul Ummah. Cetakan IV.) 

Oleh karena itu, jika negara memberi kesempatan kepada swasta (apalagi swasta asing) untuk menguasai sumberdaya alam yang masuk kategori kepemilikan umum tersebut, hal itu dapat dikategorikan sebagai pengabaian amanah yang diberikan rakyat kepada negara untuk mengelola sumberdaya alam demi kepentingan seluruh rakyatnya. Di sisi lain, pasar bebas pada faktanya membuat negara menjadi tergantung dengan para investor asing sehingga kebijakan ngeranya pun disesuaikan dengan keinginan para investor asing. Padahal hal itu secara tegas dilarang oleh Islam, sebagaimana firman Allah SWT:

وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلً
Allah tidak memperkenankan orang-orang kafir untuk menguasai kau Mukmin (QS an-Nisa’ [4]: 141) (http://hizbut-tahrir.or.id/2016/01/01/mea-dalam-pandangan-islam/).

Dalam pandangan Islam, perdagangan luar negeri yang berbasis free market (hurriyah al-mubâdalah), yaitu perdagangan luar negeri antar berbagai negara yang dilakukan tanpa hambatan, seperti tarif, hukumnya adalah haram. Sebab, perdagangan luar negeri merupakan hubungan antara Negara Islam dan negara lain, yang berada dalam tanggung jawab negara. Negara Islam memiliki otoritas untuk mengatur berbagai hubungan dan interaksi dengan negara lain, termasuk hubungan  rakyatnya dengan rakyat negara lain baik dalam bidang ekonomi, perdagangan ataupun yang lainnya. Oleh karena itu perdagangan luar negeri tidak dibiarkan bebas tanpa kontrol.

Dengan demikian negara dapat mengontrol keadaan ekonominya termasuk memaksimalkan potensi para pebisnis lokal untuk berkembang pada bidang usaha yang dibolehkan oleh syara' untuk dikuasai individu sehingga muncul wirausahawan baru dan memaksimalkan penyerapan tenaga kerja. Sehingga penyediaan lapangan kerja bagi ummat tidak bergantung pada investor asing yang dapat mencengkeram pemerintahan negara itu sendiri agar tunduk pada kemauan asing. Wallahua'lam Bishowwab. [VM]

Posting Komentar untuk "MEA, Perdagangan Bebas dan Ancaman PHK Masal"

close