Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Praktik Aborsi Meningkat Buah Sistem Liberalisme


Oleh : Sri Indrianti
(Aktivis Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia DPD II Tulungagung) 

Pada tanggal 19 Februari 2016 Polisi telah menyegel 2 klinik praktik aborsi illegal di bilangan Cikini Jakarta Pusat. Terbongkarnya kasus tersebut bermula dari maraknya promosi klinik aborsi di media online. Polisi menduga tak hanya dua klinik tersebut yang beriklan lewat media online. Setidaknya ada enam lagi klinik sejenis. Disinyalir, klinik-klinik aborsi ilegal itu telah beroperasi sejak lima tahun lalu. Mereka menawarkan tarif beragam, tergantung usia kandungan sang pasien. Untuk usia kandungan 1–3 bulan misalnya, dokter memasang tarif Rp2,5–3 juta. Semakin besar kandungan, semakin mahal biaya yang harus dikeluarkan. Bahkan, tarif aborsi itu bisa mencapai Rp10 juta. (viva.co.id, 25/02)

Mereka yang ditangkap dijerat dengan Pasal 75 junto Pasal 194 Undang-Undang (UU) RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, serta Pasal 73, 77 dan 78 UU RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Para tersangka juga dijaring Pasal 64 junto Pasal 83 UU RI Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, serta Pasal 299, 346, 348, 349 KUHP dan Pasal 55 dan 56 KUHP. Mereka terancam hukuman 10 tahun penjara.

Kasus tersebut  menunjukkan masih banyaknya tindakan aborsi di negeri ini. Tercatat, sebanyak 2,3 juta abortus tidak aman diperkirakan terjadi setiap tahun di Indonesia.

“Sebanyak 1 juta keguguran spontan, 700 ribu karena kehamilan tidak diinginkan, dan 600 ribu karena kegagalan KB,” ujar Kepala Komite Ahli Kesehatan Reproduksi Roy Tjiong, Rabu, 24 Maret 2010. (viva.co.id, 25/02)

Kasus aborsi semakin mencolok di kota-kota besar. Yang paling mencengangkan adalah lebih dari separuh pelaku aborsi adalah anak di bawah umur.  Anak-anak ini baru berumur kurang dari 18 tahun.  Melonjaknya angka aborsi, terutama yang melibatkan anak-anak di bawah umur tak bisa dilepaskan dari maraknya tayangan yang berbau pornografi. Dengan tayangan ini, anak-anak terangsang untuk melakukan hubungan seks sebelum nikah. Akibat dari perbuatan ini si anak perempuan akhirnya hamil di luar nikah. Jika sudah demikian, untuk menutupi aib tersebut, aborsi kemudian dianggap solusi. Padahal aborsi memiliki sejumlah dampak negatif bagi pelakunya. Secara medis, bisa menimbulkan pendarahan, infeksi rahim, anak cacat akibat penggunaan obat yang salah, yang semuanya bisa menimbulkan risiko-risiko seperti keguguran pada kehamilan selanjutnya, kemandulan bahkan kematian.

UU No 23/tahun 1992 tentang Kesehatan salah satunya mengatur tentang ketentuan aborsi. UU tersebut membolehkan aborsi selama ada indikasi medis, di antaranya jika kehamilan tersebut diteruskan bisa mencelakakan ibu atau khawatir bayi lahir dalam kondisi cacat.  Namun yang terjadi saat ini, aborsi lebih banyak dilakukan bukan lantaran kondisi medis di atas, melainkan sebagai upaya untuk menutupi aib akibat hamil di luar nikah, yang ironisnya ini terjadi di kalangan remaja putri yang notabene merupakan benih-benih generasi bangsa.

Aborsi adalah problem sistemik.  Ia akan tumbuh subur dalam sistem dimana seks bebas (perzinahan) tidak diberikan hukuman bagi pelakunya sehingga saat terjadi kehamilan yang tidak diinginkan, untuk menutupi aib maka aborsi menjadi pilihan.  Ketika pelaku aborsi tidak dikenai sanksi, remaja semakin keranjingan seks bebas karena jika hamil solusinya dengan aborsi.

Setidaknya ada tiga faktor penyebab maraknya seks bebas di negeri ini, yaitu : 
  1. Faktor yang langsung seperti sarana yang merangsang dan adanya alternatif pemenuhan seks yang bisa diakses oleh masyarakat. 
  2. Faktor sistemik berupa UU yang membiarkan seks bebas dan tidak adanya sangsi tegas bagi pezina. Sebaliknya, seks bebas justru dilokalisasi dan dijadikan pemasukan negara dan sistem pendidikan sekuler. 
  3. Adanya kebijakan tekanan kekuatan internasional  seperti dalam konvensi kependudukan kesehatan reproduksi, Hak Asasi Manusia, dan sebagainya.

Sayangnya, solusi yang ditawarkan saat ini adalah solusi yang menjerumuskan. Seharusnya solusi yang diambil adalah solusi yang menuntaskan yaitu : 
  1. Menutup pintu-pintu  munculnya seks bebas (liberalisme dan sekularisme)
  2. Menanamkan pemahaman bahwa seks bebas adalah perbuatan keji 
  3. Menghilangkan sarana yang akan merangsang
  4. Membangun sistem yang akan menerapkan UU untuk menghilangkan seks bebas dan menerapkan sangsi yang tegas
  5. Membebaskan dari tekanan global

ini semua harus dilakukan bersama-sama pada setiap individu, keluarga, masyarakat, dan negara.

Negara wajib memberikan perlindungan terhadap masyarakat secara umum. Bukan hanya individu per individu. Sehingga apabila ada perilaku pada individu yang memiliki potensi akan menimbulkan kerusakan di tengah-tengah masyarakat, negara wajib melakukan pencegahan di awal. Sehingga dalam hal ini perlu ada kontrol dari masyarakat dan penegakan hukum oleh negara sebagai sanksi atas penyimpangan yang dilakukan oleh individu juga sebagai pencegah bagi individu lain.  Semua komponen bangsa harus bergerak.  Karena kita sadar seks bebas jelas-jelas mengancam masa depan generasi muda. [VM]

Posting Komentar untuk "Praktik Aborsi Meningkat Buah Sistem Liberalisme"

close