Menutup Prostitusi dengan Tegaknya Sistem Islami
Oleh: Ustadzah Ainun
(Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Kediri)
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menargetkan pada 2019 Indonesia bebas dari lokalisasi dan prostitusi seiring tidak berhentinya upaya penutupan yang dilakukan sejak beberapa tahun terakhir. "Pemerintah Pusat bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat untuk menutup lokalisasi dan ditargetkan 2019 Indonesia harus bebas lokalisasi," (teropongsenayan.com, 4/3/2016).
Berdasarkan data dari Kemensos, jumlah lokalisasi yang ada di Indonesia semula sebanyak 168 titik, namun telah ditutup sebanyak 69 titik sehingga tinggal 99 titik lainnya yang tersisa. dari titik-titik lokalisasi, kata dia, Jawa Timur berada di urutan tertinggi jumlah lokalisasinya yaitu dengan 41 titik, namun sejak akhir 2015 telah ditutup 40 titik sehingga menyisakan satu titik di Balung Cangkring, Kota Mojokerto.
Sebuah riset lembaga peneliti aktivitas pasar gelap, Havocsope, menghimpun data 12 negara teratas yang warganya paling banyak berbelanja prostitusi dalam hitungan per tahun. Indonesia masuk satu di antaranya dengan pengeluaran di bidang esek-esek sebesar USD2,25 miliar atau sekitar Rp30 triliun per tahun. Indonesia menempati urutan ke-12 dengan nilai USD2,25 miliar/ 30 triliun per-tahun.
Di Indonesia, praktik pelacuran dilakukan secara gelap. Meski dianggap sebagai kejahatan moral, aktivitas prostitusi di Indonesia tersebar luas. Unicef memperkirakan, 30% pelacur perempuan di Indonesia berusia di bawah 18 tahun. Tak hanya itu, banyak mucikari yang masih berusia remaja. Akhir-akhir ini bahkan marak pemberitaan tentang artis-artis Indonesia yang juga bekerja di sektor prostitusi.
Penyebaran lokalisasi di Indonesia Hingga tahun 2014, data Kemensos menyebutkan dari 161 lokalisasi di Indonesia, baru 23 di antaranya yang ditutup. Jumlah ini belum termasuk lokalisasi Kalijodo di DKI Jakarta yang dalam waktu dekat ini segera ditutup.
Menurut data LSM Rehabilitasi Tuna Susila, secara umum jumlah PSK di dalam area lokalisasi diperkirakan berjumlah 56.000. Sedang jumlah PSK di luar lokalisasi diprediksi berjumlah 3 kali lipat, artinya lebih dari 150.000. Pelacuran atau prostitusi di Indonesia, sekitar 30%-nya melibatkan anak-anak di bawah umur.
Memprihatinkan
Meningkatnya jumlah PSK berarti menunjukkan meningkatnya jumlah pria yang gemar berzina. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, diperkirakan ada 6,7 juta laki-laki yang membeli seks pada 2012. Jumlah itu meningkat dibandingkan dengan tahun 2009 yang hanya 3,2 juta (kompas.com, 3/12/2012). Lebih parahnya lagi, jasa haram pelacuran juga sudah lama dinikmati kalangan pejabat. Sudah jadi rahasia umum, tak sedikit pejabat yang mendapat gratifikasi seksual berupa layanan pelacur. Ironinya, sampai saat ini belum ada undang-undang yang dapat menjeratnya.
Semua fakta itu adalah indikasi hancurnya iman dan takwa bangsa yang mayoritas muslim ini. Masyarakat dan penguasa pun menjadi manusia hedonis yang memburu kenikmatan jasadiyah, termasuk berzina. Istlah haram dan dosa seolah hilang dari kamus mereka. Resiko terkena penyakit kelamin, termasuk tertular HIV/AIDS pun tak terpikirkan.
Gaya hidup hedonis juga mendorong sebagian perempuan melacur. Karena tuntutan gaya hidup, ingin punya baju mahal, parfum bermerk, gadget canggih dan uang berlimpah. Sebagian dari perempuan pelacur itu berasal dari kelompok ekonomi mampu.
Meski demikian juga tidak bisa dipungkiri tidak sedikit perempuan menjadi pelacur karena himpitan ekonomi. Mayoritas pelacur anak yang menjadi korban trafficking berasal dari keluarga miskin di tanah air. Sebagian malah dijual oleh ibu kandungnya sendiri, atau ada juga yang dijual oleh suaminya sendiri. seperti yang terjadi di Depok pada tahun lalu, seorang suami tega menjual istrinya sendiri ke lelaki hidung belang hanya seharga Rp 300 ribu.
Dilansir koran-sindo.com (29/02/16) Tiga Kategori PSK di Indonesia : Kelompok perempuan cantik yang memilih profesi menjajakan diri dengan bayaran sangat tinggi. Grup PSK yang menjajakan diri mereka ditemani dengan mucikari dan biasanya ditemukan di tempat lokalisasi. Kelompok pelacur yang sungguh-sungguh menjajakan diri karena terdesak kebutuhan ekonomi.
Hal serupa dengan pelacuran tapi justru lebih tersebar luas dan bahkan lebih berbahaya mengancam masyarakat adalah pergaulan (seks) bebas, perzinahan tanpa unsur komersil dan dilakukan suka sama suka. Dalam sistem saat ini, perzinahan seperti itu nyaris tak bisa diapa-apakan selama tidak dipertontonkan kepada publik. Sebab selama dilakukan suka sama suka nyaris tidak bisa ditindak secara hukum. Merebaknya video mesum hampir dari semua kalangan baik profesi, usia, daerah, dsb, adalah buktinya.
Fakta itu sungguh membuat negeri ini sudah darurat perzinahan. Tentu kita tidak ingin disebut bangsa dan negeri mesum. Karena itu perzinahan baik pelacuran atau seks bebas harus diberantas. Sebab jika tidak, sama artinya kita mengundang datangnya azab. Sabda Rasul saw:
«إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِيْ قَرْيَةٍ، فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ»
Jika zina dan riba tampak (menonjol)di suatu kampung, maka sungguh mereka telah menghalalkan atas diri mereka sendiri azab Allah (HR. al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabarani)
Kunci Jawaban
Prostitusi adalah perilaku terlarang menurut pandangan agama dan norma manapun. Dan setiap yang bertentangan dengan agama hanya akan melahirkan bahaya dan kerusakan. Solusi yang solutif hanya pada Islam, bukan demokrasi. Untuk itu perlu langkah syar’i, sistematis dan taktis. Pertama adalah Penegakan hukum/sanksi tegas kepada semua pelaku prostitusi/zina. Tidak hanya mucikari atau germonya. PSK dan pemakai jasanya yang merupakan subyek dalam lingkaran prostitusi harus dikenai sanksi tegas. Hukuman di dunia bagi orang yang berzina adalah dirajam (dilempari batu) jika ia pernah menikah, atau dicambuk seratus kali jika ia belum pernah menikah lalu diasingkan selama satu tahun. Jika di dunia ia tidak sempat mendapat hukuman tadi, maka di akhirat ia disiksa di neraka.
Kedua adalah penyediaan lapangan kerja. Faktor kemiskinan yang seringkali menjadi alasan utama PSK terjun ke lembah prostitusi tidak perlu terjadi bila negara memberikan jaminan kebutuhan hidup setiap anggota masyarakat, termasuk penyediaan lapangan pekerjaan, terutama bagi kaum laki-laki. Perempuan semestinya tidak menjadi pencari nafkah utama bagi keluarganya.
Selanjutnya, adalah layanan pendidikan/edukasi yang sejalan. Pendidikan bermutu dan bebas biaya harus memberikan bekal ketakwaan selain kepandaian dan keahlian pada setiap orang agar mampu bekerja dan berkarya dengan cara yang baik dan halal. Pendidikan juga menanamkan nilai dasar tentang benar dan salah serta standar-standar hidup yang boleh diambil dan tidak. Alasan PSK yang kembali ke tempat prostitusi setelah mendapat pembinaan ketrampilan karena lebih sulit mendapat uang dari hasil menjahit dibanding melacur tidak akan terjadi bila ada penanaman kuat tentang standar benar dan salah.
Keempat adalah solusi sosial. Pembinaan untuk membentuk keluarga yang harmonis merupakan penyelesaian jalur sosial yang juga harus menjadi perhatian pemerintah. Hal lain adalah pembentukan lingkungan sosial agar masyarakat tidak permisif terhadap kemaksiatan sehingga pelaku prostitusi akan mendapat sanksi dan kontrol sosial dari lingkungan sekitar.
Solusi final adalah jalur politik. Penyelesaian prostitusi membutuhkan diterapkannya kebijakan yang didasari syariat Islam. Harus dibuat undang-undang yang tegas mengatur keharaman bisnis apapun yang terkait pelacuran. Tidak boleh dibiarkan bisnis berjalan berdasar hukum permintaan dan penawaran belaka tanpa pijakan benar dan salah sesuai syariat. Negara tidak hanya harus menutup semua lokalisasi, menghapus situs prostitusi online tapi juga melarang semua produksi yang memicu seks bebas seperti pornografi lewat berbagai media.
Dengan perangkat sistem aturan yang diberikan Islam itu, maka pelacuran, perzinahan dan seks bebas bisa diberantas dan dibangun masyarakat yang bersih, bermartabat lagi mulia. Namun semua perangkat itu hanya bisa dijalankan dengan menerapkan syariah secara kaffah. [VM]
Posting Komentar untuk "Menutup Prostitusi dengan Tegaknya Sistem Islami"